17. Secure

150 19 17
                                    

Aena mengernyitkan alisnya dengan bingung kala melihat Cobra agak memberi jarak di antara mereka. Bahkan saat mereka memestakan ganjaran karena menang dari Kuryu Group, Cobra tidak mengajaknya berbicara; memilih membicarakan cara mendapatkan banyak ikan kepada Tsukumo. Dia menjadi korban silent treatment sahabatnya yang sudah berteman sejak SD!

"Apa? Ada yang mengajakmu kencan?" seru Naomi. Dia menyimpan lap; memilih mendengarkan cerita Aena yang diajak kencan oleh seseorang. Tapi, agaknya, pembicaraan mereka sedang didengar oleh Cobra yang pura-pura membaca majalah.

Aena mengangguk dengan antusias. "Benar. Aku, 'kan, menghadiri kencan buta yang diajukan Ishikawa, jadi aku datang. Aku pikir, tidak ada yang tertarik padaku, tapi seorang pemuda lulusan Universitas Waseda menghubungiku. Dia menyampaikan ketertarikannya padaku," terang Aena sambil menunjukkan ponselnya; memperlihatkan bukti chat-nya dengan pemuda itu.

"Wah, keren. Lalu, apakah kau akan menerimanya?" Naomi menatap Aena dengan saksama.

"Ten—"

Cobra menggebrak meja dengan refleks. Kiprahnya ditatap aneh oleh orang-orang, termasuk Aena yang sempat terperanjat. Dia memasang wajah cool, kemudian menghampiri Aena. Tanpa mengatakan apa-apa, tangannya bergerak meraih tangan sang adiratna.

Aena mengernyitkan dahi, tetapi tetap mengikuti ke mana pemuda ini akan membawanya. Dia menoleh kepada Naomi, lantas mengedipkan sebelah matanya. Naomi terkekeh sambil mengacungkan induk jarinya. Yamato yang di sana mengangguk-angguk paham.

"Kau akan membawaku ke mana?" Aena berusaha mengimbangi langkah Cobra, tapi rasanya agak sulit.

Langkah mereka terhenti di depan rumah Cobra. "Masuklah, ada yang ingin kubicarakan denganmu." Dia memberi perintah seperti pemimpin otoriter.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan? Jangan lama, ya. Aku harus bekerja," kata Aena memberi penafian.

Tanpa mengatakan apa-apa, Cobra langsung memeluk Aena dengan erat. Dia bersembunyi di ceruk leher sang perempuan; mencari-cari spot ternyaman. Mendengar Aena diajak kencan, dia jadi ketar-ketir. Takut gadis ini diambil orang lain. Tapi, dia agak tarik-ulur.

Aena terkekeh, kemudian mengelus-elus punggung sang pemuda dengan perlahan. "Lucunya. Kau mirip anak-anak yang takut kehilangan ibunya," ujar Aena; menggoda.

"Jangan menggodaku!"

"Yada." Aena menangkup kedua pipi Cobra, lantas mencubit-cubitnya dengan gemas. "Gemasnya. Aku boleh memasukkanmu ke dalam karung, 'kan?" Dia tertawa.

"Tidak boleh!" Cobra menggeleng.

Aena terkekeh kencang, tapi sepak terjangnya terhenti ketika Cobra mendorongnya, dengan pelan, ke sofa. Dia membulatkan kedua mata; agak syok. Napas mereka beradu tatkala posisi keduanya agak ambigu. Dia merasa tersudutkan oleh Cobra karena tatapan tajamnya bagai elang. Namun, sedetik kemudian, dia menyeringai lebar.

Aena mengangkat dagu Cobra. "Menikahlah denganku, Pangeran Manis," ujarnya sensual.

***

"Jadi, apa yang menjadi alasanmu membunuh?" Aena bersedekap; menatap seorang pemuda yang tengah menurunkan pandangan dengan ekspresi ketakutan.

"Aku tidak ingin membunuhnya, tetapi ada yang berbisik padaku. Ada yang menyuruhku untuk membunuhnya ...." Sang tersangka menipiskan bibir; gugup.

Aena mengernyitkan dahinya. "Apa?"

"Itu benar. Aku dihantui. Apakah kau tahu kasus Arne Cheyenne Johnson yang membunuh Alan Bolo karena desakan iblis?"

𝗗𝗔𝗠𝗡𝗔𝗧𝗜𝗢𝗡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang