01#

1.9K 109 4
                                    

* ~ T I T I P A N ~ *
#####


Aku menyelinap masuk dan bersembunyi dibalik gelapnya ruangan ini. Katty ku tersayang tengah menangis di sudut kamarnya, dia terduduk di samping nakas lampu tidur dengan cahaya redupnya—-- yang menjadi satu satunya penerangan di kamar ini. Suara yang keluar dari mulutnya yang bergetar terdengar pilu. Dengan tubuh yang hanya terbalut selimut, dia mengadukan perbuatanku pada ayahnya melalui pesan suara. Aku tersenyum segaris akan komunikasi satu arah yang tengah Katty ku lakukan.

"Hiks..... hiks..... A-aku ta-takut yah, aku takut.... hiks, Ben berubah.... Di-dia kasar ke padaku, B-Ben main tangan. Sakit yah, sakit.... hiks... Ra-rambut yang sering ayah usap, di-dia jambak dengan kasar.... Pi-pipi yang sering membuat ayah gemas dia tampar hingga terasa kebas.... hiks.... dia juga mendorong ku dengan kasar... hiks.... Ka-kaki dan tanganku berdarah dan lecet yah....hisk.... Sa-sakit ayah.... Hiks,  A-ayah a-aku tidak mau... Tidak mau tinggal disini, a-aku takut.... Ben..."

Rancauan pilu nya malah terdengar menggemaskan ditelinga ku. Emm... tapi kalau boleh jujur, aku lebih suka dia merancau di bawahku.

'Hahaha sialan! Otakku berubah mesum sejak making love pertama kami,' tawa ku dalam hati.

Aduan Katty pada Ayah sialannya itu tidak sepenuhnya benar. Katty ku tersayang tidak membeberkan semua perbuatan ku—--yang sebenarnya lebih dari itu. Dia melupakan jika aku mencekik dan menidurinya dengan kasar, lalu meninggalkannya sendirian.

Oh, jangan menganggap ku kejam karena aku melakukan itu semua bukan tanpa alasan. Apa yang kulakukan padanya itu adalah hukuman karena dia tidak menuruti perkataan ku.

Aku menyuruhnya menunggu tiga puluh menit lagi agar aku bisa menjemputnya di perpustakaan, karena aku ada urusan di kantor ayahku. Tapi dia malah dengan seenaknya menerima tawaran tumpangan dari teman masa sekolah menengahnya yang kebetulan ada di kota ini. Katanya. Dan yang paling membuatku marah adalah saat sampai di depan apartemen, pria sialan itu melecehkan Katty dengan ciuman paksanya. Aku dapat mengetahui hal itu dari foto dan laporan orang suruhan ku yang selalu membuntuti Katty saat aku tidak bersamanya.

Amarahku langsung berada di puncaknya saat mengetahui hal itu. Tentunya aku bergegas menyelesaikan urusanku untuk menghukumnya. Dan untuk pria sialan itu.... Mungkin besok namanya akan termuat di koran dan berita televisi.

Fokusku kembali tertuju pada Katty saat mendengar suara gesekan benda. Tanpa memperdulikan ketelanjangannya ia menarik koper dari kolong kasur. Bagian bawahku mendadak sesak melihat tubuh polosnya dengan beberapa memar menghiasi. Aku ingin merasakannya lagi dan lagi.

Aku sadar betul jika semakin kesini semakin besar pula rasa canduku padanya. Aku tidak perduli ini cinta atau obsesi, yang jelas semakin lama aku bersamanya, semakin besar pula rasa takutku kehilangan dia.

Kegilaan ini sudah muncul sejak pertama kali aku dan dia bertemu. Aku bahkan harus bermain peran agar dia terjerat dengan ku.

________________________

Aku mengikuti Katty kembali ke ibukota. Dan aku tidak menghalanginya lari dariku untuk pertama dan terakhir kalinya. Kupikir ini waktu yang tepat menunjukkan kebenaran yang akan membuatnya kembali menangis.

Aku yakin dia memiliki pemikiran jika ayah sialannya itu akan melindungi dia dariku. Harapannya itu benar-benar akan menamparnya dan berakhir dengan tangisan pilu yang menggemaskan. Ah, aku jadi tidak sabar menenangkannya.

Kini Katty tengah menyeret kopernya setelah membayar ongkos taksi menuju gerbang mansion ayahnya. Mansion ini memang tidak sebesar dan mewah dengan milik keluarga ku, tapi cukup layak untuk seseorang yang memiliki kedudukan ketua partai politik yang menaungi presiden.

LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang