29

38 25 20
                                    

🍀🍀🍀

Pemakaman Madha sudah selesai beberapa menit yang lalu, hanya dihadiri Aidan, Zaki, Agam dan beberapa pihak panti tempat Madha di besarkan dulu.

Mereka semua sudah menceritakan semuanya kepada pihak panti, mau bagaimana pun juga keluarga panti harus mengetahui tentang masalah itu.

"Ternyata lo ganteng juga ya bang, pantesan kak Shaka suka sama lo" Zaki melihat bingkai foto yang disandarkan pada nisan Madha.

"Semoga lo tenang di sana ya bang, sudah cukup penderitaan lo di dunia" Sambung Zaki.

"Bang, walaupun kita belum pernah ngobrol, gw tau lo pasti orang baik, tenang di samping tuhan ya bang"

"Dha, maaf gw nggak bisa bawa Shaka ke sini, dia masih belum mau bangun"

"Kami semua pamit dulu ya, lain waktu gw bakal ngajak dia ke sini"

Sudah sekitar 5 hari Shaka tak kunjung membuka matanya. Benturan di kepalanya membuat tubuhnya syok, untung saja ia tidak dinyatakan koma kembali.

"Dek, kamu masih belum mau bangun ya? Udah dong tidurnya"

"Iya nih kak, lama banget tidurnya, nggak kangen apa sama kegantengan Agam ini?"

"Huek...mau muntah gw dengernya, yang ada tambah nggak mau bangun kak Shaka ngeliat lo"

Beberapa hari ini Aidan menjadi suka menggenggam tangan Shaka, tak pernah ia lepaskan selain untuk makan dan ke kamar mandi. Mungkin ini faktor tak pernah menggenggam tangan adiknya, ia ingat terakhir dirinya menggandeng adiknya saat umur 10 tahun, sekarang dirinya sudah menginjak kepala tiga tahun depan.

Selama itu lah ia tak pernah merasakan gandengan tangan seorang adik, ternyata dirinya begitu jahat. Aidan yang larut dalam pikirannya tersadar genggaman tangannya dibalas.

Dengan muka yang terkejut ia segera menekan tombol yang berada di dinding atas kepala Shaka. Perlahan sepasang mata itu terbuka menyesuaikan diri dengan cahaya ruangan, melihat sekeliling dengan tatapan bingung. Dokter masuk bersama dengan beberapa perawat.

"Syukurlah keadaan pasien sudah stabil, tidak ada yang perlu hal yang mengkhawatirkan sekarang, jika nanti merasakan pusing itu hal yang wajar akibat benturan dan juga untuk kaki kirinya untuk tidak banyak gerak dulu agar cepat pemulihannya, saya izin keluar dulu ya, cepat sembuh dokter Shaka" Jelas sang dokter.

"Te-terima kasih, d-dokter" Balas Shaka sedikit serak.

Dokter keluar berbarengan dengan Shaka yang memanggil abangnya.

"B-bang... ha-us"  Dengan gerak cepat Aidan mengambil air yang ada di atas meja samping brankar.

"Yeyy... kak Shaka udah bangun"

"Berisik lo bocil" Zaki mengetuk pelan kepala Agam.

"Madha?"

Seakan mengerti maksud dari ucapan Shaka, Zaki mendekat ke arah Shaka.

"Iya kak, pemakamannya 2 hari yang lalu, maaf nggak nungguin lo bangun kak"

"Nggak papa, dia juga udah lama pengen itu, nggak baik ditunda-tunda mulu" Raut wajah Shaka menggambarkan kesedihan, kecewa, dan marah, namun di lain sisi ia juga senang karena Madha sudah mendapatkan yang ia inginkan.

Agam mengelus pelan bahu Shaka dan tersenyum simpul, diantara yang lain dirinya lah yang paling perasa, saat pemakaman Madha kemarin saja ia yang tangisannya paling keras.

_______________


"Kakinya jangan banyak gerak dulu bisa nggak"

UNFORGIVEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang