Chapter 8

149 29 7
                                    

Chapter 8: "Sakura Bloom"────── ⪩·⪨ ──────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 8: "Sakura Bloom"
────── ⪩·⪨ ──────

Enam tahun yang lalu...

Matahari berada di ufuk barat. Perpaduan warna oranye dan biru terlihat sangat indah di langit. Angin sore terasa sejuk.

Di taman depan rumahnya, Ahrin menunggu orang tuanya pulang dari kerja. Mengitari seisi taman sambil menatap mekarnya bunga tulip merah.

Bekerja sebagai arsitek lanskap selama sepuluh tahun, ibunya jadi suka memelihara tanaman. Ia pun merancang taman di depan rumah. Adem dan indah. Rasanya betah berlama-lama di luar rumah.

Pelayan-pelayan sibuk menyiram tanaman. Air memercik melalui selang. Muncul ide usil di benak Ahrin.

Gimana kalo main hujan-hujanan??

Tentu saja cara untuk membunuh rasa bosan menunggu orang tuanya pulang kerja. Ahrin kecil melangkah maju, mendekati salah satu pelayan yang menyiram tanaman. Ia menarik-narik rok pelayan. Kemudian mengeluarkan jurus memelasnya.

"Mau main hujan."

"Maaf tidak bisa, Non. Nanti Non Ahrin sakit."

Ahrin cemberut. Padahal ia ingin sekali hujan-hujanan. Sambil mendengus kesal, Ahrin melenggang pergi. Di taman yang luas ini ia berjalan ke bagian terjauh rumahnya sekaligus meredakan rasa kesalnya.

Bagian paling belakang taman banyak pepohonan. Langkah mengentak-entak Ahrin mendadak terhenti setelah melihat sesuatu tergeletak di tanah. Perlahan Ahrin mendekat dan melihat secara langsung. Ternyata seekor burung mati.

"Ahrin!!!"

Ahrin menoleh ke asal suara. Sang ibu memanggilnya.

Ahrin menunjuk bangkai burung tersebut. "Maaaa, ada burung mati!"

Sang ibu mendekat ke asal suara. Ayahnya juga ikut mendekat. Keduanya masih mengenakan jas rapi, terlihat seperti habis pulang kerja.

"Ma, Ahrin mau ngubur burungnya," ucap Ahrin sedih.

"Jangan, nanti badan kamu kotor. Biar pembantu yang kubur," ucap ayahnya.

Ibunya menggeleng. "Ayok. Mama bawain sekopnya dulu."

"Duh, Ma. Nanti badan Ahrin kotor kena tanah," protes ayah.

"Yaa kan nanti bisa mandi," balas ibunya. "Tunggu di sini ya Rin, Mama ambilin dulu sekop sama kain."

Ahrin mengangguk. Matanya tertuju pada bangkai burung tersebut. Hatinya terenyuh menatap bangkainya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang