Episode 18

8 1 0
                                    

Hari-hari terus berjalan tanpa terasa, aku sudah mengurung diriku sendiri didalam kamar selama seminggu ini, tak berniat untuk keluar rumah bahkan untuk bertemu pacarku Jinyoung. Setelah hari terakhir pertemuan aku dengan Dahyun, aku seperti tak punya tenaga untuk bertemu orang hanya ingin terus tertidur, menunggu waktu sampai dia kembali.

Televisi ku nyalakan menggunakan remote, saat ini aku duduk bersandarkan sofa menonton berita yang sedang ramai diperbincangkan, tak sedikit berita yang menyiarkan rumor tentang artis, bahkan ada beberapa berita yang memberitakan tentang kecelakaan dan lainnya. Aku tak perduli.

Channel terus ku gonta-ganti, selagi remote kupencet pengganti nya satu persatu, hingga jari ku tertahan saat melihat kesuatu acara berita yang menyajikan tentang pembunuhan yang berinisal D. "Dahyun?" Sontak aku membuka mulut, melihat seorang perempuan berinisial D baru saja menjadi korban pembunuhan.

Tidak mungkin itu dia. Pikiran ku mulai campur aduk dan memulai skenarionya sendiri, skenario yang membuat ku kembali panik dan cemas, namun saat setelah mendengar dan menyimak berita tersebut, lega aku melihat berita tersebut bukan dari negara ku, melainkan jauh di daerah amerika. 

Semenjak kepergian nya kedua kali nya, aku sadar pikiran ku semakin terbebani dan tak kunjung membuat skenario sendiri, jika suatu hari aku benar-benar akan ditinggal nya seumur hidup dan perpisahan waktu itu benar akan menjadi perpisahan terakhir aku dengan nya. Membuat aku paranoid sendiri.

Handphone ku kembali berbunyi, lagi kali ini aku tak hiraukan, tak penting seseorang menghubungi ku jika hanya menanyakan keadaan ku, aku hanya tak ingin orang lain, saat ini aku membutuh kan seorang Dahyun.

Tapi saat sadar aku diponsel ku tertulis nama ayah disana, aku tak dapat menolak orang tua itu, aku tak ingin dia khawatir jika tau aku tak mengangkat panggilan nya. Tanpa berpikir lagi aku ambil ponsel ku diatas sofa, lalu mengangkat nya.

"Halo. Ada apa Yah?!" Seru ku dengan nada gembira, berusah terlihat baik-baik saja.

"Halo anak ayah, gimana keadaan mu?" Ujarnya, aku rindu suara ayah walau hanya terdengar lewat ponsel.

"Aku baik ayah, ada apa?"

"Tidak ada, ayah hanya mengkhawatirkanmu nak"

"Ayah tenang saja, tidak usah khawatir dengan ku. Aku sudah hampir 21 Yah" 

"Hahaha" Ayah terkekeh, lalu suara ponsel hening sementara. "Tapi mendengar suara mu yang tak seperti biasanya, bagaimana ayah tidak khawatir?" 

"Jika tak ada orang lain yang mempercayaimu, ayah akan selalu mempercayaimu. Jika tak ada orang lain yang mendukungmu, ayah akan selalu mendukungmu apapun keputusan mu gadis ayah." Kalimat akhir ayah, membuat ku tersentuh dan menangis tersedu-sedu, mengingat apa yang terjadi belakangan ini dan aku hanya bisa memendam nya sendirian. Aku memerlukan pelukan ayah saat ini.

Suara tangisan ku tak dapat ku sembunyikan lagi, masih sambil menyodorkan ponsel ketelinga ku, aku menangis disana tanpa mengatakan sepatah kata pun. Hingga aku sadar ayah menunggu aku bercerita didalam ponsel.

"Ayah..." Rengek ku, memanggilnya. "Aku bertemu dengan Dahyun, ayah" Menangis aku, tak tahan mengucapkan nama itu.

"Apakah dia baik-baik saja? Ada apa dengan nya?"

Lalu aku mulai menceritakan kejadian hari itu hingga beberapa hari yang lalu pertemuan terakhir kami kepada ayah, masih sambil menangis selayaknya gadis kecil yang sedang mengadu pada ayah nya. 

"Saat itu aku sadar, kenapa saat Jinyoung melamarku ada perasaan yang mengganjal di hatiku? Aku rasa, karena hatiku masih mencintai gadis itu ayah" Lanjutku, setelah selesai menceritakan rinci pertemuan kami.

Her story is my pastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang