07~

412 28 0
                                    

°~ THE KISS

Papan pengumuman selalu terlihat ramai sejak sebulan lalu, lebih tepatnya sejak berita kematian Haely tersebar. Orang-orang masih terlihat penasaran karena sampai sekarang kasus itu masih menggantung, wajar sih aku kan bermain rapi.

Mau sampai kepala para detektif itu botak sekalipun mereka tetap tidak akan mengetahui siapa pelakunya. Tidak ada sidik jari lain, saksi, maupun rekaman CCTV, mereka hanya menemukan seonggok mayat yang sudah membusuk dengan bekas cekikan samar di permukaan lehernya. Ah, ada satu lagi yang mereka temukan yaitu jejak darah yang tersisa meski telah tersapu hujan badai, tapi DNA pada darah itu telah rusak karena paman Jhon dengan segala antipasi menyiramkan cairan kimia Erase sebelum mengangkut Ace ke masion keluarga ku.

Tiba-tiba segerombolan orang berdiri di hadapanku yang tengah duduk santai di kursi panjang depan kelasku. Aku berdecak sebal, ini bukan pertama kalinya mereka mendatangi dan mengganggu kegiatanku mengamati orang lain dalam diam.

"Luc, tidak kah kamu merasa gatal duduk berdampingan dengan pengecut sepertinya?"

Aku mengikuti arah pandang Arthur yang menyorot tajam pada Ace duduk di sampingku dengan kepala yang sudah menunduk takut. Lagi-lagi perasaan tidak suka aku rasakan melihat ketakutan Ace pada Arthur, rasanya aku ingin menampar wajah tampannya sambil berteriak 'Kau hanya boleh menunduk takut padaku!' sayang sekali aku belum segila itu menunjukan sifat asli ku di hadapan orang lain.

Aku memilih mengabaikan pertanyaan Arthur dengan melipat tanganku didada. Mereka mulai menjadi parasit di kehidupan damai sekolahku sejak Haely mati. Menyesal telah membunuhnya? Tidak juga, lagipula dengan matinya Haely aku jadi mendapatkan Ace.

Penyesalan mustahil ada dalam hidup ku.

Mereja nanti juga akan pergi sendiri jika di abaikan. Pada dasarnya manusia pasti ada bosannya, begitupun mereka yang selalu merecoki ketenangan ku.

"Hahaha... Lagi-lagi kau di abaikan oleh putri es," ucap salah satu temannya yang membuat teman-teman nya yang lain ikut tertawa.

Iyuh betapa palsunya pertemanan mereka.

"DIAMLAH!" Sentak Arthur dengan kedua tangan mengepal.

Refleks aku mengusap kedua telinga ku. Kenapa sih harus berteriak sekencang itu jika bisa berkata dengan nada bicara standar?! Aku benar-benar benci mendengar mendengar hal bising.

"Bisakah kalian pergi? Keberadaan kalian benar-benar mengganggu."

"Mulutmu terlihat seksi saat mendumel." Perkataan Arthur membuat ku ingin muntah seketika.

"Kau tuli yah?! Aku mengusir mu bukan mendumel."

"Bisakah kalian menyingkirkan Ace si pencundang?" Dia mengabaikan perkataan ku dan malah berbicara pada teman-teman sambil melirik sekilas pada Ace.

Aku benci pengabaian.

"Apa yang kita dapatkan jika mengusir pengganggu acara pendekatan mu?" Si rambut kriting balik bertanya.

"Seminggu makan gratis di kantin."

Wajah teman-teman Arthur sumringah seketika, dibandingkan teman mereka lebih cocok di sebut orang sewaan.

Aku menahan erat lengan Ace karena salah satu dari mereka menarik kasar kerah baju Ace. Aku tahu akan seperti apa akhirnya jika membiarkan Ace di bawa, mereka pasti akan memukulinya di belakang sekolah hingga babak belur, pernah terjadi, dan aku tidak akan membiarkan itu terulang kembali karena aku benci melihat ada luka di wajah tampannya. Hanya aku yang boleh menyiksa Ace, karena aku tahu batasan untuk tidak sampai melukai wajahnya.

LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang