Sekali lagi, aku bilang di awal, ini bukan cerita bxb. Ketika ada moment tokoh, itu bentuk kasih sayang antar saudara/sahabat. Karena di semua ceritaku, brothership-nya kental banget ^^
Mungkin di mata orang lain, dia tak lebih dari orang yang irit bicara dan selalu memasang wajah datar. Cowok itu tipikal yang lebih memilih diam, namun tetap mengamati. Itulah Harsa. Sahabat Cakra sejak duduk di bangku SMP. Persahabatan mereka memang tak selama persahabatan Cakra dengan Osean maupun Nero. Namun soal memahami perasaan Cakra, cowok itu juara.
Dan kini keyboardist tampan itu memilih tetap menemani Cakra. Kedua sahabatnya yang lain memilih pulang karena memang sudah malam.
"Cakra, jujur aja sama gue."
Cakra yang baru saja meminum obat antibiotiknya mengerutkan keningnya. Cowok itu menatap sang sahabat dengan raut wajah tanya.
"Lo naksir Jasmin?"
Tepat sasaran. Harsa memang pengamat yang andal. Sejak awal Cakra mendapat bekal makanan dari anak baru itu, Harsa memang sudah mempunyai feeling. Tatapan sang sahabat sangat berbeda. Harsa tumbuh beberapa tahun bersama Cakra, dan ia telah mengenal sang sahabat sangat dalam.
Tak ada jawaban dari Cakra. Cowok itu bungkam. Dalam diamnya, ia sibuk mengatur perasaan dan emosinya agar sahabatnya ini tak melihat sisi kelamnya ini. Namun Cakra lupa, Harsa sudah tahu segalanya.
"Cak, nggak capek pura-pura bahagia?"
Pertanyaan Harsa membuat Cakra kembali mengingat setiap sakit yang ia nikmati, setiap pedih yang sepanjang hidupnya membelenggunya. Dan kini satu lagi luka yang harus ia tanggung. Cinta itu tak seperti yang ada di drama Korea yang sering ditonton Airin. Nyatanya cinta tak selamanya indah.
"Nangis aja nggak apa-apa. Cowok pun boleh nangis. Jangan ditahan, Cakrawala."
Harsa tahu, ada pergolakan batin yang tengah Cakra rasakan. Antara ingin tetap memendam atau meluapkan segalanya. Ada sesak yang mengendap. Dan Harsa ingin Cakra tak menahan semuanya seorang diri.
"Lo bisa luapin semua emosi lo ke gue, Cak. Lo bisa pinjem bahu gue. Allah nggak ngelarang hamba-Nya buat nangis."
Cakra memejamkan matanya, hingga cairan bening itu lolos membasahi pipinya. Bahu rapuh itu bergetar seiring dengan perasaan sesak yang tak terkendali.
"Capek. Capek banget, Harsa. Pengin nyerah."
Mendengar kalimat lirih bermakna keputusasaan itu pun membuat Harsa semakin tak kuasa menahan rasa perihnya. Melihat Cakra yang menangis untuk pertama kali di hadapannya mampu membuat cowok itu ikut merasakan lara yang selama ini Cakra genggam. Apalagi kata menyerah lolos dari bibir sang sahabat.
Harsa pun meraih tubuh sang sahabat. Mengusap punggung ringkih itu dengan lembut. Bibirnya terus menggumamkan berbagai kata penyemangat untuk Cakra.
"Nggak apa-apa capek. Lo berhak buat istirahat, Cakra. Lo boleh pinjem bahu gue buat lo istirahat. Tapi jangan nyerah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara Berkabut Nestapa [END]
Teen Fiction"Cak, nggak capek pura-pura bahagia?" Dalam hidupnya, Cakrawala hidup bagai tanpa beban. Punya keluarga yang menyayanginya, sahabat yang selalu ada untuknya, dan kekayaan yang melimpah. Namun setiap makhluk Tuhan tak pernah menggenggam kesempurnaan...