Grace. Aena ingin menelisik mengenai siapa sebenarnya gadis yang bekerja di naungan departemen miliknya. Sudah hampir satu bulan bersama, dia masih mengira Grace bukan seseorang yang harus dia remehkan. Apalagi setelah dia mendengar Grace mengucapkan kalimat "Bocah Ambisius Kesayangan Guru". Dia sudah tidak pernah mendengar sebutan itu, selain ketika dirinya menginjak jenjang pendidikan SMA.
Aena mengusap wajahnya, kemudian beranjak dari kursi kerjanya untuk keluar dari gedung kepolisian. Ah, dia benci ketika perutnya bergemuruh bagaikan petir karena belum makan. Asam lambungnya meronta sejak tadi. Ini murni salahnya karena minum kopi, tapi perutnya masih kosong. Aena, dasar sembrono. Kalau Cobra atau Naomi tahu, risiko terkena marah adalah seratus persen. Kedua orang itu memang protektif—mirip dengan Tatsuya yang selalu menyuruhnya makan ketika dia lupa.
"Kau mau ke mana, Aena-san?"
Grace, berhentilah mengusik. Aena tersenyum. "Aku akan pergi ke Itokan—maksudku kedai makan. Perutku berbunyi," katanya sambil memainkan kunci mobil.
Gadis itu terkekeh. "Boleh aku ikut? Berhubung saat ini jam istirahat makan siang, sepertinya aku juga ingin mencoba makan di tempat yang sering kau kunjungi," ucap Grace dengan antusias.
"Eh? Bukankah biasanya kau pergi dengan mereka?" Aena menunjuk sekelompok pemuda yang berafiliasi di departemen lain dengan heran.
"Untuk hari ini, aku ingin pergi ke Itokan. Aku pernah mendengar kedai makan itu memiliki menu yang enak-enak. Kalau tidak salah, Mugen Omurice, 'kan? Aku juga ingin mencobanya."
Aena bersedekap. "Baiklah. Kau boleh ikut."
Aena memasuki mobilnya; disusul Grace yang duduk di kursi penumpang. Jarak dari kantor polisi menuju Itokan terbilang dekat—mungkin hanya membutuhkan waktu lima belas menit. Selama perjalanan, Grace banyak bercerita. Respons Aena hanya mengangguk, menggeleng, lalu berdeham. Jujur saja, gadis Shio ini tidak pandai memberi reaksi untuk permasalahan curahan hati.
"Kapan Aena-san menikah dengan Cobra?" tanya Grace dengan santai.
"Entahlah." Aena memarkirkan mobilnya di halaman Itokan.
"Cobra ...,"
Grace menoleh pelan kepada Aena.
"... dia berubah drastis, ya? Kematian Tatsuya benar-benar mengubahnya."
Aena bergeming. Dia mengernyitkan dahi. Apa-apaan? Kenapa Grace tahu soal Tatsuya? Ini membuatnya semakin curiga. Grace memang tidak seharusnya dia remehkan.
"Begitulah. Omong-omong, jangan membahas kematian Tatsuya-san di hadapanku." Aena turun dari mobilnya dengan sedikit jengkel.
Grace tergelak pelan. "Astaga, Aena-san. Maafkan aku. Sepertinya Tatsuya memang berharga untukmu. Pantas saja kematiannya mengubah kota Chiku menjadi SWORD. Apakah pria legendaris itu sangat berpengaruh besar?" ujar Grace.
"Grace, berhentilah membicarakan mendiang Tatsuya-san."
"Mugen. Apa yang dielu-elukan oleh mereka? Bahkan pemimpin mereka kehilangan arah dan berubah menjadi jahat." Grace tersenyum mengejek.
"Grace!" Aena berteriak lumayan kencang. Ada emosi yang tertahan di dadanya. Dia tidak bisa menahan amarah jika seseorang membahas perihal Mugen—apalagi dalam konotasi buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗗𝗔𝗠𝗡𝗔𝗧𝗜𝗢𝗡
FanfictionAena hanya seorang detektif di sebuah instansi kepolisian, tetapi entah mengapa dia terlibat konflik bersama Kuryu Group yang berusaha menguasai SWORD. Selain itu, Aena juga dihadapkan pada pernikahan pura-puranya dengan pemimpin Sannoh Rengokai, Co...