1

219 14 0
                                    

Luna menghapus air matanya sendirian di kamar, dirinya sudah lelah karena terus bertahan saat ayahnya terus saja menamparnya tanpa ampun karena mengetahui anak gadis satu-satunya itu tengah hamil, Luna awalnya memang tidak ingin memberitahu siapapun tentang kehamilannya. Namun saat ibundanya menangkap sesuatu yang ganjil pada kebiasaan Luna akhir-akhir ini ia pun akhirnya jujur kepada kedua orangtuanya yang bereaksi tepat seperti ekspektasi Luna. Ibunya Luna hanya bisa menangis tanpa bisa menghentikan tamparan yang terus-menerus didepan matanya

Luna memegangi alat testpack nya. Garis dua yang tertera di alat tes bahkan tetap sangat terlihat jelas biarpun air matanya membendung di kelopak matanya

Jam menunjukkan pukul 1 dini hari tetapi dirinya masih belum bisa untuk tidur, sendirian dikamar yang sepi dan remang-remang mungkin tidak membuatnya takut. Yang ia takuti saat ini hanyalah masa depannya

Keadaan rumah 180° berubah, Luna tidak lagi melihat senyuman ibundanya ataupun gelak tawa ayahnya yang selalu ada di sofa ruang tamu saat menonton TV, biasanya ketika ada siaran tv yang menurutnya lucu ia akan mengajak Luna untuk menonton bersama dan tertawa bersama. Tapi sekarang tidak lagi, mereka tetap melakukan kewajiban mereka tetapi meminimalisir berinteraksi dengan Luna, Luna sadar diri kalau dirinya yang membuat mereka berdua sangatlah kecewa

Luna menghampiri ibunya yang sedang menikmati teh di meja makan, "Mah, aku..... Mau cek up kerumah sakit",

Ibunda Luna hanya mengangguk, ia kemudian pergi ke dapur untuk mencuci piring, menghindari Luna yang akhirnya juga pergi dari rumahnya menuju rumah sakit

Luna terpaksa pergi kerumah sakit sendirian untuk pertama kalinya, dari malam ia sudah menghubungi Jidan, biasanya orang itu selalu melihat ponselnya namun sampai sekarang Jidan belum membaca pesannya padahal pesannya sudah masuk ke dalam ponsel milik Jidan

Luna melihat ke sekitarnya, hanya dirinya yang sendirian dengan memangku map mengenai dokumen yang menurutnya penting untuk dibawa. Dirinya bahkan terlihat seperti mahasiswa baru yang sedang mengantri pembuatan Kartu Tanda Mahasiswa sekarang

Dokter yang memeriksanya hingga terkejut melihat pasien yang masuk ke ruang pemeriksaan kandungan adalah seorang siswa SMA, ia bingung akan berkata bagaimana karena Luna masih awam dengan dunia orang dewasa ini, dirinya hanya mengangguk ketika dijelaskan oleh dokter bahwa tidak apa-apa merasakan gejala mual, pusing ataupun bentuk tubuh yang perlahan berubah

"Apa kedua orang tua kamu tau soal ini?" Luna mengangguk pelan

"Reaksi mereka gimana?, maaf bukannya dokter kepo, tapi ketika bersalin nanti harus ada wali yang menandatangani beberapa dokumen persetujuan",

"Aku akan coba bujuk mereka mendekati persalinan nanti dokter", Dokter itu tersenyum lalu menyarankan agar tidak terlalu capek disekolah untuk menjaga kandungan Luna tetap aman dan sehat. Luna berterima kasih lalu pergi dengan cepat meninggalkan ruangan dokter itu, mengabaikan beberapa pasang mata yang melihatnya aneh

Ia menelpon Jidan beberapa kali di jalan pulang, panggilannya masuk tetapi Jidan tidak mengangkat entah kemana orang itu

Luna mengelus pelan perutnya, ia memikirkan calon bayinya yang belum makan siang jadi ia berniat untuk mencari minimarket terdekat untuk makan makanan instan saja seperti yang biasa ia lakukan disana

Luna tersenyum menghirup uap yang keluar dari dalam cup mie nya, tas dan map hasil pemeriksaan nya tadi ia taruh asal di meja samping, toh lagian juga tidak ada orang ia bisa dengan bebas menaruh barangnya, Luna dengan pelan menikmati menyeruput mie yang biasa ia beli tanpa menghiraukan ada orang yang mendekatinya

Orang itu duduk di kursi samping Luna sambil ikut membuka cup mie, matanya melihat hasil pemeriksaan kandungan yang terdapat didalam map transparan milik Luna

"Gabaik makan mie pas lagi hamil, apalagi hamil muda kayak gini ditambah makan mie pedes gitu", Luna menoleh ke arah orang yang duduk disampingnya dengan rasa terkejut

"Gue liat di map itu barusan, sorry ya", Luna langsung mengambil map nya lalu ia masukkan ke dalam tas yang ukurannya lebih kecil daripada ukuran map, bodo amat kalau map itu hingga robek karena ia lipat, yang jelas ia malu sekarang

"Mahasiswa mana?"

"Hah?"

"Lu anak mahasiswa mana? Maba kampus situ ya?", orang itu menunjukan ke arah universitas yang berada tepat di sebrang mini market

"Emang ya jaman sekarang lagi marak mahasiswa hamil", orang itu mendecak sendiri sebelum mulai memakan mie nya. Luna terdiam mencerna pertanyaan yang tiba-tiba itu. maksudnya gimana coba?

"Udah gausah dilanjutin, sayang kandungan lo. Inget bayi ikut ngerasain apa yang ibunya makan, kalo lo makan pedes ga kasian sama anak lu yang juga kepedesan?", Luna menatap mie nya yang baru ia makan beberapa suap, ucapan orang itu ada benarnya juga tapi sayang juga kalau harus dibuang mie favoritnya

"Tapi aku belum makan kak", ucap Luna memberanikan diri membantah orang itu, untuk terakhir ia akan menghabiskan mie ini dengan penuh kenikmatan

Orang itu menoleh sedikit ke arah Luna lalu meninggalkannya, Luna kembali melanjutkan memakan mie nya dengan beberapa kali kunyahan, mengenang rasa dari mie yang tak akan ia makan lagi 9 bulan kedepannya

"Udah dibilang jangan dimakan, masih aja dimakan, batu. Nih ambil", Luna menerima roti beserta susu kehamilan siap minum yang diberikan oleh orang yang disampingnya itu

"Makasih kak..."

"... Yudis", ucapnya tersenyum sebelum melanjutkan menyeruput mie nya hingga abis, Luna akhirnya memakan roti dan susu yang sudah dibelikan oleh Yudis dengan senang hati

"Gue duluan ya, abis ini ada matkul soalnya. Hati-hati lu", Yudis menepuk pundak Luna dua kali dan akhirnya meninggalkan Luna keluar dari mini market menyebrang jalan hingga memasuki gerbang kampus yang berada didepannya

Luna tersenyum tipis memperhatikan Yudis, seenggaknya ada orang yang peduli dengan dirinya ketika semua orang menghindari dirinya

Luna berjalan santai memasuki pekarangan rumahnya, menyapa ibunya yang sedang merapihkan rumah tetapi ibunya hanya membalasnya dengan anggukan singkat

Yuna membuka ponselnya ketika sudah sampai di kamar, pesan yang ia kirim pada Jidan dari pagi itu belum dibaca sama sekali













🐶

Tbc...

Duty (Park Jihoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang