* ~ T I T I P A N ~ *
~=~Aku berjalan beriringan bersama kepala sekolah menuju kelas yang akan aku tempati. Mungkin karena seragamku tampak asing dimata mereka, ditambah berjalan bersama kepala sekolah, menjadikan diriku pusat perhatian beberapa murid yang masih berlalu lalang di koridor.
Ayahku adalah ketua partai politik yang menaungi presiden saat ini. karena itu, aku sering mendapatkan perlakuan spesial dari orang-orang. Contohnya ya kepala sekolah ini yang mengantarkan ku langsung memuju kelas.
Aku tinggal sendiri di apartemen mewah kota ini karena ayahku berada di ibu kota, sedangkan ibuku telah lama meninggal.
Saudara? Aku tidak punya.
Jujur saja aku tidak mengerti jalan pikiran ayah yang menyuruhku pindah sekolah ke kota ini, dengan alasan klasik aku harus mandiri. Padahal sebelumnya aku selalu diperlakukan layaknya tuan putri. Diberi jam malam, melarangku melakukan pekerjaan yang berat, dan kemana-mana selalu dikawal bodyguard, semua kebutuhan yang bahkan tidak aku perlukan selalu ayah penuhi. Lalu dengan tiba-tiba ayah memintaku pindah ke luar kota agar aku mandiri. Aneh bukan?
Tanpa sadar aku menghela nafas saat memikirkan perubahan ayahku.
Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling-- mendapati beberapa murid masih berlalu-lalang di koridor. Berani sekali, apa mereka tidak takut dihukum? Di samping ku ada kepala sekolah loh, tapi ekspresi mereka terlihat biasa saja-- cenderung menatapku dengan penasaran. Padahal bel pelajaran pertama telah berbunyi lima menit lalu.
Melalui ekor mataku, aku meneliti penampilan kepala sekolah. Pakaiannya begitu formal, dibandingkan berwibawa beliau malah beraura menyeramkan. Dia juga terlihat tidak perduli dengan beberapa muridnya yang masih berada di luar kelas.
Layaknya seorang berandalan, sang kepala sekolah langsung memasuki kelas yang pintunya sedikit terbuka tanpa permisi. Aku mengikuti kepala sekolah karena tidak mau berdiam diri diluar layaknya orang dungu.
Suasana kelas sebelumnya hanya terdengar suara guru yang menjelaskan mata pelajaran, kini jadi senyap. Guru mata pelajaran itu mendadak ketakutan akan kedatangan kami-- lebih tepatnya Mr. Handeston. Wajah tua nya terlihat pucat dengan keringat dingin yang mulai bermunculan di pelipisnya. Dia seperti melihat setan saja.
Mr. Handeston mengedarkan pandangannya pada seisi kelas, tatapan matanya seolah tengah memberikan perintah agar semua orang di kelas memfokuskan perhatian padanya.
Bukannya memintaku untuk memperkenalkan diri, Mr. Handeston malah mengucapkan kalimat yang bisa dibilang ancaman. "Kuharap kalian memperlakukannya dengan baik dan tidak macam-macam." Suaranya benar-benar penuh penekanan. Kurasa berandalan terlalu rendah untuknya, Dia lebih pantas disebut Mafia yang menguasai daratan Eropa.
Mr. Handeston menoleh ke arahku. "Duduklah di manapun kamu mau," setelah berkata, beliau langsung melenggang pergi.
Pandangan mata mereka mengiringi setiap langkahku. Tempat duduk favoritku adalah barisan kedua, tapi karena sudah terisi semua, dan tidak mungkin aku mengusir salah satu darinya, mau tak mau aku duduk di kursi pojok paling belakang.
Mataku terbuka lebih lebar dari biasanya melihat seorang pria yang tidur di samping kursi yang hendak aku tempati. Kupikir aku tidak akan memiliki teman sebangku karena dari depan pria itu tidak kelihatan sama sekali.
Dia menggeliat terusik akan kehadiranku yang duduk di sebelahnya. Sepertinya teman sebangku ini memiliki kepekaan yang kuat, padahal sebisa mungkin aku tidak mengeluarkan suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE
Short Story18+ Sisi gelap dari cinta. Mereka penuh keegoisan. Cinta berlebihan itu tidak baik. {(Rate:18+) terdapat adegan dewasa, kekerasan, bahasa kasar, gore, fantasi, horor, pembunuhan, dan lain sebagainya.} Tamat di 1-3 chapter. (Ini kumpulan cerpen) C...