18 years ago
"Jis...". Panggil seseorang sambil mengusap rambut Jislyn dengan lembut.
"Dimana gue sekarang?". Tanya Jislyn menoleh dengan suara yang lemah.
"Ada di rumah sakit".
Jislyn terdiam sebentar, mengingat kembali apa yang terjadi kenapa ia sekarang berada di tempat ini.
"Ah.. bayi gue?". Rintihnya sambil memegang perutnya yang masih sedikit nyeri.
Irene hanya menunduk. Ia tak berani menatap Jislyn dengan wajah sedihnya. Sepasang matanya yang kuyu itu kembali meneteskan air mata. Lantas ia menggeleng pelan.
"Masih hidup Jis". Kata Irene lirih.
Kali ini sepasang mata Jislynlah yang membulat, karena terkejut dengan jawaban Irene yang ia kira akan membuatnya lega. Tetapi, sebaliknya justru membuat kekhawatirannya terhadap keluarganya semakin besar.
"Kenapa bisa Kak? Bukannya sudah di gugurkan?". Tanya Jislyn lagi sambil memegangi perutnya yang di rasakan sisa-sisa sakit di dalam kandungannya.
Irene kembali menunduk.
"Maaf Jis. Itu semua salah gue. Karena gue gak tega lihat lo kesakitan seperti itu. Darah yang keluar dari kemaluan lo bikin gue panik, di tambah juga lo pingsan. Pikiran gue udah kalang kabut, makanya gue minta sama dukun bayi itu buat gak ngelanjutinnya, akhirnya gue bawa lo ke rumah sakit. Dan dokter justru berhasil selamatin bayi lo". Jelas Irene.Jislyn menghela nafas panjang. Air matanya mengalir lebih deras lagi. Masih terbayang saat-saat yang teramat menyiksa itu. Dan semuanya itu ia lalui hanya karena ingin menggugurkan bayinya. Tapi sekarang justru bayi itu masih hidup dengan tenang di dalam rahimnya.
"Lo beritahu apa ke dokter, gue sakit apa?". Tanya Jislyn dengan bibir pucat bagaikan kapas itu.
"Gue bilang lo pendarahan gara-gara kepleset di kamar mandi". Jawab Irene.
"Lo gak bilang gue mau coba gugurin bayi ini?".
"Nggak Jis. Gue tau diri lah mana mungkin gue jujur, nanti yang ada kita dapat masalah. Umur kita aja masih 19 tahun, gue gak mau terlibat masalah sama polisi".
Jislyn mengacak rambutnya frustasi. Benar yang di katakan oleh Irene, ia tidak mau kasus ini terungkap. Bagaimana pun juga, ia masih berstatus mahasiswa. Ia juga tidak jika orang tua dan abangnya tau kalo sekarang dia tengah berbadan dua dan mencoba melakukan aborsi pada bayinya.
"Jis".
"Iya..".
"Maaf ya?". Kata Irene sambil menggenggam jemari Jislyn.
"Maaf kenapa kak? Lo gak ada salah sama gue. Justru gue yang minta maaf karena gue selalu ngrepotin lo. Makasih ya udah bantu banyak ke gue..".
Irene hanya mengangguk. Tetapi tatapan sendunya masih terlihat jelas dari raut wajahnya yang lelah itu. Karena dari semalam ia menunggu Jislyn, perutnya sama sekali belum di isi makanan. Tetapi itu semua ia lakukan karena ikhlas menolong Jislyn, sahabatnya.
"Gue mau minta maaf karena gue terpaksa harus kasih tau keadaan lo ini ke keluarga lo.. hiks...".
Sontak mata Jislyn kembali membulat. Ia menatap Irene dengan tatapan tak percayanya. Manik matanya juga tak terlepas dari wajah Irene yang menangis sesegukan.
"Kak~".
"Maaf Jis. Maafin gue.. gue gak ada pilihan lain lagi selain gue harus kasih tau mereka. Gue bingung harus gimana lagi, gue cuman takut terjadi apa-apa sama lo. Makanya, gue terpaksa kasih tau mereka buat bantu bayar biaya rumah sakit lo untuk penanganan lebih lanjut. Karena gak mungkin gue harus minta ke orang tua gue, nanti mereka justru bakalan nyuruh gue jauhin lo. Gue minta maaf..".
Jislyn mengusap wajahnya dengan telapak tangannya. Ia kembali menangis, memikirkan bagaimana reaksi papa, mama dan abangnya itu mendengar masalah kehamilannya. Jujur saja, dia tidak mau sampai di benci mereka.
"Jislyn gue minta maaf hiks..".
"Iya gak papa kak. Sekali lagi gue ucapin makasih ya. Berkat lo, gue masih hidup sekarang".
"Tapi ayah lo?".
"Itu urusan gue. Gue bakalan coba jelasin baik-baik sama dia".
"Jelasin apa lagi?!!".
Jislyn dan Irene kompak menoleh ke arah sumber suara dimana asal suaranya berasal dari arah pintu kamar rawatnya. Terlihat di sana papa Jislyn dengan tatapan mata menusuknya dan di belakangnya ada mama dan abangnya, dengan tatapan tajamnya ke arah kedua gadis itu bersamaan.
Jislyn dan Irene di landa ketakutan dan kegugupan. Mereka tidak akan mengira seperti ini jadinya. Mereka hanya menunduk lebih dalam, saat Robbin--ayahnya berjalan ke arahnya.
"Baru juga tadi pagi gue sama papa ribut gara-gara mama nemuin testpack di kamar mandi. Papa juga nuduhnya gue hamilin cewek gue sampai gue harus nangggung malu ke rumah sakit buat buktiin kebenarannya. Tapi, ternyata pemilik testpacknya justru orang yang gak pernah di duga sekalipun sama papa sendiri!". Cibir Daniel dengan nada jengkelnya yang sudah memuncak.
Ya karena Jislynlah ia tak pernah mendapat kepercayaan dari robbin, ayahnya sendiri, yang lebih sering memihak pada adik bungsunya. Robbin bahkan tak pernah melihat Daniel dari sisi dimana ia juga ingin mendapat perhatian lebih dari ayahnya. Sedangkan Jislyn, ia bagai mahkota di keluarganya, menyanjung Jislyn sebagai kebanggaannya karena prestasinya. Jujur itu sangat menyakitkan bagi Daniel yang tak seberuntung Jislyn.
"Udah berapa lama berhubungan sama temennya Daniel?". Tanya Robbin dengan nada dinginnya.
Jislyn masih menunduk, ia memilih bungkam dan tak berani menatap ayahnya
"JAWAB!!!".
"Se-sejak 5 bulan lalu hiks..hiks..". Jawab Jislyn dengan ketakutannya dan tangis yang sudah benar-benar tak dapat ia kendalikan lagi.
"Bukannya gue udah pernah bilang sama lo? Jangan pernah lo deketin dia! Dan asal lo tau!! Dia itu PK! Udah banyak korbannya, buat jadi pelampiasan dari nafsunya. Tapi gue gak nyangka hubungan lo udah terlalu jauh sama dia! Sampai sekarang lo hamil begini!!". Sambar Daniel.
Napas Jislyn tersendat-sendat karena menahan rasa sesak di dadanya karena tangisnya yang begitu keras. Dan ia menyesal, hanya karena lelaki itu hidupnya menjadi menderita seperti sekarang.
"Udahlah pa percuma kita habisin tenaga marah-marah gak jelas kaya gini. Udah biarin aja, mama udah lepas tanggung jawab sama perbuatannya Jislyn. Hati mama sakit, perjuangan kita selama ini di balas hal yang memalukan seperti ini". Kata Resti yang nampak sangat kecewa, lalu ia menarik suaminya untuk keluar dari ruang rawat Jislyn.
Namun berselang setelah beberapa minggu, tak ingin berita buruk kehamilan Jislyn menyebar dan berlarut hingga perutnya membesar. Ayahnya membawa seorang laki-laki yang bersedia menikahi Jislyn. Alih-alih untuk menutupi rasa malu dari kolega dan rekan bisnis ayahnya.
Namun karena Jislyn sudah tak bisa lagi membantah dan mengelak ia hanya pasrah untuk bersedia menikah dengan Seno, bagaimana pun juga Jislyn tidak mungkin bisa menutupi aibnya sendiri. Maka setelahnya, mereka hidup berpindah kota guna berita buruk itu tak sampai di telinga banyak orang.Namun, karena pernikahan yang dari unsur keterpaksaan tak segan membuat Jislyn merasa canggung pada Seno. Laki-laki itu seperti acuh tak menganggap Jislyn layaknya istri pada umumnya. Bahkan tak segan pula, ia menghardik Jislyn karena statusnya bak seorang wanita yang sudah kehilangan mahkotanya, dan seno harus mempertanggung jawabkan hal yang seharusnya tidak ia lakukan. Dan karena hal itu pula, Jislyn hanya diam tak pernah sekalipun membantah Seno, hanya karena ia merasa berhutang budi pada laki-laki yang menjadi suaminya itu.
Hingga akhirnya setelah 9 bulan lamanya bayi yang berada di dalam kandungannya itu lahir. Bayi perempuan dengan anggota tubuh yang lengkap dan sehat. Seharusnya Jislyn menyambutnya dengan kebahagiaan, namun sayangnya kelahirannya membuatnya justru sangat membencinya. Bayi yang di beri nama Elruka itu mengingatkan pada laki-laki kurang ajar yang telah merenggut kebahagiaannya dan menggantikannya dengan penderitaan yang tak akan pernah sirna.
Dan sekali lagi, Jislyn sangat membencinya.
Jislyn benci putri kandungnya!.
Elruka Zidniy Ridhoi.
-Tbc-
Semoga aja masih ada yang mau baca😌
KAMU SEDANG MEMBACA
SHINING (Kawai Ruka)
Fanfiction"Setidaknya ada kala, aku untuk bersinar" - Ruka