Cakra akhirnya bisa berangkat sekolah setelah berhasil meyakinkan keluarganya kalau ia akan baik-baik saja. Seharusnya ia bisa mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar di hari pertama ia menginjak bangku kelas 11. Namun sakit sialan itu membuatnya harus mendekam di kamarnya selama 3 hari. Beruntung mama dan papanya tak menyeretnya ke rumah sakit.
"Tala, jagain kakaknya, ya."
Cakra mendengkus kesal. "Ma, kebalik. Aku kan yang lebih tua."
Namun baru ia melempar protes ia mengaduh karena Airin menghadiahi sentilan di keningnya. Cowok itu memutar bola matanya malas.
"Tenang, Ma. Kita kan sekelas. Aku bisa jagain Kak Cakra terus."
Salah satu yang membuat Cakra merutuk adalah ia mempunyai adik jenius seperti Gentala yang ambis ingin berada di tingkat pendidikan yang sama dengannya. Bahkan cowok 15 tahun itu rela ikut kelas akselerasi ketika SMP demi mengejar kelas Cakra. Sesayang itu Gentala pada si tengah.
"Bagus. Kalau dia bandel, bilang sama Mama ya."
Inilah yang membuat Cakra terkadang merasa muak. Cowok itu bukan yang termuda dalam keluarga ini, namun perlakuan keluarga padanya seperti bungsu.
"Sipp. Ayo, Kak!"
Gentala menyeret lengan kakak tengahnya dengan semangat. Bahkan cowok itu tak merasa pegal karena terus tersenyum hingga matanya seolah menghilang.
"Tala, gue bisa jaga diri."
"Kak, kalau Kakak bisa jaga diri, harusnya kemarin nggak tumbang. Udah, jangan banyak pikiran. Gue bakal jagain lo."
Jangan banyak pikiran katanya?
Cakra memutar bola matanya malas. Justru perlakuan kelewat berlebihan seluruh anggota keluarganya yang membuat ia banyak pikiran. Namun alih-alih mengeluh, cowok itu lebih memilih diam. Pasrah saja seperti biasa.
***
Begitu Cakra menginjakkan kaki di sekolah, keadaan sudah cukup ramai. Cowok itu melangkah bersama sang adik menuju ke kelas. Di sepanjang jalan ada banyak yang menyapa keduanya, apalagi Cakra mengingat ia adalah wakil ketua OSIS.
"Kak Cakra!"
Langkah Cakra terhenti, begitupun dengan Gentala. Cakra membalikkan tubuhnya. Dilihatnya seorang cewek yang familier di matanya.
Kini cewek itu ada di hadapan Cakra, tengah mengatur napasnya karena berlari pagi-pagi sekali. Jasmin menatap canggung Cakra. Cewek itu akhirnya bisa bersitatap dengan kakak kelas yang sejak hari kedua MPLS memenuhi pikirannya.
"Iya, kenapa, Jasmin?"
Cakra melukiskan senyum untuk sosok cantik yang terlihat lucu dengan seragam SMP-nya.
"Ini bekal buat makan siang Kakak nanti."
Gentala menatap ke arah Jasmin seraya bersiul beberapa kali. Adik kelasnya ini sepertinya menyukai Cakra. Wajar saja bagi Gentala. Sang kakak memang cukup populer. Selain memiliki paras rupawan bak idol kpop, pribadi Cakra memang menyenangkan. Cakra dikenal karena sifatnya yang lembut dan ramah ke semua orang. Bahkan para guru, penjaga sekolah, pemilik kantin pun ikut kecipratan kebaikan sang kakak.
"Makasih ya. Nanti Kakak makan. Kamu sendiri udah sarapan, kan?"
Jasmin mengangguk semangat. Selama 2 hari kemarin cewek itu memang membawa bekal yang rencananya akan ia berikan untuk Cakra. Namun sang kakak kelas tak kunjung masuk sekolah.
"K-Kakak, sebenernya aku niat kasih bekal dari kemarin-kemarin sih. Tapi Kakak nggak masuk."
Cakra tersenyum miris. Cowok itu sakit. Sial baginya memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara Berkabut Nestapa [END]
أدب المراهقين"Cak, nggak capek pura-pura bahagia?" Dalam hidupnya, Cakrawala hidup bagai tanpa beban. Punya keluarga yang menyayanginya, sahabat yang selalu ada untuknya, dan kekayaan yang melimpah. Namun setiap makhluk Tuhan tak pernah menggenggam kesempurnaan...