39

153 31 4
                                    

"Ruka, gue cinta sama lo".

Ruka lagi-lagi speechless saat tubuhnya kembali di rengkuh erat oleh Jean. Kepalanya semakin di tenggelamkan di ceruk jenjang leher gadis itu.

Sedangkan Ruka, ia masih memilih untuk mengatupkan bibirnya.

"Gue baru sadar, sekarang cuman nama lo yang ada di hati gue". Gumam Jean lagi yang jelas terdengar di telinga Ruka.

"Maafkan gue Jean. Tapi, untuk sekarang gue mau menutup rapat-rapat hati gue. Lebih baik gue sendiri, untuk menghindari dan coba sembuh dari luka yang di ciptakan orang-orang terdekat gue saat ini". Balas Ruka dengan tenang, bahkan ia melepaskan perlahan pelukan Jean dari tubuhnya.

"Iya". Jean mengangguk dan ia tersenyum tipis. "Gak papa itu hak lo buat nolak gue". Tangan bebas Jean menangkup pipi tirus Ruka, lalu di belainya pelan.

Ruka kembali menutup rapat bibirnya. Dan membiarkan Jean terus meneliti bola matanya serta belaian demi belaian yang di berikan oleh cowok itu.

"—terlalu besar memang kesalahan gue". Kata Jean lagi, ia memahami kesalahannya. "Maaf kalau gue mengecewakan. Kebersamaan kita pernah berkesan. Tapi pada akhirnya memang tidak bisa di lanjutkan".

"Maaf Jean. Gue mau sembuhin luka-luka gue dulu. Biarin gue berdamai dengan masa lalu".

"Iya gak papa". Ujar Jean lagi.

Ruka menitihkan air matanya. Tapi dengan cepat ia menghapusnya. Untuk kali ini ia mencoba untuk menegarkan hatinya. Ia tak mau lagi terlihat menyedihkan di depan Jean. Begitupun dengan tujuannya datang ke sini, bukan hanya sekedar permintaan maaf atas kesalah pahaman papanya. Tapi, ia datang juga ingin mengakhiri semuanya. Meminta pada Jean, untuk berhenti berjalan ke arahnya.

"Gue selalu berharap lo akan mendapat kebahagian Ruka. Seperti janji gue kemarin, gue gak akan muncul di depan lo. Dan seterusnya akan seperti itu. Tapi lo harus inget satu hal, gue akan terus berjalan di belakang lo. Gue tau lo akan menolak, tapi itu janji gue". Ungkap Jean sambil mengelus pipi lembut milik Ruka.

Ruka mengangguk pelan. Tangan Jean yang awalnya bertengger di pipi gadis itu kini mulai menyelusup masuk ke ceruk lehernya. Mengelusnya dengan pelan dan memajukan wajah Ruka ke wajahnya hingga kening keduanya pun menyatu. Bibir kecil Ruka di lumatnya pelan, di selingi air mata yang membanjiri aktivitas itu yang bertahan selama 1 menit itu.

Gadis itu tidak memberontak. Justru tangannya pun kini membalas pelukan dari Jean sama eratnya. Jean kembali tersenyum, dan sekali lagi ia melumat bibirnya dengan lembut sebagai wujud perpisahan di antara keduanya.

Berpisah memang jalan keluarnya.

Baik Jean dan Ruka sama-sama harus sembuh dari lukanya. Dan memang tak perlu di sesali, pertemuan keduanya pun adalah sebuah kesalahan. Dan mereka tidak mau semakin melibatkan banyak luka untuk orang-orang terdekatnya.

•----•

Saat ini bersama rasa penyesalan yang kian menyakitkan, Raka menatap lekat gadis cantik yang kini duduk berhadapan dengannya. Tangannya terulur untuk mengusap-usap surai panjangnya. Lalu kemudian turun hingga menyentuh wajah. Kedua matanya berkaca-kaca dan bibirnya bergetar.

Canggung memang, karena mungkin bagi Ruka terasa asing kali pertama bertemu dengan orang yang berstatus ayah kandungnya itu. Gadis itu hanya diam, bingung harus bersikap bagaimana sambil menunggu kalimat pertama yang akan di luncurkan oleh ayahnya.

"Ruka, maafkan papa".

Ruka hanya menunduk. Jujur saja, ia sebenarnya belum siap. Tapi, Jislyn bilang siap tidak siap Ruka harus tau ayah kandungnya kini yang sudah berani muncul. Dan mengakui semua kesalahannya. Meninggalkan Ruka, tanpa ada pertanggungjawaban sebagai seorang ayah dalam hidupnya.

Mereka bertemu di restoran yang letaknya memang tidak jauh dari apartemen Jislyn. Karena bagaimana pun Jislyn tetap harus memantau Raka dalam bersikap pada Ruka dan benar-benar akan menepati janjinya memberikan kasih sayang ayah yang selama ini tidak pernah Ruka dapatkan.

Ruka yang tak kunjung menjawab, sedikit speechless saat tubuhnya kini di rengkuh oleh Raka. Sedangkan gadis itu menatapnya lekat dan tanpa berucap. Tapi, sesuatu mengganjal di hati Ruka. Pelukannya terasa sangat hangat. Pelukan yang tidak pernah Ruka dapatkan dari seorang ayah. Dan ia ini benar-benar terasa sangat tulus.

"Anakku". Ucap Raka sambil kembali mengusap lembut rambut Ruka dengan sayang. "Sekali lagi maafkan papa".

"Pa..papa?". Lirih Ruka dan terdengar isakan.

Tak bisa terbayangkan bagaimana perasaan Ruka. Ternyata selain dari Jislyn, sehangat ini juga pelukan dari papanya. Ia merutuk mengapa tidak sejak ia di lahirkan mendapatkan keduanya, sehingga ia pasti tidak akan melewatkan banyak hal dengan meraka?.

Raka melepaskan pelukannya, mengusap matanya yang turut basah. Hatinya bergetar hebat, saat Ruka memanggilnya dengan sebutan itu. Rasa percaya bahkan masih mengusik di dalam sanubarinya. 18 tahun sudah ia menjadi penjahat untuk putrinya.

"Papa tidak akan bertanya bagaimana nasib kamu selama ini. Karena papa yakin kamu sangat menderita. Apa pun itu, papa benar-benar minta maaf atas kesalahan papa yang menelantarkan kamu". Kata Raka.

"—andai kamu terlahir bukan dari kesalahan yang papa buat. Pasti kamu sangat bahagia di sayang mama mu sedari dulu".

"Sudah jadi masa lalu. Aku sudah maafkan mama". Jawab Ruka yang membuat Raka tersenyum simpul.

"Seandainya dulu papa mau bertanggung jawab. Kita pasti akan jadi keluarga yang bahagia". Raka menghela nafas panjang. "Tapi penyesalan memang selalu di akhir. Entah kenapa papa harus menjadi laki-laki pengecut yang lari dari tanggung jawab begitu saja. Dan sekarang, kamu sudah sedewasa ini papa masih menjadi orang bodoh".

Ruka kembali membungkam. Ternyata tanpa sadar gadis itu kembali terisak. Rasanya ingin ia kembali menjadi anak kecil. Di mana kala ia menangis, baik Jislyn maupun Raka akan memberikan pelukan hangatnya untuk menenangkan. Bukan saat penyesalan yang kini menegur keduanya saat Ruka sudah dewasa, karena luka yang di tanggungnya semakin berat.

"Kamu benci papa?". Tanya Raka.

Sorot matanya sendu karena tangis dari Ruka kini menyesakkan hatinya. Itu bagai mengiris bahkan mampu menghancurkan batinnya. Ruka terlalu lama berdiri sendirian menghadapi dunia kejamnya.

Ruka mengusap air matanya. Ia sama sekali tidak tau perasaannya kali ini. Tentu karena mentalnya sudah hancur terlebih dahulu yang selalu memikirkan sosok ayah kandungnya, sebelum Raka kini datang.

"Aku gak benci". Kata Ruka membalas. "Tapi rasa kecewa tentu ada. Aku harap papa mengerti akan hal itu".

Raka tersenyum kembali. Tangannya kembali terulur untuk mengusap surai panjang Ruka. Entahlah sudah berapa kali, pria itu melakukannya. Namun, sikapnya itu sebagai wujud rasa sayangnya untuk Ruka.

"Papa mengerti nak. Sekali lagi maafkan papa. Papa janji akan mengggantikan rasa kecewa itu di kemudian hari". Ucap Raka dengan sorot mata penyesalannya. "Papa mohon kasih kesempatan untuk papa..".

Ruka kali ini mengangguk kecil. "Akan aku coba untuk berdamai dengan semuanya".

Senyum bangga Raka tercetak di bibirnya. Kagum akan sikap dewasa dari putrinya itu. Seperti harapannya, gadis itu tumbuh dengan baik. Meskipun, lebih banyak hal yang menuntutnya untuk bersikap dewasa sebelum waktunya.

"Papa akan petikkan bintang untuk kamu Ruka. Akan papa buat hidup kamu yang redup itu, sekarang akan bersinar dengan bintang itu".

"—akan papa pastikan, kamu akan mendapat semuanya. Baik mama dan papa akan menyayangi kamu. Dan kamu menjadi putri kecil kita".

-Tbc-

Banyak typo bertebaran 🥴

SHINING (Kawai Ruka)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang