11~

91 11 1
                                    


^

SUNSHINE

####

Aku kembali merasakan Butterfly era, Purnama yang kini ku panggil dengan singkatan Puma benar-benar boyfriend material yang selama ini aku idam-idamkan. Dalam 4 bulan terakhir ini hampir setiap minggu aku dan dia kencan, semua tempat-tempat cantik dan aesthetic yang ada di kota ini kami kunjungi satu persatu , tentunya 95% pengeluaran ditanggung oleh Puma. Punya pacar adalah gaya hidup yang hemat bagi perempuan.

"Mayla..." panggilnya dengan lembut. Senyum ku merekah mendengarnya, segera aku membantu Puma menata pesanan kami di meja. "Udah  semua ya kak pesanannya," lanjut Puma bersandiwara sebagai pelayan.

"Belum mas, pacar saya belum sampai."

"Oh kalau itu mah biar saya aja yang jadi pacar kakak nya," balasnya yang kemudian duduk di sisi kanan ku.

Kami mulai menikmati makanan kami sambil diiringi dengan obrolan ringan sesaat, karena topik yang Puma bahas setelah makanan utama kami habis begitu berat.

"Bulan depan aku habis kontrak May." Aku meletakan minuman ku, lalu menatapnya dengan kekhawatiran yang tidak aku sembunyikan. "Tapi aku udah aply lamaran kebeberapan perusahaan, dan untungnya ada yang nyangkut, minggu depan aku interview di Jakarta," lanjutnya yang tidak sedikitpun membuat kekhawatiranku berkurang.

Batin ku berdenyut tidak nyaman, inikah yang dinamakan diterbangkan ke langit lalu dihempaskan ke bumi. Padahal aku baru saja merasakan indahnya berpacaran tapi pemberitahuan Puma menariku kembali pada realita.

"Menurut kamu gimana May?"

Aku memahami maksud pertanyaan Puma, "tentang hubungan kita ya?" Dia mengaggguk tanpa menatap ku.

Aku terdiam beberapa saat, otakku tentunya sejalan dengan hatiku, meski terasa sedikit berat untuk memberi jawaban yang sejujurnya.

"Aku ga bisa kalau LDR."

"Ahh..." dia mengagguk seoalah setuju, tapi ekspresinya terlihat kecewa dengan jawabanku. "Kalau boleh tau kenapa ga bisa kalau LDR?"

"Itu pasti bakal nguras banyak banget energi, aku ga mau overthinking." Tatapan mata kita saling terkunci satu sama lain, aku tidak berniat mengalihkan pandangan ku darinya, "apalagi kita baru kenal dalam hitungan bulan, bullshit kalau aku ngomong 'aku percaya sama kamu'."

Dia tersenyum pahit, "iya aku setuju, apalagi kita sama-sama quality time banget orangnya."

"Juga kita sama-sama kurang suka chattingan kan. Kalau misalnya LDR nih, kita pasti jarang chatting , apalagi ketemu langsung lalu fungsi nya aku dan kamu sebagai pacar apa?" Ungkapku menambahkan.

Puma lagi-lagi mengagguk setuju, "akhirnya feeling lonely, terus lama-lama jadi ilang feeling ga sih? Karena yang kita butuhin itu sosok nyata."

"Itu rentan banget buat terjadi perselingkuhan." Alis Puma menekuk seolah tidak setuju dengan perkataanku. Dia menggenggam tanganku dengan usapan ringan, tatapan matanya seolah menunjukan jika pikirannnya tengah bergelut dengan batinnya.

Sebelah tanganku ikut menggenggam tangannya. Sayang sekali ini harus berakhir begini, padahal kita sangat cocok dalam banyak hal. Tapi aku lebih memilih galau berbulan-bulan dibandingkan diteror oleh pikiran burukku sendiri. "Aku bener-bener ga bisa kalau LDR, mungkin setelah ini aku bakal galau berat cukup lama..." karena putus secara baik-baik, batin ku melanjutkan.

LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang