Waktu mengalir seperti biasa. Dan tanpa disadari kedua insan itu kini semakin dekat. Saling bertukar pesan setiap harinya dan terkadang melakukan panggilan suara. Namun ketika bunga yang tumbuh di hatinya semakin bersemi, ada retak yang tercipta di sana. Cakra sadar apa yang ia rasakan adalah cinta. Cinta pertamanya jatuh pada cewek yang belum lama ini menginjak bangku kelas 10.
Cakra tanpa sadar tersenyum saat membaca balasan pesan Jasmin. Cowok itu tengah bersandar di ranjang setelah sebelumnya selesai belajar. Seharusnya ini sudah jam tidurnya mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Namun seseorang di seberang sana yang mengiriminya pesan membuat niatnya pergi ke pulau kapuk menghilang. Relung hati cowok itu menghangat. Bagai mentari yang muncul dari peraduannya di pagi hari, siapapun yang melihat senyum itu pasti akan ikut merasakan kehangatan.
"Lucu banget."
Jasmin hadir dan menetap di hatinya tanpa permisi. Di saat bersamaan, ia harus menelan pil pahit saat kata bersama tak akan ia genggam. Ada banyak alasan ia seharusnya tak mengenal cinta, salah satunya karena sakit menahun yang ia pikul. Tapi juga karena Tuhan yang tak mengizinkan umat-Nya menjalin hubungan tanpa ikatan pernikahan.
"Ya Allah ...," Cakra memegang dadanya yang berdebar, "kata Pak Ustad, jatuh cinta aja tanpa confess nggak apa-apa."
Cakra tahu ini salah. Menurutnya tak seharusnya ia jatuh cinta pada lawan jenis. Namun sekeras apa pun manusia yang tengah mengalami demam cinta sulit untuk menahan perasaannya.
Cowok itu pun meletakkan ponsel pintarnya di atas nakas. Tanpa menyadari Jasmin yang ada di seberang sana kebingungan karena pesannya hanya dibaca. Mata cowok itu masih tak mau terpejam. Dalam benaknya terpikirkan tentang rasa asing yang baru pertama kali ia rasakan.
Ini cinta atau hanya rasa kagum sesaat?
***
Pada akhirnya Cakra baru bisa terlelap pukul 1 dini hari. Jika keluarganya tahu, mungkin ia akan mendapat omelan sepanjang hari. Mata itu terbuka sejak tadi. Namun ia masih dalam posisi berbaring terlentang. Tubuhnya yang sudah dijangkiti penyakit sejak usia dini itu kembali memberontak.
"M-Ma ...,"
Bibirnya bergumam lirih. Suaranya seolah tertahan karena rasa sakit yang membelenggunya sepagi ini. Bahkan ia merasakan sesuatu yang basah dan pekat ada di dalam mulutnya. Napas cowok itu tersengal.
"B-Bang Abi," sekuat apa pun ia bersuara, tak ada yang akan mendengarnya, "sakit."
Tak ada pilihan lain. Cowok itu berusaha untuk berdiri meski tubuhnya seolah berkamuflase menjadi jelly. Kakinya yang gemetaran dipaksa menginjak dinginnya lantai. Selangkah mampu ia lampaui, namun pada langkah kedua, cowok itu ambruk hingga menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga karena ia menjatuhkan bingkai foto yang terpajang di atas nakas. Bahkan keningnya dipaksa harus mencium kerasnya lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara Berkabut Nestapa [END]
Ficção Adolescente"Cak, nggak capek pura-pura bahagia?" Dalam hidupnya, Cakrawala hidup bagai tanpa beban. Punya keluarga yang menyayanginya, sahabat yang selalu ada untuknya, dan kekayaan yang melimpah. Namun setiap makhluk Tuhan tak pernah menggenggam kesempurnaan...