Jean mengepalkan tangannya dengan kuat. Matanya yang memanas, berhasil meluruh sebulir air mata. Setelah kepergian Ruka, pertahanannya pun runtuh. Mata tegas, dingin dan tajam itu berganti dengan tatapan sendunya.
Kalimat-kalimat yang tadi keluar dari mulutnya mampu membuat ia merutuki dirinya. Dengan tujuan agar gadis itu membenci dirinya.
Awalnya Jean tidak sengaja melihat Ruka yang berdiri di depan gerbang rumah Galih, karena ia sendiri di minta untuk datang oleh papanya untuk membicarakan suatu hal. Kemungkinan, Ruka sudah tau dan mencari informasi tentang ayah kandungnya.
Namun, Jean tak bisa membiarkan Ruka bertemu dengan Galih. Ia hanya tidak mau, jika gadis itu justru habis dengan kemurkaan Galih yang memang tidak menerima kehadirannya. Apa jadinya jika Ruka menghadap ke Galih dengan menuntut tanggung jawabnya sebagai ayahnya?. Pikiran itu jelas membayangi Jean.
Tapi, bagaimana pun kalimatnya pada Ruka sangatlah menyakitkan bukan hanya Ruka sendiri tapi bagi siapa pun pasti merasakan hal yang sama. Jean, harus memberikan perlakuan kejam sebagai saudaranya. Dan itu memang harus ia lakukan, karena bagaimana pun baik Jean maupun Ruka harus saling membenci. Guna untuk menghilangkan rasa yang pernah tumbuh di antara keduanya.
"Gue gak tau harus menjelaskannya seperti apa?". Gumam Jean dengan mata kosong lurus ke depan. "Tapi rasanya sakit dan gue gak tau dimana letak lukanya".
Sebulir air mata kembali meluruh. "Kisah gue dan lo belum benar-benar usai. Gue masih berharap ada part dimana kita bisa memperbaikinya sama-sama".
Ia menghela nafas berat. "Tapi gue sadar diri, bahkan setelah gue tau kemustahilan untuk kita bersama. Gue masih berharap kemustahilan itu bisa menjadi nyata".
Jean menutup matanya dengan sebelah tangannya. Air matanya sudah tak bisa ia tahan lagi. Entahlah pikirannya benar-benar sudah sangat kalut. Ia menahan kesesakkannya seorang diri.
"Gue gak bisa Ruka. Gue gak bisa terima lo sebagai saudara gue". Ujarnya lagi. "Perasaan gue beda. Gue gak bisa sayang sama lo sebagai adik. Gue jatuh cinta sama lo. Dan benar, lo harus benci gue".
Cowok itu menghapus air matanya kasar.
"—kalo pun ada kesempatan. Gue gak pernah menginginkan orang lain. Bahkan jika itu orang yang lebih dari lo. Gue akan tetap memilih lo Ruka".
•---•
"Ruka!".
Asa yang tengah sibuk memasak di dapur apartemen harus menghentikan aktivitasnya. Ia segera mematikan kompor, dan berlari menghampiri Jislyn yang baru saja pulang. Ia terus memekik memanggil nama Ruka, dengan raut wajah yang juga terlihat sangat panik.
"Ruka!". Jislyn membuka paksa kamar anak pertamanya itu.
Suasana yang di dapatinya pertama kali adalah barang yang berserakan di sana sini. Kamar itu benar-benar sangat berantakan. Mata Jislyn memindai seluruh ruangan itu namun, sang empu tidak Jislyn temui. Kamar itu kosong. Padahal hari sudah hampir tengah malam. Lalu kemana Ruka pergi?.
"Mama". Panggil Asa di belakang Jislyn.
Wanita paruh baya itu segera menoleh. "Kemana kakak kamu Asa?". Tanya Jislyn panik.
"Aku gak tau ma". Jawab Asa. "Sedari aku pulang sekolah tadi, kak Ruka udah gak ada. Dan sampai sekarang belum pulang".
Jislyn membulatkan matanya. Perasaaan cemas kini menyelimuti hatinya. Ia hanya takut, Ruka pergi untuk mencari Galih. Karena bagaimana pun, Ruka pasti penasaran akan sosok ayah kandungnya.
Tapi, pada kenyataaannya itu semua tidaklah benar. Jislyn telah salah paham, memberikan fakta yang tidak sesuai pada Ruka. Harusnya saat itu Jislyn tetap teguh untuk tidak memberitahukan pada Ruka sosok Galih Atmaja itu.