Kebimbangan Osean (pt.1)

480 39 16
                                    

🎧 Fatal Trouble 🎧

★★★

Berhenti nge-band, Cakrawala. Ini demi kebaikan kamu.

Undur diri dari jabatan wakil ketua OSIS, ya, Nak?

Nggak usah ikut ekskul ya. Pulang sekolah langsung pulang aja.

Jangan begadang, Cakrawala.

Cakra menerawang plafon ruang rawatnya dengan pandangan kosong. Pikirannya berkelana. Mengingat setiap kalimat yang keluar dari anggota keluarganya. Semua orang menganggapnya seolah ia adalah jompo yang tak mampu melakukan apa pun.

Homeschooling aja ya, Cakra. Kamu sayang kami, kan?

Dan kini mereka kembali menuntutnya untuk berhenti bersekolah umum dengan alasan kesehatannya. Kebebasannya sudah tak ada. Padahal bersekolah umum adalah cara Cakra hidup normal seperti remaja yang lain.

Cakra belum memberi jawaban atas permintaan mereka. Ia baru saja sadar, dan mereka langsung meminta menuruti kemauan yang membuatnya semakin terbebani. Selama beberapa waktu melamun, Cakra tak sadar air matanya lolos. Bahkan ia tak menyadari ada ketiga sahabatnya yang melangkah ke arahnya.

"Cakra? Lo nggak apa-apa, kan?"

Tepukan lembut Harsa membuat lamunan Cakra buyar. Mengetahui ketiga sahabatnya datang, cowok itu kembali memasang topengnya meski bagi Harsa, Nero, dan Osean semua percuma.

"Nggak apa-apa. Gue cuman mikirin tugas sekolah aja."

Boong banget lo, Bang.

Si termuda mengumpat dalam hati. Nero sangat tahu sahabatnya satu ini ingin selalu terlihat baik-baik saja. Padahal membuka topengnya pun bukan berarti terlihat lemah. Cowok berdarah Jepang itu memilih menelan kekesalannya. Lantas ia duduk di sofa yang telah disediakan sembari membawa buah-buahan di atas nakas rumah sakit.

"Keadaan lo gimana, Cak?"

Harsa pun duduk di samping ranjang Cakra sembari menyibak poni sang sahabat. Ada rasa hangat menyengat saat ia menyentuh kening itu. Di belakangnya ada Osean yang masih bungkam. Matanya tak berani hanya untuk menatap Cakra.

"Masih agak lemes. Tapi gue udah nggak apa-apa." Cakra melukiskan senyum sekali lagi hingga kedua matanya membentuk bulan sabit.

Beberapa detik terlewati, Cakra baru menyadari salah satu sahabatnya sejak tadi belum membuka suara. Keningnya berkerut tak mengerti. Heran dengan keterdiaman sahabat sekaligus tetangganya itu.

"Sean, lo kenapa? Ada masalah?"

Tangan Osean saling meremat di sisi tubuhnya. Pertanyaan Cakra seolah tanpa beban. Padahal ia tahu Cakra tengah menggenggam luka. Mata yang sejak tadi tak berani menatap Cakra kini ia paksa untuk memandang wajah teduh itu. Dadanya sesak bukan main, hingga rasanya ia ingin memukulnya.

"N-Nggak apa-apa kok. G-Gue cuman baru nyadar kalau belakangan ini jauh dari lo."

Cairan bening itu akhirnya lolos dari kedua mata Osean. Bibirnya bergetar. Rasa bersalah yang ia pikul semakin berat ia rasakan. Apalagi saat melihat senyum itu masih terbit di bibir sahabatnya.

Lo bener-bener sahabat yang buruk, Osean.

Osean melangkah pelan untuk lebih dekat dengan Cakra. Mengerti bahwa Osean ingin memperbaiki hubungan persahabatan dengan Cakra, Harsa memilih pindah ke sofa. Rasa kesal itu memang masih membekas di hati, namun Harsa tak mau egois. Melihat Cakra yang tak menaruh rasa benci pada Osean menyadarkan Harsa bahwa sahabatnya itu tak ingin memutus tali persahabatan mereka.

Bumantara Berkabut Nestapa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang