Jislyn sejak tadi hanya duduk diam dengan pandangan kosong di depan ruang UGD. Sudah 60 menit, tapi dokter yang menangani Ruka belum juga kunjung keluar.
Tak peduli dengan air matanya yang terus merembes keluar, tiada henti hatinya berdoa untuk keselamatan Ruka. Bahkan kedua tangan wanita itu sampai bergetar.
Melihat hal itu, Jean dan Rami yang duduk di bangku besi lainnya juga turut merasakan apa yang tengah di rasakan oleh Jislyn. Perlahan Rami mendekati Jislyn dan berusaha menenangkannya.
Jean sebelumnya memang meminta Rami untuk datang ke rumah sakit. Ia begitu khawatir dengan keadaan adiknya apabila ia tinggal sendirian di rumah. Terlebih, mereka juga meninggalkan pesta pernikahan ayahnya tanpa izin. Dan Jean, tidak ingin terjadi sesuatu kalau Rami di dapati ayahnya ada di rumah.
"Tante tenang". Kata Rami menggenggam tangan Jislyn. "Doa tante jangan sampai putus buat kak Ruka". Tambahnya.
Jislyn menoleh. Menatap lamat-lamat wajah gadis yang di sampingnya. Dengan melihat sorot matanya, membuat ia kini kembali terisak.
Mata Rami, yang jelas sangat mirip dengan Galih. Laki-laki yang telah memberinya kesengsaraan dalam hidupnya.
Betapa bodohnya Jislyn mengasingkan anaknya selama ini hanya karena sebuah kebencian yang di tujukan pada Galih. Ruka harus menerima perlakuan kasar dari ayah tirinya, dimana dulu laki-laki itu yang di minta ayah Jislyn untuk menggantikan sosok Galih yang menghamilinya.
Dan sekarang, Jislyn harus menuai apa yang telah ia tanam sebelumnya. Baru kali ini, hatinya bergetar hebat kala melihat Ruka yang hanya diam saat di perlakukan kejam oleh Seno.
Pintu UGD pun terbuka, mereka bertiga yang sejak tadi menunggu lantas segera beranjak berhambur menghampiri seorang dokter perempuan yang baru saja keluar.
"Ibu Jislyn?". Tanya Dokter menatap Jislyn.
Wanita itu hanya mengangguk.
"Ruka akan di pindahkan ke kamar rawatnya. Keadaannya cukup kritis, karena terlalu lama di bawa rumah sakit. Detak jantungnya benar-benar lemah. Benturan di kepalanya banyak menghilangkan darahnya. Begitu juga luka-luka dalam saya temukan banyak di area punggungnya ". Kata dokter menjelaskan.
Jislyn membengkam mulutnya tak percaya. Kedua kakinya mendadak terasa lemas. Rami yang di sebelahnya dengan sigap langsung memapah di bantu oleh Jean.
"Ruka..". Isak Jislyn kembali menangis.
Jean juga merasa terpukul dengan semua ini. Ia merutuki dirinya, karena terlambat menolong Ruka. Dia tidak menyangka gadis itu akan di aniaya begitu tragis. Ia meremat rambutnya, mengusap kasar wajah risaunya.
"Tapi untung saja Ruka bisa melewati masa kritisnya". Tambah dokter.
Jislyn kembali menatap dokter. Semburat senyum di wajahnya tercipta. Ia mengucap syukur, setidaknya Ruka masih mau bertahan.
"Lakukan apa saja dokter. Selamatkan anak saya..". Kata Jislyn mengguncang lengan dokter dengan tatapan memohon.
"Iya bu sebisa mungkin kami selamatkan anak Anda". Sahut dokter, menenangkan Jislyn. "Tapi, untuk saat ini kami butuh donor darah. Karena stok darah yang sama dengan Ruka, di rumah sakit ini sedang kosong. Kami sedang berusaha menghubungi rumah sakit lain, barangkali ada. Tapi, kalau di antara kalian golongan darahnya ada yang sama dengan Ruka, lebih cepat lebih baik".
"Ambil darah saya dok!". Jislyn merancau ke dokter. "Cepat!".
Dokter tersenyum. "Golongan darah ibu apa?".
"A".
Dokter itu terdiam. Tak lama ia menggeleng dengan pelan. "Maaf ibu, tapi golongan darah Ruka B. Dan hanya orang yang bergolongan darah yang sama saja yang bisa mendonorkan darahnya". Ujar Dokter membuat Jislyn sudah tidak dapat berkata apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHINING (Kawai Ruka)
Fanfiction"Setidaknya ada kala, aku untuk bersinar" - Ruka