Episode 07

18 2 0
                                    

Matahari tenggelam, menjadi tontonan indah sore ini untuk kami berdua, walau sedikit telat kami sampai disini, tapi tetap saja masih nikmati untuk di tonton. 

Indah nya, tak pernah aku melihat pemandangan seperti ini dari balik rumah ku, sudah hampir 10 tahun aku berada dirumah itu terkurung dan baru saat ini aku bisa melihat moment indah persis didepan mata ku.

Bukan lagi moment matahari yang tenggelam di lautan luas, seperti hari biasa aku melihatnya, namun kali ini matahari tenggelam balik kedua bukit yang berdiri berdampingan, dirinya menyelip di dua perbukitan yang lebih rendah dari gunung yang aku pijak bersama Dahyun.

Kami berdua duduk dibawah rerumputan persis diujung jurang gunung, menatap sang surya tak ada obrolan, kami menikmati moment ini dengan isi kepala kami masing-masing, walau aku tak pernah tau apa isi kepala seseorang perempuan yang kini ku letakan kepala ku persis dipundak nya, namun setelah beberapa cerita yang dia ceritakan tentang masa lalunya, menurut ku beban yang dia pikul lebih banyak.

Tanpa sadar aku sudah menatap wajah perempuan berambut pirang yang duduk disebelah ku "Mwoya? Ada apa Sana?" Ditatapnya aku dengan lekat sehingga membuat kita saling tatap menatap.

"Emm Nan Demo Nai" Reflek menarik wajah ku, kembali menghadap kedepan. Untung Dahyun hanya mengangguk lalu kembali menatap kearah depan nya, keheningan diantara kami pun kembali terjadi.

"Kamu yakin tak mau membicarakan bekas luka mu itu? Aku yakin kamu baru saja ditampar oleh seseorang." Ujarnya, tak berpikir dia akan mengawali perbincangan itu lebih awal, tak tau harus memulai cerita darimana, aku hanya bisa berdiam diri mematung.

"Bukankah jadinya impas, aku baru saja menceritakan masa lalu ku bukan?" Kali ini Dahyun yang menoleh kearah wajah ku, melihat sekilas wajahnya dia akan terus menatap ku hingga aku akan membuka mulut soal itu.

"Huhh Haaahhh" Aku mengambil nafas dalam "Iyah kemarin, hari setelah kita bertemu hingga larut malam, keesokan harinya ayah ku datang memarahi ku, lalu menampar wajah ku hingga terjadilah ini" 

"Ayah mu terlalu over protective. Aku yakin dia bukan sesosok ayah yang baik, jika dia sesosok ayah yang baik, dia pasti sudah membuat mu bahagia dan tak ingin melihat anaknya menangis kesakitan"

Benar, aku seperti tak melihat sosok ayah dari pria itu, jika dia memang ayah yang baik, dia pasti rela melakukan apapun untuk membuat ku bahagia, seperti film yang selalu aku tonton di laptop ku.

Ingatan ku tentang ayah tak pernah indah, selalu saja ingatan buruk tentang nya terlintas di benak ku membuat aku untuk kesekian kalinya menumpahkan air mata, tapi kali ini aku menumpahkan nya dengan menyandarkan kepala ku dibahu Dahyun sambil menatap sang surya yang semakin lama semakin menghilang didepan sana.

Lebih baik jika waktu itu ayah saja yang menukarkan tubuhnya dengan ibu agar nasib ku tak seperti ini, aku seperti anak yang tak memiliki orang tua, bahkan aku tak pernah merasakan kasih sayang dari nya.

"Aku bangga dengan mu Sana" Ujarnya, mengusap kepala ku lembut.

"Ehh?" Ketika aku selalu menyalahkan ataupun merendahkan diri sendiri, tapi dia menyemangatiku.

Dahyun hanya menatapku lalu mengelap kedua air mata ku sambil tersenyum tanpa membalas pertanyaan ku. Aku pun kembali bersandar di pundak nya, suara angin terdengar seperti menyanyikan lagu indah, burung terbang dibawah sana, hari mulai semakin gelap.

"Sana, ayo ikuti aku kita lepaskan beban ini, mumpung sedang sepi" Perempuan dengan mata coklat menyalanya, membuat ku kembali meluruskan posisi kepala ku dan menghadap kearahnya. 

"Bagaimana caranya?" 

"SHIBAALLLLL!!! SEKYAAA" Teriak perempuan yang menggerai rambut pirang nya, lalu aku hanya menertawakan apa yang dilakukan nya.

"Hahaha, tidak ku mohon jangan" Tolak ku, malu tentu saja, aku tak pernah bisa teriak, jika itu terjadi mungkin aku akan menangis lagi.

"Ayolah Sana! Luapkan emosi mu, mumpung tak ada ayah mu, kamu tak lagi bisa meluapkan emosi mu" Dia meyakinkan ku.

"Baiklah" Diam ku mencoba menemukan kalimat yang tepat untuk meluapkan emosi ku "LIHAT AYAH!!! AKU BEBAS KEMANAPUN AKU MAU!!!"

"TUAN MINATOZAKI!!! TAK TAU BERTERIMA KASIH TELAH DIBERI ANAK SECANTIK SANA!!!!" Teriakan Dahyun, membuat ku tertegun diam menatap kearah nya, begitu juga dirinya yang menatap kearah ku dengan senyuman penuh.

"Anak tak tau berterima kasih" itu kalimat itu yang berada di kepala ku saat ini, perkataan ayah ku, apakah benar kata Dahyun seharusnya dia yang berterima kasih dengan ku, tapi mengapa selama ini ayah yang selalu melontarkan kata seakan aku yang harus berterima kasih kepada seseorang yang sudah menyakiti ku.

Tiba-tiba tangan nya mulai menyentuh tangan ku pelan, namun pasti, aku tak menolaknya, tak ingin menolak ajakan tangan nya yang membuat tangan ku dan dirinya saling menggenggam erat.

Wajahku masih terpaku menatapnya, begitu juga dirinya selepas dia dan aku bergenggaman tangan erat, dia menoleh kearah ku, mata ku dan dia saling bertemu, kali ini aku tak bisa melepaskan pandangan mata ku dengan nya, seakan ada sihir yang ia berikan kepada ku, hingga aku tak bisa bergerak.

"Apa ada yang salah dengan ucapan ku?" Kali ini Dahyun berbisik dihadapan ku, hingga nafasnya dapat aku merasakan nya persis diwajahku, setelah aku sadar ternyata jarak aku dan dirinya hanya sebatas jari kelingking ku.

Perasaan apa ini? Jantung ku berdebar kencang, nafas tak beraturan tapi disatu sisi aku nyaman diposisi ini dan berharap dirinya tak melepaskan nya, bahkan aku menunggu apa yang akan dirinya lakukan selanjutnya, aku merasa seperti berada di dalam sebuah film atau pun buku novel yang aku baca, perasaan aneh ini tak henti terus menghantam ku.

"Apakah menurutmu terlalu cepat? Sana?" Dahyun, perempuan itu tak melanjutkan aksinya, ketika aku mulai menutup mataku, dirinya menghentikan langkahnya.

"A...aku tak tau"

*

*

*

Malam tiba, gerimis mulai membasahi tanah milik Nyonya Kim saat aku duduk diteras rumah kayu milik Nyonya Kim yaitu Bibi dari seorang Kim Dahyun, ini rumah nya aku berteduh dahulu dan sesuai janjinya akan mengajak ku untuk melihat patung khas desa di pulau ini, aku sekalian diperkenalkan oleh bibi nya.

"Sana, dimana Dahyun?" Bibi, wanita yang cukup berumur tapi menurut ku lebih tua Nyonya Kim dari Ayah ku, terlihat dari muka dan kerutan di wajah nya, dia muncul dari pintu dibelakang ku lalu duduk disebelah ku.

"Dia bilang sedang berganti pakaian, dia habis mandi keringat tadi setelah lelah menaiki gunung sambil mengangkat ku" Jujur ku, tak terbiasa berbasa-basi.

"Perempuan itu selalu saja terlihat sok kuat" Ledek wanita tua itu, dengan eksperi yang tak kalah menarik, membuat ku sedikit terkekeh melihatnya.

"Tapi Dahyun sering dan senang sekali Sana, bercerita tentang mu. Bibi yakin kamu orang yang sangat spesial untuk nya" 

"Aku harap begitu" Aku tersenyum, menanyakan kebenaran dari Nyonya Kim. Apakah ini yang di maksud Dahyun saat dipuncak tadi? Aku seseorang yang spesial menurut nya.

Walau aku masih belum mengerti apa yang Dahyun lakukan disana, tapi yang jelas itu menimbulkan rasa aneh di dada ini dan rasa getaran tubuh ku saat dia mendekat hingga sangat dekat, namun saat tangan nya menggenggam tangan ku yang ku bisa rasakan hanya rasa hangat dan menenangkan, apakah aku telah jatuh cinta dengan perempuan ini?



Her story is my pastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang