8

155 117 12
                                    


🍀🍀🍀

Sebuah motor baru saja terparkir pada parkiran sebuah cafe yang tidak terlalu besar.

"Kayaknya ini deh tempat kerja Madha" Shaka melihat bangunan lantai satu yang di depannya dan alamat di tangannya bergantian.

Sebelum berangkat tadi ia meminta alamat tempat kerja Madha dulu.

Kalau ada yang bertanya kenapa Madha tidak ikut saja? Jawabannya karena shaka tidak bisa melihat arwah yang ada di luar rumah sakit, ia hanya bisa melihat arwah yang ada di rumah sakit saja. Jika Madha pergi pun akan percuma juga, ia tidak akan bisa melihat dan berbicara dengan Madha.

Sebutannya arwah aja lah ya biar gampang, hehe😁

Shaka melangkahkan kakinya masuk kedalam cafe tempat Madha bekerja dulu dan di sambut hangat oleh pelayanan yang ada di sana.

"Selamat datang, ingin pesan apa?" Tanya pelayan cewek di sana.

Shaka memesan makanan yang ada di sana, tidak mungkinkan ia datang hanya untuk bertanya saja, kebetulan ia merasa lapar.

Makanan yang shaka pesan tadi sudah habis 5 menit yang lalu. Shaka sampai lupa tujuan utama dia datang kesini saking menikmati makanannya.

"Boleh saya bertanya sesuatu kepada kamu?" Tanya Shaka kepada pelayan yang sudah mengantarkan makanannya tadi.

"Boleh sih kak, tapi jangan susah-susah ya, kalo susah nanti gue nggak bisa jawab" Balas pelayan itu. Sepertinya umur dia lebih muda dari Shaka.

"Aa tidak, saya hanya ingin bertanya tentang seseorang yang pernah bekerja di sini dulu" Shaka berucap begitu formal untuk menjaga image nya sebagai orang yang lebih tua.

"Apa kamu kenal dengan Madhava Renjana?" Sambung Shaka.

"Madhava Renjana ya? Hmmm oohh bang Madha, kenal kok kak, dia dulu kerja disini, sebelum dia meninggal karena sakit" Pelayan itu berucap sendu di akhir.

"Apa kamu tau siapa yang mengurus jasadnya saat ia meninggal?" Tanya Shaka lagi.

"Kalo itu gue nggak tau kak, gue nggak terlalu deket sama bang Madha, karyawan disini juga nggak ada yang deket sama dia"

"Mungkin keluarganya kak, tapi ku rasa ia tinggal di panti asuhan sejak kecil"

"Kalau begitu, kamu tau dimana rumahnya?"

"Kalo rumahnya sih nggak tau" Ucap pelayan itu sambil menggeleng.

"Kalau panti asuhannya apa kamu tau?

"Bentar ya kak. Bim, Bima sini deh sebentar" Pelayan itu memanggil temannya.

"Apa sih manggil manggil orang lagi beresin meja" Sewot pelayan cowok yang baru datang.

"Lo tau nggak alamat panti asuhan tempat bang Madha dulu?"

"Gue tau namanya aja sih, waktu itu gue nggak sengaja dengar bang Madha ngobrol sama bos, kalo nggak salah ingat gue ya, namanya itu panti asuhan Kasih Ibu" Jawab pelayan itu.

"Terima kasih atas informasinya, kalau begitu saya pergi dulu, sekali lagi Terima kasih ya" Shaka pergi setelah membayar makannya tadi, nggak mungkin ia tidak membayarnya nanti dikira Shaka tidak punya uang lagi.

Shaka menaiki motornya kembali menuju rumah sakit, ia harus memberi info ini kepada Madha dan menentukan langkah apa selanjutnya yang tepat untuk diambil.

"Madha, Madha, Madha, keluar cepat!" Panggil Shaka sesaat setelah ia sampai di ruangannya.

"Halo manis, gimana tadi nyari infonya, dapet?" Ucap Madha yang muncul tiba-tiba, ia langsung mendudukkan dirinya disamping Shaka.

"Tadi gue dah tanya-tanya di tempat kerja lo, mereka bilang nggak tau soal itu. Bener ya nggak ada yang deket sama lo di sana, tapi tadi mereka ada ngasih tau nama panti asuhan lo dulu" Jelas Shaka.

"Kalo cuman dapat info itu aja mah lo bisa tanya ke gue, nggak harus ngabisin bensin motor lo aja kesana"

"Ya mana gue tau mereka bakal jawab itu aja, kan lo yang bilang kalo nggak ada salahnya buat mencoba, kalo dari awal gue dah tau mah nggak bakal kesana gue"

"Iya deh iya cantik, nggak usah marah-marah lah, maaf deh kalo gitu ya" Madha mengusap rambut halus Shaka.

Shaka yang diperlakukan seperti itu yang pastinya membuat pipinya menjadi merah merona.

"Pipi lo merah, suka deh gue" Ucap spontan Madha.

Mendengar ucapan itu membuat pipi Shaka bertambah merah. Tidak bisa, Shaka tidak bisa kalau sudah seperti ini.

"Udah ah, minggir" Shaka menepis tangan Madha yang masih mengusap rambutnya dan berjalan menuju meja kerjanya.

"Hari ini sampai disini dulu ya nyari infonya, sambung besok lagi ya cantik. Kerjaan lo pasti banyak banget. Nanti lo kecapean trus sakit, kalo sakit siapa yang bakal bantuin ayang Madha" Ucap Madha dramatis dibumbui dengan gombalan.

"Makasih ya udah khawatirin gue, besok gue bakal pergi ke panti asuhan tempat lo dulu, kalo juga di sana nggak ada info nanti gue lanjut ke rumah sakit tampat lo operasi"

"Aneh aja kalo lo beneran meninggal dan dikubur, mana mungkin arwah lo masih disini, biasanya kalo arwahnya masih disini, tubuhnya itu belum terkubur dengan layak" Sambung Shaka.

"Mungkin aja gue emang belum terkubur dengan baik kan"

"Yaudah deh gue mau lanjutin kerjaan gue dulu ya, kalo besok gue beneran ke rumah sakit nanti gue panggil lo ya di rumah sakit itu"

"Sip deh, gue juga mau pergi deh, mau menyapa para rakyat rakyat gue di rumah sakit ini, semangat kerjanya ya cantik, jangan lupa makan siang, nanti kalo nggak makan ayang Madha nggak bakal sayang lagi"

"Yaudah sana, gue mau kerja" Usir Shaka.

"Bye sayangnya Madha, jangan kangen ya" Setelah mengucapkan itu Madha menghilang dari ruangan itu.

Shaka tidak fokus pada kerjaannya, ia sedang memikirkan sesuatu yang ia rasakan pada hatinya belakangan ini.

Ia senang berasa di dekat Madha, hari-hari yang ia jalani sebelum dan sesudah ada Madha sangat berbeda. Yang awalnya hidup Shaka terlalu monoton, sekarang sudah ada alur yang jelas.

Yang biasanya setiap hari hanya tidur makan kerja saja, sekarang sudah tidak lagi. Apakah ia suka pada Madha? Tidak mungkin ia suka Madha pada pandangan pertama.

"Nggak nggak, gue boleh suka sama dia, dia udah meninggal Shaka" Ucapnya pada diri sendiri.

Belum sebulan ia mengenal Madha, tidak mungkin sebegitu cepatnya ia menyukai Madha.

Jujur saja Shaka senang diperlakukan seperti tadi, di perhatikan, di sayang, di elus. Tidak ada orang yang mengelus rambutnya selain papanya. Madha baik padanya tidak seperti abangnya dulu.

Apa boleh ia suka pada seseorang yang sudah meninggal? Shaka harus menepis perasaan ini, ia menolong Madha karena sudah berjanji kepada dirinya akan membantu arwah yang minta tolong padanya. Ia tidak boleh suka pada Madha.

"Udah deh mikirin itu, sekarang kerjain aja kerjaan lo shaka" Lagi-lagi ia berbicara pada dirinya sendiri.

Ia belum pernah suka pada orang sebelumnya, dan kenapa sekalinya suka pada orang yang sudah meninggal. Sungguh tragis kisah percintaan seorang Alyan Shaka.




🍁🍁🍁
Jangan lupa pencet ⭐
Bye 👋

UNFORGIVEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang