Adisional (𝗘𝗡𝗗)

120 15 7
                                    

Junpei sudah mengalami banyak peristiwa di hidupnya. Dia kehilangan orang tuanya karena masalah yang menimpa keluargaku. Dia kehilangan Tatsuya-san dan cinta pertamanya. Seusai itu, dia juga harus kehilangan Noboru yang didakwa atas penganiayaan terhadap orang-orang pelaku pelecehan seksual yang menimpa Miho. Dikarenakan masalah itu, Noboru sempat hilang arah dan berafiliasi dengan Iemura Group yang sejatinya memanfaatkan SWORD demi keuntungan asosiasi mereka. Dia, Cobra, nyaris merasakan kehilangan lagi ketika Kohaku-san ikut bergabung dengan Chanson Group demi meruntuhkan organisasi bernama Kuryu. Dia juga nyaris dibunuh oleh centeng-centeng seorang bangkotan tolol bernama Kurosaki Kimitatsu kala perang antara SWORD dan Kuryu Group sedang panas-panasnya.

Kupikir, problema hidup Junpei berakhir usai Kuryu kalah. Namun, dia mesti berhadapan dengan Zenshin dan Hideo yang berencana menghabisi kami, kami berdua. Beruntung ketika itu kami diselamatkan oleh presensi Saigo-san, Kohaku-san, dan Tsukumo-san. Itu juga dibantu oleh Megumi yang menyebutkan lokasi kami berdua. Kami hidup tenang selama beberapa saat dan berhasil menjebloskan orang yang membunuh ayah-ibu kami ke penjara dengan pasal berlapis. Semuanya baik-baik saja, sampai akhirnya Hideo hampir membunuhku, tetapi Norihisa bergegas datang dan menyelamatkanku. Aku sempat koma selama tiga bulan sebelum akhirnya bangun dan menjalani hidupku, lagi.

Duniaku nyaris runtuh ketika aku dan Junpei mengalami tabrakan karena seorang supir yang berkendara dengan rem blong. Junpei dinyatakan koma setelah dioperasi di bagian kepala sebab dia didiagnosis mengalami gegar otak. Beruntung dia diberikan kesempatan untuk hidup usai dokter mati-matian menolongnya. Selama tiga tahun semenjak Junpei dinyatakan koma, hidupku tak menentu ke mana arah tujunya. Kupikir itulah yang dirasakan Junpei ketika aku koma juga. Rupanya menyakitkan dan sedih. Aku tidak bisa melihat wajah gemasnya itu kala bangun tidur. Tidak ada pula yang bercerita panjang lebar mengenai hebatnya Antonio Inoki. Aku tidak masalah diceritakan apa saja olehnya, asal aku bisa bersama dengan Junpei, aku merasa baik-baik saja.

Junpei pernah dinyatakan meninggal setelah berjuang tiga tahun dalam fase komanya. Dia membuatku ingin menangis dan ikut mati, tapi diagnosis dokter agak melenceng. Junpei terbangun sambil memasang wajah polos yang membuatku gemas. Junpei, mau dilihat dari sisi manapun, akan selalu terlihat lucu di kedua mataku. Singkat cerita, kami menjalani hidup kembali setelah Junpei berhasil belajar berjalan lagi. Aku membantunya bangkit bagaikan seorang ibu yang membesarkan seorang anak laki-laki.

Junpei bercerita dia ingin menjadi seorang psikolog. Kemudian, Junpei dengan semangat tinggi berkuliah walaupun usianya telah mencapai dua puluh lebih. Dia sering menceritakan bagaimana serunya berkuliah dan mendapatkan teman baru. Empat tahun setelahnya, dia lulus dengan nilai memuaskan. Junpei memang pintar, dia dulunya hanya malas saja. Dia membangun usahanya sendiri dengan mendirikan biro psikolognya dan membantu banyak orang yang mengalami masalah mental. Mental Junpei seratus persen siap dan sehat, dia tidak dipermasalahkan untuk menjadi seorang yang memandu orang lain agar disembuhkan. Sebagai teman, pacar, dan istri, aku bangga atas usaha Junpei.

"Anakmu katanya minta adik."

"Itu yang minta anak kita atau kau sendiri?" Aku menggambar senyum di wajah, lantas merentangkan tangan; menyambutnya masuk ke dalam hangatnya pelukan yang kuberikan. Ini musim gugur, udaranya agak dingin. Jadi, Junpei biasanya mau dimanja melebihi dua anak kembarnya yang kini berusia lima tahun. Ini yang bayi mereka atau dia?

Junpei mengendus leherku. "Aku bercanda, Istriku. Aku tidak mau tidur di luar karena menggodamu lagi," ucapnya manja.

Aku menyimpan daguku di puncak kepalanya. Tiduran di ranjang ketika cuaca dingin memang yang terbaik. Apalagi kami hanya berdua di rumah karena anak-anak sedang bermain di rumahnya Yamato dan Naomi. Terkadang, kami juga membutuhkan waktu untuk berduaan tanpa adanya gangguan dari siapa pun. Dan bayi besar yang umurnya sudah tidak terhitung muda ini ingin sekali dipeluk-peluk, dimanja-manja, diciumi kedua pipinya, disuapi, bahkan dininabobokan. Aku rasa, bayi ini lebih bayi dari bayinya Tetsu dan Nikka yang berumur satu tahun.

Junpei memeluk pinggangku dengan erat sambil memerhatikan jendela yang dibuka sedikit. Aku sibuk mengelus-elus rambut harumnya yang berubah menjadi hitam sepenuhnya. Dia bilang dia sudah cukup untuk memimpin Sannoh Rengokai agar fokus kuliah. Tugas itu diserahkan pada penerus geng Sannoh yang umurnya masih muda. Bahkan leader SWORD telah pensiun. Rocky hidup bahagia bersama istrinya dan dikaruniai tiga anak lucu. Murayama sudah menikah baru-baru ini. Dia terkualifikasi menjadi ayah yang asyik untuk anak-anaknya di masa mendatang. Takeshi, entahlah. Dia hanya ingin membahagaikan keluarganya tanpa perlu menjalin asmara dengan siapa-siapa. Norihisa, dia sempat gagal move on, tapi akhirnya menikah dengan seorang perempuan yang dipertemukan di acara reunian sekolah.

Semua orang menjalani hidup dengan jalan yang diharapkan. Sungguh indah melihat bagaimana kedamaian singgah. Semua yang terjadi memang panjang, tetapi Tuhan memberikan makna seusainya. Kenangan menyakitkan tidak perlu dikenang, tetapi disimpan tanpa perlu diingat. Manusia harusnya fokus pada hal yang menanti di hadapan. Karena tidak ada yang perlu disesali. Adanya hal yang harus disyukuri. Aku pun ingin fokus bahagia bersama keluarga kecilku yang akan kulindungi sepenuh hati.

Aku mendaratkan ciuman di keningnya Junpei, lalu tersenyum. Kami menghabiskan waktu seharian ini untuk merencanakan kepindahan kami ke desa tempat kelahiran mendiang ayahnya Junpei setelah memasuki umur enam puluhan. Minimal sampai kedua anak kami berkuliah atau mungkin bekerja dan memiliki calon istri maupun anak. Aku berdoa agar Tuhan memberiku umur panjang karena aku ingin membesarkan mereka dengan peran orang tua yang lengkap.

"Mama! Papa!"

Kami mendengar suara imut itu datang dari luar kamar. Tidak lama, dua anak kembar kami berbeda jenis kelamin ini tiba-tiba menyusup ke dalam selimut; memisahkan pelukan kami. Aku mencubit pipi putraku. Sedangkan Junpei memeluk putriku dan bernyanyi lagu "Inu No Omawari San" dengan suara bariton miliknya yang malah terdengar seram di telingaku. Namun, kami berempat mendengarkannya sampai habis. Yah, pada akhirnya mempunyai anak memang harus siap untuk diganggu, tapi tak mengapa. Suasana ini justru membuatku bahagia sekali.

Kami berempat terlelap di ranjang yang sama dengan selimut menghalau udara dingin. Aku berjanji akan melindungi Junpei, kedua anakku, dan kebahagiaan keluarga kami. Entah sampai kapan, aku akan selalu menjadi tameng bagi mereka. Aku hanya ingin membangun sebuah keluarga kecil bahagia sebab sedari kanak-kanak hidupku bukan berada di keluarga sehat. Sampai kapan pun, aku akan melindungi keluarga kecilku.

Tertanda, Hino Aena.

Tertanda, Hino Aena

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

𝗗𝗔𝗠𝗡𝗔𝗧𝗜𝗢𝗡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang