Ego Yang Masih Kuat

346 48 19
                                    

Komen vote ya, Say. Biar aku cepet update

Tentang keinginan Cakra yang ingin DNR telah sampai ke telinga semua orang yang menyayanginya. Tentu saja hal itu menyakiti mereka. Bertahun-tahun mereka berusaha mempertahankan agar jiwa itu menetap, namun nyatanya tubuh yang dinaungi semakin ringkih.

"Gue nggak mau Cakra pergi."

Osean membuka suara setelah lama terdiam memikirkan perkataan Abimana tentang keinginan Cakra. Ketiga sahabat Cakra itu tengah berada di studio musik. Niat hati ingin kembali mengasah kemampuan bermusik, mereka justru hanya diam saja.

"Gue ...,"

Harsa merasa dadanya sesak luar biasa. Dalam keterdiamannya, berbagai pikiran buruk telah merajai otaknya. Apalagi ketika beberapa hari lalu ia menemukan secarik kertas bertuliskan keinginan sederhana yang bagi orang lain mungkin bisa terwujud. Namun tidak bagi Cakra.

Gue seringkali ngerasa iri sama Kak Abi yang bisa kuliah dan berprestasi. Papa san Mama bangga sama dia
Gue juga iri sama Gentala yang bebas ngelakuin apa aja
Gue juga pengin lulus sekolah dan kuliah
Tapi kayaknya gue nggak akan bisa kuliah
Kayaknya waktu gue makin deket
Berkali-kali gue mimpi ada di makam
Semua orang nangis di makam
Itu makam gue
Kalau emang waktu gue udah deket, apa bisa gue kuliah? Seenggaknya ngerasain gimana rasanya capek karena ospek

Harsa mengepalkan tangannya erat. Demi apa pun, kehilangan Cakra tak pernah ada dalam pikirannya. Selama ini ia selalu optimis sang sahabat bisa sembuh. Dari penelusuran yang ia lakukan lewat internet, anemia aplastik tergolong penyakit yang bisa disembuhkan. Namun kenyataan yang ia dapati ternyata berbanding terbalik. Sakit yang membelenggu Cakra telah berada di puncaknya.

"Bang, kayaknya ... kita harus relain Bang Cakra."

Ucapan lirih si termuda sontak berhasil memupuk emosi dalam diri Harsa. Cowok itu lantas meraih kerah baju Nero. Tatapannya menajam hingga seolah mampu menghunus tepat di wajah Nero.

"Lo jangan ngawur. Cakra bakal sembuh!"

Harsa baru saja ingin memberi hadiah bogeman di wajah si termuda namun Osean lebih dulu mencegahnya. Keadaan mereka sedang tak baik. Akan lebih rumit lagi jika ada baku hantam dalam persahabatan mereka.

"Sa, tenang."

Osean masih mencoba menahan pergerakan Harsa. Sahabatnya itu masih berusaha untuk menyerang Nero.

"Sa, Cakra bakal sedih kalau tahu lo kayak gini."

Dan berhasil. Harsa meluruhkan tubuhnya dengan pandangan yang kosong. Osean membiarkannya selagi cowok itu bisa menahan amarahnya.

Dalam keterdiamannya, Osean kembali mengingat ucapan Nero beberapa detik lalu. Ada bimbang yang mengungkung hati Osean. Sudah bertahun-tahun ia menjadi salah satu orang yang memaksa Cakra untuk berjuang. Apa memang ia harus merelakan sahabatnya untuk pulang?

***

Rumah yang ada di hadapannya ini tampak mewah. Bahkan sangat jauh dibanding rumah miliknya. Jasmin mengembuskan napas pelan secara berulang demi menghalau rasa gugup yang datang sejak pertama kali cewek itu menginjakkan kaki di depan kediaman Cakra.

Berhari-hari ia mengalami kegelisahan. Perasaan kalut dan bersalah membelenggunya. Setelah putus dari Osean, cewek itu mulai membenahi diri. Ternyata perangainya seburuk itu.

"Ayo, Jasmin. Lo bisa."

Jasmin mulai kembali melangkah ke dalam area rumah Cakra. Kata teman-teman di sekolah, Cakra tak bisa lagi bebas keluar rumah karena sakit. Hal itu membuat dada cewek itu semakin sesak.

Bumantara Berkabut Nestapa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang