50 Battle

5.4K 902 52
                                    

Sring.

Suara hentakan antar kedua pedang terdengar. Islan melompat sedikit lebih tinggi lalu berputar dengan ayunan pedangnya untuk menangkis serangan beberapa orang pembunuh.

"Aku akan membuatmu menyesal," ujar salah satu orang dari kelompok pembunuh.

Islan tersenyum miring. "Kau akan mendengarnya setelah menjadi mayat," ucap Islan melakukan serangan menusuk.

"Kalau begitu, aku akan membuat mayatmu terlihat jelek."

Islan mundur beberapa langkah. "Hahaha!" Islan tertawa sebentar, lalu melompat kembali memberikan serangan. "Pria tampan akan tetap terlihat tampan, apapun kondisinya," ucap Islan tersenyum cerah.

Begitulah yang terjadi antara pangeran Islan dan para pembunuh melakukan perkelahian yang diselingi dengan adu mulut. Berbeda dengan Amber yang menggertak giginya akibat kesal dengan para pembunuh yang menjadi lawannya.

Amber telah mengubah kipas miliknya menjadi ukuran besar dengan tongkat panjang yang menjadi pegangannya. Dia mengayunkan kipas tersebut dan menciptakan angin kencang yang membuat beberapa para pembunuh terpental jauh.

Hal yang membuat Amber kesal adalah dia sedang memakai gaun. Dan gaun ini membuat pergerakannya menjadi lebih lambat.

Amber mengeratkan rahangnya. Dia merebut pedang dari salah satu pembunuh bayaran yang telah dia kalahkan, lalu memotong gaun miliknya hingga menjadi pendek hanya sebatas lutut.

"Aku akan membuat kalian membayar mahal," ujar Amber menyisir rambutnya ke belakang. "Kalian telah membuatku kehilangan gaun favoritku," lanjut Amber dingin menatap tajam.

Amber mengambil langkah maju, mengayunkan kipas di tangannya. Menangkis serangan dari arah depan, kemudian memberikan tendangan tajam di bagian wajah.

Bugh.

Tubuh Amber berguling-guling saat mendapatkan tendangan dari arah belakang. Amber menahan tubuhnya agar tidak kembali berguling, dia mendongak ke atas dan melihat sebilah pedang berada tepat di depan wajahnya.

"Seorang wanita itu lebih baik duduk manis saja di dalam rumah."

Amber tersenyum miring. "Sayang sekali." Amber melempar kipasnya ke atas. Kipas tersebut merubah penampilan menjadi kecil namun angin seolah-olah berputar mengelilingi tubuh Amber layaknya perisai.

Amber bangkit dari posisinya. Telapak tangannya terulur ke depan memunculkan dua buah jarum besar sepanjang 1/2 meter. "Bagaimana ya?" ucap Amber memasang ekspresi wajah bingung.

"Yang aku punya itu istana, bukan rumah kumuh sepertimu," lanjut Amber menyeringai lebar.

Jleb.

Jarum besar menusuk tubuh salah satu pembunuh, setelah itu jarum tersebut kembali ke tangan Lentik milik Amber dengan darah yang mengalir membasahi jarum.

Amber tersenyum manis. Kali ini dia melawan tanpa takut ada serangan dari arah belakang, karena perisai angin akan melindunginya.

Sedangkan Cadee harus bertarung sambil melindungi pangeran Rune yang berada di belakangnya. Cadee mengarahkan tombaknya ke depan, puluhan bola air menyerang para pembunuh yang telah menganggu waktu tidurnya.

Cadee membuat perisai air yang melindungi mereka berdua. Dia terus mendecakkan lidahnya akibat para pembunuh itu yang terus menyerangnya.

Perasaan ingin membuat tsunami semakin membuncah. Namun Cadee menahan dirinya agar tidak melakukan itu setelah mengingat perkataan pangeran Rune.

"Mereka hanya ingin mengukur kekuatan kita."

Cadee tidak tahu apakah itu benar atau hanya sebuah tebakan saja. Tapi, mereka bertiga melakukan seperti yang pangeran Rune katakan. Mereka hanya menunjukkan serangan dasar dari kekuatannya untuk melawan para pembunuh itu.

Danaus Plexippus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang