Episode 09

26 3 0
                                    

6 Tahun Kemudian.

Kursor laptop, hanya bisa aku pandangi lamat-lamat sambil duduk dimeja kerja ku, didalam sebuah apartment megah yang ayah sewakan untuk ku, walau ruangan kerja ini, diterangi cahaya yang terang dari pemandangan luar dinding yang berlapis kaca tapi tetap saja sampai kapan pun aku memandangi keluar kaca itu yang terlihat hanya perkotaan Gangnam.

Aku tetap tak dapat melanjutkan tulisan ku, perasaan ini yang menghentikan ku untuk melanjutkan, memori masa lalu yang kembali terekam di kepala ku yang kembali mengingatkan ku ke masa itu.

Aku berdiri dari duduk ku, lalu berjalan lalu lalang, di depan dinding kaca sambil menatap keluar, lalu menatap jam tangan sudah pukul 2 siang, ternyata sudah 4 jam aku duduk di kursi kerja ku, menulis kisah nya yang tak dapat ku selesaikan.

"Selama aku sanggup dan aku masih bernafas selama itu aku sanggup untuk memegang janji ku kepada mu"

"Janjilah kepadaku, kamu akan selalu menemaniku"

Suara itu muncul lagi, ingatan itu mulai muncul dibenak ku. 

Cemas, perasaan cemas tanpa sebab aku dapat merasakan nya kembali, mulai menyerang ku lagi, aku harus berbuat apa? 

Aku kembali berjalan semakin linglung tak tau harus berbuat apa, gemetar badan ku, pikiran ku mulai tak bisa berpikir jernih. Seketika ingatan masa lalu yang menyakitkan kembali hadir diingatan ku, apa aku harus melakukan apa? 

Aku tidak tau. Obat yah, aku harus minum obat, itu yang dokter bilang.

Lalu aku berjalan keluar dari kantor ku, ku banting pintu sudah tak peduli lagi pintu itu tertutup lagi atau tidak, disana aku dapat menemukan pacarku yang sedang asik duduk disofa sambil menonton televisi.

"Sana? Kamu tidak apa-apa?" Bangkitnya, lalu dengan cepat melangkah mendekati ku.

Dengan pikiran yang sudah pergi kemana-mana aku hanya bisa melakukan satu aktifitas saat ini, hanya obat aku mencari obat ku, aku tak bisa berpikir saat ini hanya obat yang aku cari.

"Hey, tatap mata ku" Pria itu mencoba menyadarkan ku sambil memegang kedua pundak ku. "Tenang dulu, ayo lawan sayang. Tarik nafas lalu keluarkan seperti dokter pernah mengajarkan mu" Dia mengajari ku untuk bersikap tenang, menghadapi penyakit yang sedang aku derita saat ini.

Aku mengambil nafas dalam dan mengeluarkan nya terus seperti itu, seperti yang pacarku contoh kan, aku mulai mengikutinya walau rasa cemas terus aku rasakan tapi setidaknya rasa cemas ini lebih ringan dari sebelum nya, lalu aku duduk di sofa didampingi pacar ku yang bernama Park Jinyoung. 

"Sebentar aku akan mengambil obat mu" Lalu dia beranjak dari sana, setelah melihat ku lebih tenang.

Tak lama Jinyoung kembali berjalan menuju kearah ku, dengan sebuah pil dan segelas air putih. "Nih minum ini"

Aku langsung memeluk Jinyoung tak lagi menghiraukan pil yang berada di tangan nya dan gelas yang masih ia pegang, aku langsung memeluk pria yang aku cintai saat ini dan kembali menangis di pelukan nya. 

"A...aku tak sanggup, Jinyoung." Rengek ku dipelukan nya.

"Hey, It's okay , tenangkan dirimu dulu okay." 

*


*


*

"Apa kamu yakin, untuk melanjutkan ini sayang?" Jinyoung berdiri disebelah kursi kerja ku. Setelah akhirnya, aku meyakinkan diri untuk melanjutkan cerita yang dari awal ku mulai, demi menghapus rasa trauma yang ku derita selama 3 tahun ini, hanya ini yang dapat aku lakukan untuk melalui masa sulit seperti ini.

Aku menatap keluar dinding kaca kantor ku, hari sudah malam sekarang sudah pukul 9 malam, setelah beristirahat dan melakukan aktifitas yang mengurangi rasa cemas ku, akhirnya aku mencoba meyakinkan diri sendiri jika semua baik-baik saja.

Laptop kembali ku nyalakan, lalu aku kembali membuka Word yang sebelum nya sudah aku buat dengan judul "Janji Seseorang" Lalu aku kembali dimana halaman baru yang masih kosong dengan kursor yang masih berkedip dihadapan ku.

Aku merapihkan posisi duduk ku, lalu aku merapihkan rambut ku agar melingkar di telinga kiri ku dan meminum segelas air untuk membasahi tenggorokan ku yang kering karena tegang kembali menghantui.

"Aku akan mencoba nya lagi, kali ini akan menjadi chapter terakhir yang mungkin akan aku tulis disini, hanya ini tantangan terakhir ku dan aku harus siap" Ujarku, lalu kembali mengetik di atas laptop milik ku.

*


*


*

6 Tahun yang lalu

Saat fajar, aku dan Dahyun kembali menaiki motornya saat itu hujan sudah berhenti dan inilah waktu yang tepat untuk mengembalikan aku pulang sebelum ayah bangun atau sadar aku sudah tak ada dirumah.

"Apa kamu yakin Dahyun jika aku berbicara dengan ayah ku, aku akan diizinkan?" Tanya ku, teringat kata-kata Dahyun semalam saat kami sudah mulai tertidur, dia meyakinkan ku untuk berbicara empat mata tentang perkuliahan ku.

(Flashback)


Saat itu, saat aku akan tertidur disamping perempuan pirang ini, aku tiba-tiba teringat dengan obrolan kami tentang impian ku yang ingin bebas lalu pergi untuk kuliah, apakah aku bisa dan diizinkan oleh ayah agar dirinya bisa melepaskan ku darinya.

Jika diingat betapa protective nya dia dengan ku, aku tak yakin dia setuju dengan keputusan ku, apalagi jika aku sudah mengatur rencana atau planning nya, dia akan mengatakan jika aku sok mengatur apa yang sudah dia rencanakan yang terbaik untuk ku.

Ah! Tiba-tiba teringat lagi dengannya, aku sengaja ingin menginap disini dan jauh dari pria itu, tapi tetap saja, aku akan terpikir lagi tentang nya, inilah pikiran ku setiap malam yang membuat aku terkadang susah untuk tidur dan memilih tak pernah berpikir tentang impianku, karena pada akhirnya aku harus mengubur impian itu perlahan.

"Hey, apa yang kamu pikirkan Sana? Sudah, ayo tidur" Ucap Dahyun yang sadar aku belum tertidur dan masih tenggelam dalam pikiran sendiri.

"Iyah sebentar lagi aku akan tidur" Jawab ku, mau ribuan kali aku mencoba kalau pikiran ini tetap mengingat apa keinginan ku, aku pada akhirnya tidak akan bisa tidur.

"Kamu memikirkan apa sih? Apa aku boleh mengetahuinya. Siapa tau aku bisa membantu mu?"

"Apa bisa aku suatu hari nanti kuliah, seperti apa yang pernah dimimpi ku dahulu?"

"Kamu pernah dengan jika suatu mimpi bisa jadi kenyataan?" Ucapnya, sambil memejamkan mata nya.

"Tidak"

"Mimpi bisa jadi kenyataan karena hasil dari tindakan mu, jika kamu mau mencoba untuk mengobrol dengan ayah mu, pasti suatu hari mimpi itu akan jadi kenyataan" Jelasnya, walau aku tak yakin dengan kalimat ditengah nya, tapi apa itu ada benar nya?

"Aku tak yakin jika ayah setuju, lagipula kamu tau bagaimana ayah ku bukan?" Sambar ku.

"Kamu pernah mencoba? dan memberitau apa yang kamu rasakan kepada ayah mu?" Tanya nya lagi membuat aku kali ini mengingat ke masa lalu ku.

Bahkan seingat ku, aku terakhir kali berbicara dengan nya, saat ibu masih ada dan kami masih menjadi keluarga bahagia waktu itu dan kala itu juga aku masih belum banyak mengingat, karena umur ku yang masih balita.



(Flashback Off)

Her story is my pastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang