18. Retribution

123 14 10
                                    

"Karena penyerangan yang dilakukan Shio Aena terhadap dua puluh anggota polisi, dia akan menjalani masa percobaan selama satu bulan." Hideo mengarahkan pandangan tajamnya kepada Aena yang bergeming sembari istirahat di tempat.

"Laksanakan, Pak," balas Aena dengan tegas.

Aena melempar tasnya ke bangku di Itokan Diner. Dia mengacak rambutnya dengan kasar. "Aku harus menyelesaikan kasusnya," lirih Aena sambil menendang salah satu kaki meja; frustrasi.

Sepak terjang Aena ditangkap Naomi. "Apa yang terjadi? Tidak biasanya kau berkunjung," ujarnya.

"Iie. Hanya masalah di kantor polisi." Aena bersedekap, lantas bersandar perlahan di sandaran sofa agar tenang. "CHIKUSO!"

DTC—Dan, Tetsu, dan Chiharu—yang baru datang terperanjat oleh suara raungan Aena. Aena mengerjap mata karena semua orang di Itokan menatapnya bingung. Malas diberi pertanyaan, tanpa mengonfirmasi bagaimana kondisinya, dia bergegas pergi dari sana. Naomi mengernyit; bingung dengan sepak terjangnya.

Tetsu menghampiri Naomi. "Kenapa dengan Aena-san?"

"Jangan-jangan Aena-san putus dengan Cobra-san? Oh, no! Aku tidak bisa membiarkan Aena-san dan Cobra-san putus!" Chiharu berseru dengan heboh; dihadiahi pukulan dari Dan.

"Dia sepertinya mendapat masalah di kantor polisi," balas Naomi dengan ragu.

Aena merapatkan dua kelopak matanya; mencoba untuk bersantai di tempat yang biasanya menjadi spot bermain semasa anak-anak. Angin yang kencang meniup rambutnya. Dia mendengus dengan perlahan; merasa datang ke sini tidak menghasilkan apa-apa. Dia ingin mencabik Hideo maupun anggota polisi lain agar dia tidak tantrum. Sayangnya, dia memperkeruh suasana kalau mengamuk.

"Dia di sana!"

"Siang, Bu Detektif!"

Aena menyipitkan matanya tatkala melihat Cobra, Yamato, dan Noboru datang. "Urusai! Kenapa kalian tahu aku di sini? Dasar cenayang," balasnya.

"Aura negatifmu mendorong kami untuk pergi ke sini," ucap Yamato.

"Aku sedang frustrasi ...."

Noboru memiringkan kepala. "Apa kasusnya belum terpecahkan? Kedengaran rumit," sahutnya. Dia menepuk-nepuk puncak kepala Aena.

"Ahem!" Cobra berdeham; menyadarkan Noboru yang bergegas memobilisasi tangannya menjauh dari Aena.

"Aku menjalani masa percobaan. Jadi, aku tidak lagi menanganinya ...." Dia mendengus.

"Apa yang menyebabkanmu menjalani masa percobaan?" tanya Yamato.

Aena tersenyum. "Rahasia."

Sepulang dari sana, Aena dan Cobra berbincang di rumah. Aena mengembuskan napas, kemudian menyandarkan kepalanya pada bahu sang pemuda. "Zenshin sepertinya masih persisten," terang Aena dengan jengkel.

"Jangan cemas. Kita berdua, dia sendirian," kata Cobra sambil mencium pipi Aena yang terlihat lucu di kedua matanya. "Kita akan menghadapinya bersama-sama."

"Mulai, mulai." Aena kemudian tergelak.

"Pipimu lucu habisnya!"

Aena mendorong Cobra ke sandaran sofa, lantas menyeringai. Namun, mendadak lampu padam. Aena mengernyitkan dahinya, kemudian berdiri untuk mencari akar permasalahan. Sayangnya, dia dihantam sebuah tongkat bisbol dari belakang. Seketika juga dirinya kehilangan kognisi, sama juga dengan Cobra.

***

"Aena!"

"Aena ...."

𝗗𝗔𝗠𝗡𝗔𝗧𝗜𝗢𝗡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang