16

60 6 1
                                    

"Udah aku bilang jangan capek-capek, buat apa aku pekerjakan pembantu dirumah?",

"Maaf kak, aku cuma mau bisa jadi istri yang berguna",

Yudis mendecak, ia melonggarkan dasinya, habis sidang kampus tetapi pikirannya kacau mendapatkan kabar Luna jatuh di kamar mandi utama yang cukup luas dari pembantunya karena sedang menyikati lantai kamar mandi, alhasil saat baru membuka pintu kamarnya, Luna sedang diurut oleh dokter fisioterapi yang bekerja dirumah sakit keluarganya

"Kalo gini caranya gimana mau kuliah? Dibilangin aja susah",

"Kak! Ini gaada hubungan nya sama kuliah", Luna agak membentak, dokter fisioterapi itu izin keluar dari dalam kamar nya

Yudis duduk ditepi ranjang samping Luna. "Kamu udah berapa kali aku bilang, kamu ga perlu ngurusin pekerjaan rumah Luna, plis lah dewasa dikit jangan ngeyel"

"Aku baru aja dapet musibah loh, kamu dateng-dateng bukannya nanyain keadaan aku malah marah-marah!", Luna membuang wajahnya sedangkan Yudis mengusap wajahnya kasar, akhir-akhir ini rumah tangga nya sedang tidak baik-baik saja, Luna bersikeras ingin kuliah sedangkan Yudis hanya menjanjikan, padahal ia sudah mempekerjakan art dan baby sitter untuk Bianca agar membantu Luna jika Luna benar-benar kuliah nanti. Sebetulnya Yudis masih mempertimbangkan keinginan Luna ini

"Kenapa begitu muka luu Dis?", Yudis membuka pintu ruangan BEM dan duduk di sofa ruangan BEM persis samping Adena, akhir-akhir ini kalau ada waktu luang Yudis memang suka berkunjung ke ruangan BEM padahal ia bukan bagian dari organisasi itu, tujuannya cuma satu, bertemu sekretaris BEM yang dulunya adalah mantan crush dari prodi psikologi, gatau kenapa nyaman aja tiap ia cerita sama mantan crush nya ini, mungkin karena doi dari jurusan Psikologi?

"Biasa, istri gue", ucapnya lesu,

"Hal yang sama?" Yudis bahkan tidak perlu menjelaskan lagi, Adena sudah tau. Padahal ia juga lupa kapan ia menceritakan masalah istrinya sedetail itu pada Adena. Memang benar ya kalo kata orang: secara sadar ataupun tidak sadar kita akan menceritakan semua masalah kita kepada orang yang membuat kita nyaman dan percaya. Bagi Yudis, tempat ternyaman nya bercerita ya Adena, jawabannya cukup logis: karena Dena prodi psikolog

"Menurut gue turutin aja, lagipula yang dia pengenin positif ini, kecuali istri lu mau dugem", balas Adena sambil menyelesaikan tugasnya untuk menyusun agenda BEM kedalam canva di laptopnya

"Tapi kan pendaftaran buat calon mahasiswa baru dikampus kita udah tutup Den, gue harus bikin alesan gimana?"

"Ya elu terlalu mikir sih kemarin-kemarin. Tapi tenang aja, ada banyak kok kampus swasta yang masih buka pendaftaran nya",

"Minggu depan jangan lupa dateng je expo UKM buat maba-maba dihari terakhir ospek"











🐶

Yudis sudah rapih dengan memakai pakaian kasual nya, dengan senyum sumringah Yudis melangkahkan kakinya menuju meja makan. Ia tersenyum lebar melihat istrinya yang sedang menyiapkan sarapan dimeja makan, Yudis menghampiri Luna lalu mencium dahinya sekilas

"Hari ini mau kemana? Kok rapih banget?",

"Ada expo di kampus, aku seniornya wajar kalo berpakaian rapih", Luna tersenyum sumringah mendengarnya

"Aku boleh ikut??", tanyanya antusias

Yudis tersenyum teduh sambil mengusap kepala Luna, "Jangan ya sayang. Nanti kamu capek"

"Aku malah bingung ga ngapa-ngapain"

"Lakuin apa yang kamu suka, jangan kerjain pekerjaan rumah yang berat-berat ya. Ratu mana yang kerja di istana nya sendiri?", Senyuman Luna luntur, ia akhirnya mengangguk pasrah

Yudis benar-benar pergi ke kampusnya seorang diri, mencari Adena dari ribuan mahasiswa baru yang memakai nametag tergantung di lehernya hingga kedepan dada. Ia tidak terkejut melihat Adena dengan suara lantangnya sedang marah-marah didepan mahasiswa baru yang sedang mendapatkan hukuman, ia justru tertarik untuk terus melihat Adena sedang mode marah-marah

"BARISAN NOMER EMPAT! YANG KETAWA-KETAWA MULU! MAJU LO!!", Adena menunjuk salah satu orang dengan gulungan kertasnya

"Nama lo siapa?"

"Jidan"

"Coba nyanyi balon ku sambil goyang daboy", semua orang menahan tawanya, Jidan sendiri bahkan tertawa kencang sambil melakukan hukumannya. Berbeda dengan Yudis yang menyipitkan matanya untuk dapat melihat dengan jelas orang yang dihukum Adena. Matanya lalu membulat. Tak salah lagi, itu Jidan yang ia kenali.

Selesai memberikan hukuman pada Maba, Adena pergi keruang BEM disusul Yudis dibelakangnya. Kalau ditanya bagaimana beraksi anak BEM saat Yudis sering berkunjung ke markas mereka? Mereka risih atas kehadiran Yudis? Justru enggak! Karena Yudis kalau mampir ke ruang BEM pasti tangannya tidak pernah kosong, ada saja makanan yang ia bawa untuk anak-anak BEM hingga sekarang anak BEM lah yang senang akan kehadiran Yudis dikala lapar menjelang

"Tapi Den, tadi yang lo hukum namanya siapa deh? Lucu banget anjir anaknya"

"Jidan, tuh liat aja", ucap Adena santai sambil menyuruh temannya itu melihat meja BEM, terdapat nametag nya Jidan yang sudah agak rusak pinggirannya

"Anaknya keren loh, humoris, ganteng lagih", ucap temennya itu

"Susah diatur diamah, bodo amat lah udah hari terakhir pengenalan kampus ini",

Yudis diam-diam mendengar percakapan antar dua perempuan yang sedang memakan roti yang ia bawa

"Coba deh Den lu deketin dia. Jomblo kayaknya anaknya, minusnya sih kayak monyet lepas, kayak tadi pas dihukum. Gue aja sampe Ngakak anjir tuh cowok gaada urat malunya", Adena dan temannya itu sampai tertawa mendengar lelucon buatan temannya

"Tapi gue seirus, kali aja perasaan benci lu bisa jadi cinta", teman BEM Adena itu mengakhiri obrolan dengan percaya diri dan terlihat serius

Yudis mendehem, ia lalu pamit untuk pergi ke toilet untung menghindari obrolan orang yang tidak ingin dia obrolkan. Tetapi ternyata je toilet adalah pilihan yang salah, objek obrolan Adena dan anak-anak BEM ada didepannya sekarang, sedang bercermin dengan tersenyum miring menoleh ke arah Yudis

"Kuliah disini juga bang Yudis?"

"Eh umur kita ga jauh-jauh banget ga sih? Cuma lu nya aja yang kecepetan masuk sekolah kayaknya. Manggil nama aja gimana?", Yudis terdiam memperhatikan Jidan, berbeda dengan Jidan yang tersenyum miring meremehkan

"Jaga sopan santun Lo selama di kampus Jidan"

Jidan tertawa pelan bersamaan dengan beberapa orang yang memasuki toilet.

Ia menepuk pundak Yudis, "Kedepannya kayaknya kita tetep berurusan. Makasih selama ini udah jagain Luna sama Bianca..."

Yudis mendekatkan wajahnya ke samping wajah Yudis, "Tapi gue bakal bawa Luna sama darah daging gue sendiri nanti",

"Dan! Ayoo baris lagi bego!", salah satu maba kenalan Jidan bersuara didepan pintu masuk toilet

"Oke ntar gue nyusul, sisain aja barisan buat gue, gue duluan ya bang Yudis",













🐶

Duty (Park Jihoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang