Btw, aku otw bikin side story Harsa. Kalian yang pengin lihat Heeseung as main character, bisa cek nanti (belum aku up, tapi sesekali cek aja, nggak lama kok)
"Assala'mualaikum wr.wb. Selamat pagi untuk semua siswa SMA Sendyakala. Pagi ini pihak sekolah mendapat sebuah kabar duka. Kabar mengejutkan ini datang dari keluarga salah satu mantan siswa sekolah tercinta kita ... kita telah kehilangan salah satu putra bangsa kebanggaan, Raden Cakrawala Gemilang telah berpulang ke Rahmatullah sore hari kemarin pada pukul 5 sore. Almarhum Cakrawala adalah mantan wakil ketua OSIS yang sangat baik budi pekertinya. Untuk itu, bagi yang ingin melayat, kita akan berangkat bersama setelah dzuhur."
Banyak siswa yang mengenal Cakra sebagai pribadi yang baik. Tak pernah sekali pun cowok itu menyakiti orang. Dan kini sosok itu telah berpulang. Banyak yang kehilangan. Bahkan banyak teman sekelas Cakra yang tak mampu menyembunyikan air matanya. Sosok yang tanpa ragu dan tanpa menggurui selalu membantu mereka saat memiliki kesulitan memahami materi pelajaran itu telah meninggalkan kepedihan bagi mereka.
Di ruang kelas lain, ada sosok lain yang kini terkurung dalam lara. Jasmin mendengar berita duka yang diumumkan Bapak Kepala Sekolah. Saat itu juga perasaannya hancur. Tak menyangka kehilangan ini begitu cepat.
"Jas, yang sabar. Nanti lo ngelayat?" Kia mengusap bahu Jasmin yang kini gemetaran.
Cewek itu tahu sahabatnya tengah berusaha mempertahankan diri agar tak tumbang. Kehilangan cinta pertama tak pernah bisa Jasmin bayangkan akan sesakit ini.
"Kak Cakra, gue, gue--"
Kia tahu Jasmin akan kesulitan membuka suara, maka dari itu ia menginterupsi Jasmin untuk ikut dengannya ke UKS. Akan menjadi tontonan teman-temannya yang lain kalau Jasmin menangis di kelas. Kia hanya tak mau sang sahabat semakin tak nyaman.
Begitu keduanya ada di UKS, isakan itu akhirnya tak tertahankan. Jasmin tak berhenti menggumamkan nama Cakra di sela tangis pilunya.
"Kak Cakra, K-Kak Cakra. S-Sesek banget."
Dalam rengkuh itu, Jasmin meluapkan sesak yang membelenggu. Kabar duka ini baginya lebih menyakitkan dibanding cinta beda keyakinannya. Jasmin tak akan lagi bisa melihat senyum teduh sang terkasih.
"Belajar ikhlas, Jas. Ada gue. Gue sahabat lo bakal terus ada buat lo. Lo luapin aja semuanya ke gue."
***
Untaian doa mengalun merdu di tengah suasana suram rumah megah itu. Mereka yang tenggelam dalam duka tak sedikit pun melempar senyum ketika orang-orang datang untuk memberikan penghormatan terakhir dan ungkapan bela sungkawa. Hanya Danu yang sesekali memaksakan senyum untuk mereka yang datang.
"Bang, muka lo pucet banget. Dari kemarin lo belum makan. Makan dulu, yok?"
Nero berbisik di telinga Harsa yang sejak tadi duduk di sebelah tubuh tanpa jiwa milik Cakra sembari membaca Surah Yasin. Dan Nero kembali harus menelan kekecewaan saat Harsa hanya memberi gelengan lemah.
"Tuhan, tolong kami."
Si termuda tak berhenti memanjatkan doa pada Tuhan. Matanya berpendar melihat para sahabat dan keluarga Cakra yang tampak hancur. Ada Abimana dan Gentala yang duduk di samping Harsa dengan tatapan kosong mereka. Ada Osean yang diam terpaku menatap sahabat yang telah hidup dengannya sejak sama-sama memakai popok.
"Dek, kamu duduk sini."
Viola membimbing putranya untuk duduk di sampingnya. Tangannya merangkul bahu rapuh itu sembari berbisik lirih.
"Sabar, Adek. Cakra pasti udah bahagia. Kita doain terus aja. Kalau lagi di gereja, jangan lupa doain juga buat Cakra, ya?"
Mata Nero kembali basah. Menjadi sosok yang berusaha tegar membuat dadanya sesak luar biasa. Kedua sahabatnya jauh lebih hancur. Begitu pun Gentala, Abimana, dan kedua orang tua mereka. Nero ingin menjadi sosok kuat untuk mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara Berkabut Nestapa [END]
Dla nastolatków"Cak, nggak capek pura-pura bahagia?" Dalam hidupnya, Cakrawala hidup bagai tanpa beban. Punya keluarga yang menyayanginya, sahabat yang selalu ada untuknya, dan kekayaan yang melimpah. Namun setiap makhluk Tuhan tak pernah menggenggam kesempurnaan...