Hanya Luka

32.7K 2.2K 64
                                    

Juni Rania Tanaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juni Rania Tanaka

Juni Rania Tanaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alisa

Saka Aryaatmaja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saka Aryaatmaja

Ya, aku menamparnya. Dan aku sangat puas melakukannya

"Rania, apa yang kamu lakukan?" Seperti yang sudah bisa kalian tebak, pangeran berkuda putihku tersebut dengan cepat memeriksa wanita sundal yang baru saja aku tampar. Tatapannya begitu tajam ke arahku saat dia menemukan bekas jariku di pipi selingkuhannya yang kini berderai air mata.

"Aku menamparnya?! Apa kamu buta, hah? Apa kamu tidak melihat aku baru saja membungkam mulutnya yang seperti sampah itu?" Tidak, jika Saka kira aku akan menciut dengan bentakannya maka dia keliru. Aku sudah melewati tahap dimana aku khawatir membuatnya marah, "kenapa? Nggak suka? Nggak terima? Nih tampar, tampar balik saja kalau nggak terima. Ciiiih dari dulu kan kebiasaanmu, selalu mengutamakan dirinya dibandingkan aku. Begini masih nyangkal nggak mau disebut selingkuh."

Aku mencibirnya, terlihat jelas jika Saka sudah tidak bisa berkata-kata lagi saat akhirnya dia menemui kembali Juni Tanaka yang tidak pernah ditindas oleh siapapun. Ya, aku harus mengingatkan pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suamiku ini siapa diriku. Selama tiga tahun bersamanya aku menempatkan diriku sebagai seorang istri yang sabar, menekan emosiku hingga ke dasar dan menempatkan diriku dengan baik agar layak sebaik seorang Ibu Persit, aku mengalah kepadanya, aku diam seribu bahasa, tapi rupanya diamku membuat Saka ngelunjak.

"Apa yang kalian berdua lakukan itu disebut selingkuh, Saka Aryaatmaja sialan! Kalau memang dari awal kamu cinta sama ni anak pembantu, seharusnya kamu nggak menerima pernikahan kita! Seharusnya kamu kawinin tuh anak pembantu. Saat kamu menikahiku, itu artinya kamu sudah berjanji di hadapan Tuhan untuk mencintai dan menjaga pernikahan kita tanpa ada orang lainnya diantara kita! Tapi apa yang kalian berdua lakukan hah?" Bergantian aku menatap mereka berdua secara bergantian. "Kalian tetap bersama melebihi batas seorang yang berteman. Jika kamu benar wanita baik Alisa, kamu tidak hanya tidak meminta Saka untuk tidak meninggalkanku, kamu akan pergi dari kehidupan Saka. Lakukan itu jika Saka tidak bisa melepaskanmu, biarkan dia bersamaku dan mulai mencintaiku, tidak peduli bagaimana perasaan sialan yang kalian berdua miliki, saat seorang pria menikah, dia milik istrinya. Tapi kamu tidak melakukannya, kan? Kamu tetap disini, merengek dengan berbagai masalah yang kamu hadapi, mengeluh dengan banyak hal, dan bersikap seolah kamu adalah wanita yang paling tersakiti atas pernikahan kami, dengan semua hal itu kamu mau menyebut dirimu berkorban untukku? Tidak, tidak ada yang kamu korbankan. Berhentilah bersikap seolah kalian adalah korban sementara aku adalah perusak bahagia kalian yang seharusnya bersama. Setiap harinya aku mati saat melihat kalian tertawa bersama. Aku tidak pernah merangsek masuk diantara kalian......"

Jangan ditanya bagaimana perasaanku sekarang, rasanya hatiku mati saat melihat mereka berdua ada di hadapanku, aku menatap Saka ingin memperlihatkan kepadanya seberapa besar kehancuran yang dia buat kepadaku. "Kamu yang membawaku masuk ke dalam pernikahan ini, Ka. Aku datang karena kamu dan orangtuamu yang datang memintaku dari orangtuaku, jika aku tahu pada akhirnya kamu hanya akan mencabik-cabikku seperti ini apa kamu kira aku akan mau? Sekarang aku menyerah, silahkan kalian berdua bersama. Itukan yang kalian inginkan? Membusuklah kalian di neraka, kalian tidak akan pernah bahagia."

Aku berlalu pergi, benar-benar pergi tanpa menoleh ke belakang lagi tanpa membawa apapun selain pakaian yang melekat dan juga luka segunung yang entah kapan akan sembuhnya. Bisa aku lihat beberapa tetanggaku keluar dan menatapku penuh penasaran, sudah pasti mereka semua mendengar pertengkaranku, namun aku sudah tidak punya rasa malu lagi. Yang bisa aku lakukan hanyalah tersenyum kepada mereka saat mereka melihatku dengan pandangan yang sedih sampai akhirnya istri dari Kapten Yosef mendekat, dengan menggendong anaknya yang berusia dua tahun, Thalia yang seringkali bermain denganku saat aku kesepian di rumah, wanita asal NTT tersebut memelukku dengan erat.

"Tante, yang sabar ya, Tan!"

Semua orang mendoakan aku agar tetap sabar sementara bisa hidup sampai sekarang tanpa gila saja sudah menjadi hal yang sangat hebat untukku.

"Terimakasih ya Kak selama ini sudah baik ke Juni, tolong sampaikan permintaan maaf saya ke yang lain karena sudah membuat keributan. Saya pamit, kalau ada waktu semoga kita bisa bertemu lagi diluar ya, Kak Rossa."

Wanita cantik dengan rambutnya yang berkilau dan seringkali membuatku iri tersebut mengangguk, dia tahu seberapa dalam lukaku hingga aku memilih pergi meninggalkan tempat yang seharusnya aku sebut rumah, hingga Kak Rossa tidak lagi menahanku lagi saat aku beranjak ke mobilku, sebelum aku memutar mobilku aku bisa melihat Saka terpaku di depan rumah. Dia tidak mengejarku, atau melakukan apapun. Dia hanya diam membisu seperti yang selalu dia lakukan selama ini terhadapku, sungguh satu kejutan tidak melihatnya menemani si prioritas saat aku yakin wanita menyebalkan tersebut pasti menangis dengan semua makian dan hinaan yang aku berikan.

Penyesalan? Aku tidak yakin seornag Saka Aryaatmaja memiliki perasaan tersebut. Bersamaan dengan perginya aku dari rumah dinasnya aku tinggalkan cinta yang pernah aku miliki untuknya.
Semuanya sudah berakhir, bahkan sebelum aku benar-benar merasakan bahagia bersamanya.

Semuanya hanya luka.

Bersemi Di Ujung PerpisahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang