Episode 03

25 3 0
                                    

Terlentang tubuhku diatas kasur kamar sambil mendengarkan earphone yang sudah terpakai di kepalaku entah sejak kapan, hanya melamun sambil menatap dinding-dinding atap kamar yang hanya disini warna putih dan lampu bulat yang tergantung indah ditengah putihnya dinding, tapi lampu itu ku matikan selalu jika berada di siang hari, karena akan selalu membuat mataku sakit karena sinar matahari memantul masuk melewati jendela menambah terang ruangan ini, terkecuali jika langit sedang mendung.

Lagu Cactus dari girl group terkenal saat ini terdengar jelas ditelinga ku, walau sebelum nya seluruh lagu di playlist ku sama sekali tak terdengar di kepala ku karena pikiran ku yang terlalu berisik, tapi kali ini dari bait pertama aku mengamati dengan jelas setiap liriknya dengan kehidupan ku.

Naneun ajik eorigo hannat jageunai
Eoneu han got didil su eomneun nan ama nan
(Aku masih mudah dan hanya seorang anak kecil
Aku yang tidak bisa menginjakkan kaki di mana pun mungkin akan)

Beotyeobwado tto naneun deo gipi hemaeeo honja seoseo
Galsurok naege tto dareun geopdeuri jarihae eoseo ppalli
(Bahkan ketika aku mencoba untuk menanggung nya, aku mengembara lebih dalam lagi, berdiri sendiri, Seiring berjalan nya waktu, banyak ketakutan terjadi dalam hidupku, dengan cepat)

Oh, save me, oh, save me
Namgyeojin igose na hollo deoneun andwae
Oh, save me, oh, save me
Memareun gasin neol jjireuji aneul teni
(Oh, Tolong aku, Oh, tolong aku
Aku sendirian ditempat ini aku ditinggalkan, Aku gak bisa melakukan ini lagi
Oh, Tolong aku, Oh, Tolong aku
Duri keringku tak akan menusuk mu)

Naega meonjеo neoreul chajagandamyeon dasi nal еorumanjyeo jwo
I'll be fine
I'll be fine
(Jika aku pergi mencarimu lebih dulu, tolong belai aku lagi
Aku akan baik-baik saja
Aku akan baik-baik saja)

Lirik demi lirik tak hanya aku dengar kadang aku nyanyikan, rasanya seperti menyanyikan kehidupan diri sendiri yang selalu berdiri sendiri dan aku gak mau terus menurus seperti ini, tak bisa kemana-mana, tapi jika ayah ku kerasukan sesuatu baru mungkin aku akan diizinkan pergi dari tempat yang membuat ku mual.

"Mwoya??" Kaget ku tanpa mengeluarkan suara, mengelus pipi ku yang basah, apa yang barusan saja terjadi? Aku baru saja menangis, wah ini kejadian langka setelah sekian lama aku tak bisa mengeluarkan emosi ku, walau rasanya tak seperti menangis tapi kenyataan nya pipi ini basah karena air yang berhasil keluar dari ujung mata ku, tak ada rasa hanya rasa heran yang berada di kepala ku.

Bahkan menangis atau sesuatu yang sedih menjadi hal janggal dan tak bisa kurasakan lagi, aku seolah mati rasa ulah pria itu bahkan yang hanya aku bisa rasakan hanya rasa takut akan dirinya, sedari kecil ia mendidik ku.

*Tok tok

Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar ku, reflek cepat, aku bangkit duduk di atas kasur, lalu mengusap seluruh air mata ku sambil pura-pura asik mendengarkan musik gembira, tak ingin menatap kearah pintu, seakan aku tak mendengar siapa yang mengetuk pintu.

"Nona Minatozaki" Ujarnya, bukan. bukan suara ayah karena ayah tak akan memanggil dengan nama depan ku. Pasti Bibi, perempuan yang sudah ku anggap keluarga ku sendiri, bahkan ketika aku kehilangan ibuku sewaktu umur 5 tahun, bibi yang menemaniku, walau setelah ayah cemburu aku lebih dekat dengan bibi daripada dirinya, pria itu menyuruh bibi menjauh dari ku jika tidak dia akan memecat bibi. Selalu saja begitu.

Aku melepas earphone ku, lalu dengan cepat menatap wanita yang cukup tua itu yang sudah melayani keluarga ku hampir 20 tahun, bahkan sebelum aku lahir. Aku lalu menatap nya dengan ceria ketika yang memasuki kamar ku si bibi.

"Bibi" Panggil ku senang, setelah sudah lama sekali aku dia tidak memasuki kamar ku, setelah ayah menyuruhnya untuk menjauhi ku.

"Siang Nona, bibi hanya ingin menyampaikan Tuan Minatozaki sudah pergi, jika nona ingin pergi keluar untuk berjalan-jalan di pantai silahkan, bibi lihat kamu sudah terlihat tidak sehat sudah lebih dari seminggu terkurung di kamar." Ucapnya, berbicara disela pintu kamar ku, wanita tua itu tak berani masuk kedalam kamar.

"Bagaimana dengan ayah?" Takut ku bertanya, karena dia yang menghukum ku tak boleh keluar rumah sebulan karena beberapa waktu yang lalu, tepat di malam hari aku berlari menuju ke pintu keluar, tanpa aku sadari ada ayah sedang duduk di meja makan, lalu dia menyuruh ku masuk kedalam kamar, setelah itu keesokan harinya aku dapat amukan darinya sebelum dia pergi ke kantor dan menghukum ku dengan mengunci ku dikamar dan baru hari ini dia membuka kunci pintu kamar ku.

"Ayah sudah mengatakan kepada bibi dia akan pulang minggu depan karena harus rapat di luar negeri secara mendadak" Jelas Bibi, melihat beliau yang masih memperhatikan ku, dengan senang aku meloncat lalu memeluk bibi, ternyata wanita tua ini masih mengkhawatirkan ku walau ayah sudah sudah mengancam nya. "Nona sudah, aku tak bisa lama disini pak satpam akan menyelesaikan perbaikan cctv didepan kamar nona. Lebih baik nona pergi sebelum cctv dinyalakan.

Akhirnya aku bebas dan bisa bertemu dengan nya lagi.

*

*

*

*

Suara ini, aku rindu suara ini. Suara ombak yang menghantam bebatuan maupun pasir di pinggir pantai yang kala itu sedang mendung karena bulan ini mulai memasuki musim hujan, aku duduk diatas pasir yang tak terlalu panas karena matahari tertutup awan siang itu.

Tapi jika diingat lagi, bukan ini yang aku rindukan ketika aku sudah lebih dari seminggu terkurung di kamar, bukan tentang aku duduk dipantai maupun melihat lautan biru bersih sejauh mata memandang, tapi aku merindukan seorang perempuan yang sampai sekarang aku tak pernah mengetahui namanya. Bahkan aku menamainya dengan si perempuan tofu, karena warna kulitnya sangat putih seperti tahu walau kala itu malam hari mengawali pertemuan kami.

Aku duduk disana sendirian tanpa seorang pun yang terlihat sejauh mata memandang, ditemani awan yang semakin lama terlihat semakin hitam dan gelap, tanda sebentar lagi awan akan meluapkan kesedihan nya dengan meneteskan airnya.

Benar saja tak lama, tetesan air mulai berjatuhan dan menyentuh kulit tangan ku dan disusul tetesan airnya yang menuju entah itu keatas rambut ku ataupun baju ku, sepertinya tidak hari ini, tak mungkin aku menunggu nya saat hujan seperti ini, mungkin si perempuan tofu itu sedang asik menikmati hujan dirumah nya.

"Aku tak tau, kamu juga suka hujan" Suara yang tak asing diteling ku.

Berbalik badan aku, menatap seorang perempuan berambut pirang berdiri tepat disebelahku, bersamaan dengan air hujan yang semakin lama turun semakin deras. Aku menatap tubuhnya dari ujung kaki hingga keatas rambutnya, tak ingin jika ternyata aku salah lihat dan benar saja ini perempuan yang aku rindukan beberapa hari yang lalu.

"A...aku..." Lagi dan lagi, gemetar rasanya bibir ku mengobrol dengan seseorang yang baru.

"Ayo ikut aku bermain hujan. Hujan deras seperti ini cocok untuk bersenang-senang" Ucapnya memotong ucapan ku yang tak jelas.

Lalu dia memberikan telapak tangan nya dengan senyuman dibibir merahnya, walau hujan kala itu sedang deras diiringi angin yang kencang disana, tapi rasanya hangat mendengar suaranya yang sudah lama sekali aku tak mendengarnya, membuat aku ikut tersenyum dan memberikan genggaman tangan ku.

Dia membantu ku berdiri disamping nya persis, di moment ini dia hanya menatap ku dengan senyuman masih terukir diwajahnya menatap ku, kami berdua saling tatap menatap dan tersenyum. Tapi baru saja aku ingin bertanya, badan dan kaki ku diangkat olehnya, seperti diadegan film sambil berlari menuju arah laut.

"YAAA!! TURUNKAN AKU" Teriak ku, tak menduga akan di panggul olehnya, lalu dilemparnya aku kearah laut hingga aku bisa merasakan air asin disana. "HEEHH Asin" Kujuluri lidah karena pertama kali merasan air laut, ternyata seasin ini.

"Hahahaha" Perempuan itu tertawa menatap ku, sukses menjahili ku yang tercebur kelaut.

"Ihh apa yang lucu" Kesal ku memasang wajah masam, tapi perempuan itu bukan meminta maaf tapi tawanya semakin keras.

"Hahaha, kamu lucu Sana" Tertawanya, lalu mulai kembali mendekat kearah ku yang terduduk diair dangkal "Maaf yah, ayo aku bantu berdiri" Dia kembali memberikan tangan nya dan membantu ku berdiri, tapi tak mau kalah kali ini aku menarik nya kedalam laut hingga kami berdua tercebur dilaut yang dangkal dan aku tertawa senang berhasil membalasnya kali ini.

"Yeayy" Aku mengangkat tangan, kemenangan sambil tertawa.





Hai Kpopers, what up?
Semoga baik-baik saja, thank you udah mau lanjut sampai episode ini, ditunggu episode selanjutnya, Bye~

Her story is my pastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang