19

161 121 11
                                    

🍀🍀🍀


"Kak, tisu nya kak" Ucap seorang anak perempuan kepada Shaka.

Saat ini ia berada di lampu merah menuju pulang ke rumahnya. Melihat anak itu yang dari kecil sudah mencari uang mengingatkannya ketika kecil dulu. Ia yang mencari kerja kesana kemari untuk mendapatkan uang untuk jajan nya.

Mamanya dulu hanya membayar uang sekolahnya saja, tidak dengan uang jajan. Ia harus bekerja menjadi tukang cuci piring di rumah makan, kadang menjajalkan dagangan orang lain, pernah juga ia menjual tisu seperti anak yang berada di sampingnya kini, sebelum seseorang yang baik hati memberi pekerjaan sebagai karyawan di toko roti yang sekarang menjadi miliknya.

"Berapa satu dek?" Tanya Shaka.

"Lima ribu aja kak, murah kak"

"Yaudah kamu hitung semuanya yang kamu bawa sekarang, kakak mau beli semuanya" Ucap Shaka.

"Wahh yang benar kak? Alhamdulillah ya Allah... dari tadi belum ada yang beli satupun kak" Anak itu tersenyum bahagia sambil menghitung tisu yang ia bawa.

"Ini kak, semuanya ada dua puluh buah, jadi dua puluh dikali lima ribu, jadinya seratus ribu kak" Ucap anak itu yang sedikit kesusahan menghitung semuanya.

Shaka mengusap pelan rambut anak perempuan itu sambil tersenyum kepadanya.

"Wihh pintar kali-kalinya ya, kamu kelas berapa sekarang?"

"Aku udah nggak sekolah kak, soalnya kata bapak aku nggak usah sekolah dulu karena bapak nggak punya uang, aku pengen banget sekolah lagi bareng teman-teman" Anak itu menunduk sedih menceritakan hidupnya.

"Maaf ya kakak bikin kamu sedih"

"Nggak papa kak, santai aja"

"Nih uang nya" Shaka memberi tiga lembar uang berwarna merah kepada anak perempuan itu.

"Kok banyak banget kak, kan cuman seratus ribu, ini kelebihan kak"

"Buat kamu aja, ditabung katanya pengen sekolah lagi"

"Makasih banyak ya kak, semoga kebaikan kakak di balas berlipat ganda sama Allah"

"Aamiin... eh udah lampu hijau, kakak pergi dulu ya" Shaka menutup helmnya kembali sebelum menjalankan motornya.

'Keingin pas gue kecil dulu, ternyata masih banyak ya anak-anak yang putus sekolah karna ekonomi' ucapnya di dalam hati.

Ia bersyukur masih bisa melanjutkan pendidikan sambil bekerja. Ternyata benar kita nggak boleh mengeluh dengan masalah yang kita rasakan sekarang, di luar sana banyak orang yang masalahnya lebih besar daripada kita.

Shaka mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit kencang, hari sudah menunjukan pukul tujuh malam. Hari ini begitu melelahkan untuk Shaka, ia ingin segera merebahkan tubuhnya ke atas kasur.

_______________


"Hahaha.... kasian upin nyungsep di sungai" Shaka sekarang sedang selonjoran di sofa rumahnya menonton TV yang menayangkan dua bocah berkepala pelontos sambil memakan kue soes kesukaannya.

Sepulang dari rumah sakit tadi ia langsung berberes rumah dan baru saja selesai. Jam menunjukkan pukul 9 malam.

"Udah tau kakak lo pemarah, masih aja lo berdua nakal, dimarahinkan" Ruang keluarga itu dipenuhi dengan gelak tawa Shaka yang melihat tingkah lucu dua tuyul itu.

UNFORGIVEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang