02~

1.6K 80 0
                                    

STILL LOVE

2020, April 17
15:00 P.M

"Aku pergi," pamitnya dengan tangan menyeret koper. Dia menghilang dibalik pintu tanpa menoleh sedikitpun. Kuberi tahu, dia adalah pria yang mengucap janji suci dengan ku di altar gereja setahun yang lalu.

Aku benar-benar berharap agar dia tidak pernah kembali lagi. Aku lelah, muak, dengan segala sandiwaranya.

Pernikahan ini menyesakkan, bukan hanya karena tanpa cinta tapi juga dengan paksaan kedua orang tua kami. Tanpa perduli penolakan ku dan Hansel yang sama-sama sudah punya kekasih, mereka tetap memaksa agar kami menikah. Dengan begitu kedua kerajaan bisnis akan bersatu.

Aku berusaha menerima dan menghormati pernikahan ini, yaitu dengan memutuskan hubungan ku dengan kekasihku. Tapi tidak dengan Hansel, dia masih berhubungan dengan kekasihnya. Aku tahu itu karena dia tidak menyembunyikannya dari ku. Hanya dariku.

Kedok pergi untuk perjalanan bisnis sering ia gunakan untuk pergi berlibur dengan kekasihnya. Aku sering menyarankan agar kami bercerai saja agar dia bisa dengan leluasa kembali pada kekasihnya, tapi dia menolak dengan tegas karena bisnis kedua orang tua kami belum menyatu dengan kuat.

Apa aku mencintainya? Jawabannya tentu saja tidak. Karena hatiku sudah aku serahkan seluruhnya pada orang itu, cinta pertamaku dan akan kujadikan sebagai cinta terakhirku juga. Aku benar-benar bersyukur karena tidak mencintai Hansel, aku tidak bisa membayangkan seberapa menyakitkannya jika jatuh cinta pada Hansel.

Semenjak menikah dengan Hansel, aku jadi lebih sering mengurung diri di kamar.

Aku memeluk lututku yang terbalut selimut tebal dengan kepala bertumpu pada kepala ranjang. Mataku tertuju pada langit biru dibalik jendela kamar. Cuaca sore ini benar-benar cocok untuk berkencan.

Andai saja aku tidak menikah dengan Hansel, mungkin sekarang aku sedang berkencan dengannya. Menghabiskan waktu bersama dengan penuh tawa dan binar kebahagiaan.

Sesak.

Dadaku kembali merasakan sesak, hatiku berdenyut nyeri. Air mataku mengalir dengan deras tanpa bisa dicegah. Kupukul dada dengan kuat—-berharap kepahitan ini berkurang.

Tapi rasanya tetap sama seperti setahun lalu, saat dengan terpaksa mengakhiri hubungan ku dengannya.

Aku rindu.. sangat rindu...

Dengan perlahan aku mulai berbaring—- menyamankan diri dibalik selimut. Kututup kelopak mataku dengan perlahan, sambil membayangkan wajah tampannya yang sedang menatapku dengan penuh kelembutan.

Ya tuhan.... ku mohon biarkan aku bertemu dengannya dimimpi karena aku tidak mungkin sanggup jika melihatnya langsung.

*****

^√^•^√^

Sayup-sayup ia mendengar suara isakan seseorang memanggil namanya.

"Nyonya Lily.... Bangun nyonya.... Nyonya Lily... Hiks... Bangun nyonya!"

Matanya terasa berat untuk dibuka, tapi saat merasakan sedikit goncangan di bahu, kesadaran mulai menariknya dari alam mimpi.

"Bik Nur?" Tanyanya heran mendapati ARTnya tengah menangis di hadapannya. Lily beringsut duduk dengan perlahan.

Wanita paruh baya itu langsung memeluknya, "nyonya harus kuat,... hiks... Kenapa di usia semuda ini nyonya harus mengalaminya.... hiks...."

LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang