Pertanyaan Bodoh

29.9K 1.9K 52
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HolaaaaaRania sudah bisa kalian baca full Part di Kbm, KaryaKarsa, dan juga playbook loh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Holaaaaa
Rania sudah bisa kalian baca full Part di Kbm, KaryaKarsa, dan juga playbook loh.
Happy reading semuanya.

"Rania, dulu saat kita bertunangan, apa kamu pernah sebahagia dokter Ayudia saat seseorang memanggilmu calon istriku?"


Leherku menegang saat mendengar pertanyaan tanpa tahu malu dari Saka, suapan nasi yang masuk mulutku seketika tertelan, tersangkut di tenggorokan dengan sangat menyakitkan, perlu usaha yang sangat keras untukku bisa menelannya. Betapa bodohnya pertanyaan Saka, betapa minim empatinya dia saat bertanya hal yang sebenarnya sudah dia tahu jawabannya.


Bersama pria yang aku cintai nyaris seumur hidupku, yang menjadi pengisi mimpiku selama bertahun-tahun, yang kini sebentar lagi akan bergelar menjadi mantan, pantaskah aku dan Saka berbicara tentang perasaanku di masalalu? Lebih daripada sebuah kecanggungan, rasanya sangat mencekam dan mencekik.


Untuk sesaat aku seperti sulit bernafas, pertanyaan itu seperti membuka banyak memori yang membuatku terluka, berulangkali aku menarik nafas panjang, menghela jantungku agar terus berdetak.


Tenanglah, Rania. Semuanya sudah berakhir.


Bernafas.


Perlahan saja.


Semuanya sudah berakhir.


Kalimat itu aku ucapkan berulangkali seperti mantra penyembuhan, perlu beberapa waktu sampai akhirnya aku merasa tenang, dan suaraku tidak gemetar lagi. Terlihat lemah dan buruk di hadapan Saka adalah hal terakhir yang ingin aku lihat. Aku ingin Saka melihat jika tanpanya aku baik-baik saja, tanpanya aku lebih bahagia dan bisa hidup senormal sebelum dia menikahiku. Berputar dari kursiku yang sebelumnya memunggunginya, aku menatapnya setenang yang bisa aku lakukan.

Bersemi Di Ujung PerpisahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang