Cari-cari perhatian

33.8K 1.8K 35
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HolaaaaaSelamat datang di bab acak Bersemi diujung perpisahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Holaaaaa
Selamat datang di bab acak Bersemi diujung perpisahan.
Untuk lengkapnya kisah Rania dan Saka kalian bisa ikuti di KaryaKarsa, Kbm, dan juga playbook ya.
Happy reading semuanya

"Kak Juni, dicariin sama Bang Saka."

Baru saja aku memasuki tenda medis, celetukan Ayudia membuatku harus mengernyitkan alisku keheranan. Mau ngapain Saka pagi-pagi mencariku? Setelah obrolan panjang beberapa waktu yang lalu, suasana hatiku semakin memburuk meskipun aku berusaha keras untuk bersikap baik di hadapannya, seolah dia sama seperti orang lain disekelilingku. Tidak peduli wajahnya yang cemberut karena cemburu aku mengabaikannya seolah dia sama seperti Fabian maupun Bang Yoga.

Biar tahu rasa dia rasanya diabaikan.

"Mau ngapain, sih?" Tanyaku sembari menyisir rambutku yang kini mulai mengering usai aku mandi. Sebisa mungkin aku menghindari waktu bersama dengannya namun saat Saka mencariku sampai menitipkan pesan ke Ayudia, sudah pasti aku tidak bisa mengabaikannya.

Dokter Ayudia yang tengah memeriksa seorang anak kecil mendongak menatapku, "kayaknya Letnan Saka mau ajak Kak Juni buat nganterin beberapa yang sudah bisa pulang deh Kak, tahu sendiri kan kalau sudah banyak rumah yang diperbaiki TNI....."

Jika sudah seperti ini mana bisa aku menghindari Saka, dengan pasrah aku mengangguk, sebagai seornag yang belum memiliki pengalaman khusus sebagai seorang volunteer sudah menjadi tugasku untuk menjadi helper untuk setiap hal yang membutuhkan bantuan. "Baguslah kalau ada yang sudah pulang lagi, berarti semuanya sudah membaik."

Ayudia tersenyum, sepakat dengan apa yang aku katakan, "mereka pulang, dan kita juga akan pulang. Duuuh, kangennya aku sama Mas Dani."

Iya aku tahu Ayudia dan Dani adalah pasangan, sebentar lagi mereka akan menikah, tapi mendapati Ayudia menyebut Dani dengan penuh kerinduan membuatku memutar bola mata dengan malas.

Astaga, dua bucin ini. Tidak ingin Ayudia menyalahartikan raut wajahku aku buru-buru menyingkir, namun tepat saat aku keluar dari Kamp medis, tubuhku menghantam sebuah dada bidang yang membuat hidungku terasa nyeri, nyaris saja aku terjungkal ke belakang jika saja tidak ada lengan yang menahanku.

"Astaga, Rania."

Suara berat yang memanggilku dengan panggilan tidak biasa tersebut membuatku mendongak dengan ngeri. Diantara banyak kebetulan yang ada di dunia ini, kenapa lagi-lagi aku harus bertabrakan dengan calon mantan suamiku? Takdir memang sepertinya hobi sekali mempermainkanku di hadapan seorang yang membuatku terluka.

Disaat aku mati-matian berusaha untuk mengabaikannya, Tuhan justru mendukung Saka untuk sebuah hal yang disebut kesempatan kedua. Ada saja kesempatan yang dimiliki Saka untuk berada di dekatku dengan banyak hal-hal yang tidak terduga.

Tatapannya tepat di mataku, cengkeraman tangannya yang menahanku begitu posesif, penuh kemenangan saat dia menemukan kecerobohanku yang membuatku membutuhkan pertolongannya.

Melihat seringai yang terlihat di wajahnya sontak aku langsung melepaskan tangannya, mundur sejauh yang bisa dilakukan kakiku, dan mencibirnya agar Saka tahu jika aku tidak membutuhkan bantuannya.

"Bisa nggak sih nggak nongol tiba-tiba di hadapan orang! Udah berapa kali coba kamu ngehalangin jalanku! Kebiasaan banget!" Gerutuku tidak mau disalahkan. Prinsip cewek, yang penting marah dulu biar nggak disalahin, perkara siapa yang benar siapa yang salah bisa di atur belakangan.

Saka menyeringai, kedua tangannya kini berada di pinggangnya, mengamatiku dengan pandangan geli sama sekali tidak terganggu dengan rasa sebalku.

"Lahhh, orang kamu yang nabrak, kenapa jadi aku yang dimarahin? Bilang saja kalau mau peluk, Ran." Kedua tangannya yang besar terentang, mengundangku untuk masuk ke dalam pelukannya lengkap dengan pandangan c4bulnya yang membuatku ingin meremas wajahnya yang menyebalkan. "Jangan sungkan kalau mau peluk, nggak dosa kok peluk suami sendiri!"

Kadang aku lupa betapa Saka bisa menjadi tidak tahu malu dalam misinya untuk rujuk, dia benar-benar menanggalkan kesan dingin dan acuh yang selama ini dia tunjukan kepadaku, beralih menjadi pria yang tidak segan mengejar merendahkan harga dirinya.
Kami dulu sama sekali tidak pacaran, dan sikap Saka ini persis seperti ABG yang mengejar-ngejar Crush-nya demi sebuah attention. Alih-alih tersipu aku justru geli sendiri. Saka dan romantisme bukan perpaduan yang cocok untuk dipadukan. Berdecak pelan aku menurunkan tangannya yang besar agar tidak terentang, meskipun aku masih mengingat dengan benar bagaimana nyamannya pelukannya namun aku sekarang tidak tergoda untuk merasakannya lagi. Apalagi mengingat jika Saka juga membagi pelukannya dengan wanita lain, entah apa motivasinya, tetap saja, dia bekas orang lain. Membayangkan tangan itu digunakan untuk memeluk Alisa juga membuat perutku mual sendiri.

"Berhenti bersikap menggelikan, Ka. Sekarang katakan, kenapa kamu mencariku? Bantuan apa yang kamu butuhkan? Harus banget aku? Nggak bisa minta tolong ke orang lain? Sebagai catatan, jika ada orang lain, lebih baik kamu minta tolong ke orang lain saja."

Meskipun Ayudia sudah menjelaskan kenapa Saka mencariku, aku masih bertanya kepadanya, aku hanya ingin menunjukkan kepadanya betapa enggannya aku untuk membantunya meskipun aku sudah bersikap ramah kepadanya.

"Dokter Ayudia nggak ada bilang gitu kalau aku butuh bantuanmu buat nganterin mereka yang kembali ke rumah hari ini? Kayaknya aku sudah ngomong deh sama dia."

Saka dan sikapnya yang menyebalkan, alisnya yang bertaut keheranan seolah dia tengah mencemooh keteledoran Ayudia.

"Ngomong kok! Tapi aku malas pergi sama kamu!" Balasku sembari menyilangkan kedua tanganku tepat di depan dada. "Memangnya nggak ada orang lain kah yang bisa bantu kamu buat data orang-orang yang pulang hari ini? Aku rasa ada banyak orang yang bersedia membantumu. Bahkan disini pun mahluk sejenis anak pembantu itu berkeliaran tidak peduli jika yang mereka goda masih terikat pernikahan." Ujarku mengacu pada para volunteer wanita yang datang setelah tim pertama, dan mereka terang-terangan menunjukkan ketertarikannya kepada Saka, bahkan mereka tidak peduli saat mendapatkan peringatan dari para anggota jika Saka datang kesini dengan istrinya, yaitu aku, yang ada para wanita yang kebanyakan datang sebagai tim medis dan pengajar tersebut justru melayangkan tatapan permusuhan kepadaku.

Di Jawa ada Alisa yang bergelayut seperti wanita yang tidak punya kaki terhadap Saka, dan sekarang disini pun ada banyak mahluk caper yang mencoba peruntungan menarik perhatian Saka. Ckckc, status Istri yang masih diewer-ewer tidak peduli aku menolaknya sama sekali tidak dipedulikan.

Mengikutiku, Saka pun turut menyilangkan tangannya, persis seperti yang aku lakukan. "Apa penolakanmu barusan bentuk kecemburuan, Nyonya Aryaatmaja? Kamu nggak keberatan jika suamimu ditemani wanita lain? Aku berusaha belajar dari kesalahan loh buat nggak deket-deket sama cewek lain. Eeeh kamunya malah mancing-mancing."

Sontak aku melotot, sebal dengan asumsinya yang sangat ngawur, "nggak ada cemburu-cemburuan! Cemburunya udah habis semua ketinggalan di Jawa. Lagi pula siapa Anda, suami saya udah dimakan buaya betina tiga tahun lalu. Jadi nggak usah mimpi kalau aku cemburu. Aku akan dengan senang hati melemparkanmu ke mereka agar aku terbebas dari gangguanmu. Jangankan untuk membantumu mendata mereka yang pulang, kamu ajak ke ranjang saja mereka akan dengan senang hati melemparkan diri."

Deisan penuh rasa terhina terdengar dari Saka. Sudah pasti harga dirinya terkoyak karena aku dengan lantang membuangnya. Tubuhnya yang tinggi sedikit menunduk mensejajarkan dengan tinggiku yang minimalis, tidak ingin mengalah darinya, aku tetap di tempatku, membalas tatapannya, dari jarak sedekat ini aku bisa melihat dengan jelas pria yang sudah berbagi ranjang denganku selama tiga tahun ini, meskipun terlihat lelah namun tetap saja dia memiliki energi untuk menggodaku. Bibir tipisnya bergerak berbisik tepat di depan wajahku.

"Sayangnya aku tidak berminat melemparkan seseorang ke ranjangku selain Istriku sendiri, Rania. Untuk apa aku melirik wanita lain jika istriku sempurna diatas ranjang."

Blush. Terkutuklah Saka Aryaatmaja dengan mulut c4bulnya yang tidak tahu tempat. 

"Jadi berhenti berbicara ngawur dan ikut aku. Aku tidak memintamu sebagai istriku, tapi seorang Komandan pasukan darurat yang meminta salah satu volunteer dari Yayasan yang bekerja sama untuk memastikan jika kami mendistribusikan bantuan yang kalian berikan."

"..........."

"Bahkan Yoga sendiri yang mengusulkan namamu, Rania. Jadi berhenti mengeluh, dan ayo kita pergi!"

Tepat saat Saka berbalik, sungguh aku ingin sekali menghajar kepalanya yang berambut cepak tersebut hingga botak sekalian. Ngeselinnya itu loh, sikapnya terlalu familiar untukku.

Bersemi Di Ujung PerpisahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang