45 Tragedi

6.7K 1K 63
                                    

Rune kecil menatap secangkir teh hangat yang berada dalam genggaman tangannya. "Himne, siapa yang membuat teh ini?"

"Saya, Pangeran," ucap Himne mengangkat tangannya. "Dewan ke-enam bilang, itu adalah teh herbal yang sangat baik untuk kesehatan dan harganya sangat mahal," lanjut Himne menjelaskan.

Sudut mulut Rune kecil berkedut. 'Himne, bila kau tidak bodoh. Aku benar-benar akan memecat mu,' batin Rune kecil.

"Teh nya enak," seru Rune kecil.

Himne tersentuh. "Terima kasih, Pangeran."

"Dengar, teh ini milikku. Tidak boleh ada mengonsumsinya selain aku, bahkan Rhys sekalipun. Mengerti?" ucap Rune kecil menjelaskan.

"Sesuai keinginan anda, Pangeran," jawab Himne membungkuk hormat.

"Pergilah." Rune melambaikan tangannya. Dia menatap keluar jendela dan melihat Rhys yang sudah memulai berlatih pedang.

Racun telah di kirim kepadanya. Ada kemungkinan waktunya sudah tidak lama lagi. Rune kecil akan memanfaatkan semua waktunya dengan baik bersama keluarga kecilnya di istana Lunar.

'Bu, mungkin sebentar lagi kita akan bertemu,' batin Rune kecil.

* * *

"Pangeran, Yang mulia putra mahkota datang," seru Noah tersenyum kecil.

"Kak Aaron?" Rhys kecil langsung berlari meninggalkan saudaranya yang masih menggambar.

Rune kecil segera merapihkan kertas-kertas hasil gambarnya, lalu berjalan menghampiri aula istana. Tapi, baru selangkah dia berjalan tubuhnya sudah terhuyung ke depan.

Grep.

Tangan Noah dengan cepat menahan tubuh pangeran ke-lima yang hampir terjatuh. "Pangeran, anda tidak apa-apa?" tanya Noah khawatir.

Rune kecil tersenyum. "Aku baik-baik saja, Noah." Rune kecil kembali berjalan, kali ini dia berjalan secara perlahan menuju tempat kakaknya.

"Kak Aaron!" Rhys melambaikan tangannya, lalu melompat ke tubuh Aaron.

"Ugh."

Aaron sempat terhuyung beberapa langkah, lalu dengan cepat menyeimbangkan tubuhnya. "Hahaha, Rhys. Sepertinya kau semakin berat," ucap Aaron tersenyum tipis.

"Aku tidak berat," bantah Rhys. Dia memeluk tubuh Aaron dengan erat. Meski dia memiliki banyak kakak, hanya Aaron yang selalu menyempatkan waktunya untuk mendatangi istana Lunar dan bertemu dengan mereka.

Aaron mengusap kepala Rhys dengan lembut. Lalu tatapan matanya tertuju pada adik bungsunya yang baru saja datang. "Bungsu, bagaimana kabarmu?"

Rune kecil tersenyum. "Aku baik." Rune kecil melihat wajah Aaron yang kini memakai penutup mata. "Apa mata Kak Aaron bermasalah?"

"Haha, aku ... tidak sengaja menghancurkan rumah lagi," jawab Aaron tersenyum canggung.

Rune kecil terkekeh geli. "Mari, aku akan membantumu," ucap Rune kecil menepuk pelan kursi panjang yang dia duduki.

"Huh! nanti saja, aku masih ingin memeluk kak Aaron," sahut Rhys mengeluh.

"Baik, kalau begitu hadiah yang kak Aaron bawa semuanya jadi milikku," ujar Rune kecil mengangkat satu alisnya.

Rhys kecil memasang wajah cemberut.

Aaron terkekeh geli. "Tidak apa-apa, kau masih bisa memeluk ku dalam keadaan duduk," ucap Aaron menenangkan.

Aaron berjalan mendekati adik bungsunya. Dia duduk di kursi panjang dengan Rhys yang berada dalam pelukannya. "Lihat! Bisa 'kan?"

Rhys kecil tersenyum cerah. "Benar." Dia menyandarkan kepalanya pada dada bidang milik Aaron.

Danaus Plexippus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang