Episode 01

118 6 0
                                    

Nama ku Minatozaki Sana, perempuan keturunan jepang dan korea selatan, namaku di ambil dari marga ayah ku, Tuan Minatozaki, tetapi karena pekerjaan ayah yang menuntun ku untuk tinggal di korea selatan itulah mengapa aku bisa besar di negara yang terkenal dengan gingseng nya.

Entahlah apa yang aku ketik disini akan di baca banyak orang atau tidak yang jelas aku ingin membagi pengalaman hidup ku bertemu seseorang yang menjadi peran penting di hidup ku kali ini, tidak hanya dirinya bisa membuat aku jatuh cinta, tapi dirinya bahkan membuat aku seorang gadis yang di kurung oleh ayah nya di rumah akhirnya bisa kuliah merantau di luar kota, itu berkat gadis yang akan aku ceritakan kepada kalian.

Gadis berambut panjang, berwarna pirang dengan halus dan lurus nya rambut milik nya, mata nya yang indah berwarna coklat terang jika langsung mengenai sinar matahari, terpancar sinar yang tak biasa dari mata nya.

Sebenarnya aku tak siap jika harus menceritakan cerita ini lagi, karena cerita ini menyimpan banyak arti untuk kehidupan ku, seakan tanpa nya aku tak bisa menjadi diriku yang sebenarnya bahkan hingga hari ini aku masih butuh sosok dirinya, walau rasanya masih menyakitkan mengingat moment itu, tapi baiklah aku akan mencoba menuangkan semua nya di tulisan ku ini.

Semoga kalian menyukai nya, sebenarnya pertemuan pertama kami terdengar tak masuk akal dan seperti memang sudah takdir tuhan, saat itu aku dipertemukan oleh nya di sebuah pulau terpencil di dekat pulau Jeju.

*

*

*

6 Tahun yang lalu.

Ombak air laut menghantam kedua kaki ku yang kala itu sedang duduk di pesisir pantai saat matahari masih tinggi di atas kepala, aku duduk diatas pasir hangat karena sinar matahari yang langsung menghangatkan sang pasir, membuat saat aku menduduki nya masih terasa hangat.

Lalu tanpa melakukan aktifitas apapun, pandangan ku hanya menatap lautan lepas tanpa berkedip sedikit pun, alias aku terlamun lama memandang biru air laut, tanpa memperdulikan sang laut mengibaskan airnya ke jari-jari kaki ku.

Ditempat ku tinggal, tepatnya rumah yang depan nya langsung pantai tergerai, memang sepi penduduk bahkan benar-benar jarang sekali aku melihat orang sejauh mata memandang, karena ayah ku sengaja membesarkan aku agar tidak seperti anak remaja nakal jaman sekarang, jadi dia memutuskan untuk mengurung ku di tempat indah ini, walau indah tetap saja rasanya seperti di penjara.

Tapi di pandangan ayah ku, ini di lakukan agar aku tak termakan pergaulan bebas yang membuat aku akan jadi manusia nakal suatu hari nanti, dia menamakan melindungi anak kesayangan nya yang memang cuma satu-satu nya aku anak yang dia punya, tapi apa aku tidak bisakah punya aktifitas lainnya? Seperti bergaul pun tak boleh, sebentar lagi aku akan menjadi robot yang tak akan mengenali dunia luar, selain belajar.

Jika saja aku tau caranya berenang dan bisa berenang, sudah ku sebrangi lautan luas ini cuma agar aku tau dunia selain ditempat ini.

Aku hanya menatap kamar ku setiap pagi membuka laptop lalu turun ke ruang makan jika lapar dan jika sudah bosan aku akan kepinggir pantai ini untuk menjernihkan pikiran ku dari rasanya penjara di dalam rumah, itu juga perlu perdebatan panjang lebar sampai ayah mengizinkan aku untuk keluar walau hanya sekedar menatap pantai, yah begitulah hidup ku tak ada warna lain selain abu-abu.

Semakin lama aku terlamun tak terasa matahari sudah turun hingga dirinya akan tenggelam bersama air laut yang siap menelan nya, burung-burung berkicau membentuk kawanan nya terbang bersama-sama menjemput sang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam.

Angin mulai berhembus kencang hingga meniup rambut ku hingga terdang mengenai hidung, langsung aku menyela rambut ku agar mereka terbang pada tempatnya, aku masih menatap matahari, kala itu walau sedikit warna yang bisa ku lihat saat ini hanya lah saat matahari terbenam di sore hari, aku bisa melihat warna oranye nya hingga memantul di lautan saat dirinya akn tenggelam.

Tapi selama aku memandang, karena hanya itulah satu-satunya warna di kehidupan ku, tanpa sadar matahari sudah tenggelam seutuh nya hingga kini malam hari muncul, bulan purnama kali ini menggantikan posisi sang matahari yang tenggelam di tengah laut sana, cahaya bulan juga menemani ku saat malam sendiri, walau dingin mulai menusuk kulit ku, tapi tak perduli, daripada terkekang terus seharian dirumah, lebih baik aku tertidur disini untuk mencari suasana baru.

"Hey, kau tak pulang?" Suara seorang perempuan, kemungkinan dari samping kanan ku, lalu aku penasaran menoleh kearah kanan, sudah berdiri seorang perempuan seumuran ku.

"Eh?" Aku terkejut, tak biasanya ada seseorang berada di pantai ini, karena pantai ini benar-benar jauh dari pemukiman tapi dia, ada maksud apa dia jauh-jauh kesini?

"Aku tau kamu terkejut, tapi aku kesini karena memang biasa nya memandang bulan saat sendiri itu akan selalu membuat ku tenang" Suaranya tenang, diikuti senyuman yang melingkar di seluruh wajah nya, aku bisa menebak hidupnya sangat berwarna.

Aku tak menjawab karena tak tau harus menjawab apa, kali pertama aku bertemu orang yang mengajak ku berbicara selain keluarga ku dan para pelayan dirumah, aku gemetar entah ini adalah rasa takut atau rasa senang tapi yang jelas, saat ini aku tak tau harus melakukan apa, hanya bisa menatap dirinya, memastikan perempuan itu bukan hantu.

"Mwoya?" Keluh nya, mungkin agak risih, aku terus menatap wajahnya. "Hahaha, kamu lucu yah..." Perkataan nya terhenti, sepertinya dia ingin memanggil nama ku tapi tanpa dia tahu siapa sebenarnya nama ku.

"Sa....Sana" Lanjut ku, melanjutkan ucapan nya.

"Sana itu nama mu?" Berbeda dengan ku, dia berbicara ringan sekali seperti sudah biasa dengan aktifitas itu, seperti mengobrol dengan orang baru atau semacam nya.

"Nama yang bagus" Dia kali ini melirik-lirik sekitar, seperti nya sedang menikmati pemandangan sekita, masih dengan senyuman terukir terus diwajah membuat aku terus memandang nya jelas terlihat dari wajah perempuan itu dirinya selalu di ikuti keceriaan, aku iri dengan nya.

"Tapi a...aku tak pernah melihat mu disini" Lagi dan lagi cara bicara ku seperti orang gugup walau sebenarnya berusaha memecahkan suasana yang sempat hening sebentar, masih menatap perempuan di depan ku.

"Memang kamu selalu disini?" Tanya nya berbalik, lalu aku memutar otak untuk mengingat waktu aku selalu di pantai ini selalu saat siang hari hingga sore dan dia akan balik ketika sudah puas melihat matahari yang sudah terbenam

Lalu aku mengangguk "I...iyah, ten...tentu saja, tapi setelah sore aku sudah balik" 

"Pantas kita tak pernah bertemu, aku selalu kesini setiap malam hari Sana" Perempuan yang memiliki rambut pirang yang saat ini tengah bersandar pada lengan nya yang menopang tubuhnya, masih memandang bulan purnama yang sedang bulat sempurna diatas sana.

Dia benar, bagaimana kita bisa bertemu jika aku sudah seperti matahari dan dirinya seperti rembulan, tak akan saling bertemu. Tapi sekarang kami berdua bertemu, mungkin hanya sebuah kebetulan, wajah ku yang sudah puas melirik perempuan yang masih tak ku kenal namanya, langsung ku paling kan ikut menatap rembulan di langit yang hitam.

Hening kembali terjadi, tak lagi ada perbincangan di malam yang semakin dingin itu, hanya kami seperti terlihat berkomunikasi tapi hanya lewat batin satu sama lain, tak ada yang bisa menyampaikan hanya bisa dipendam. Begitu juga dengan ku, banyak pertanyaan yang ingin aku layangkan, tapi apa daya, aku terlalu lemah untuk mengawali percakapan.

*

*

*


Hai, guys admin disini... 

Perhatian cerita ini hanya fiksi belaka yang guys, cerita ini hanya untuk senang-senang aja, I hope you all enjoy. See you next episode bye guys.

Her story is my pastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang