Bab 14 - Jalan Keluar

59 15 0
                                    

Sunyi menjadi wahana tersendiri dalam ruang yang dihuni oleh sekumpulan remaja berseragam, raut wajah yang ditekuk, kening yang berkerut seolah menghiasi setiap individunya. Aroma tak sedap dari kotak putih di depan kelas itu perlahan naik mengikuti udara, terbawa masuk menyela oksigen yang terhirup. Di bawah satu atap kelas XII IPA 3 ketenangan raga berbanding terbalik dengan jiwa yang berkelana.

Tak ada suara yang tercipta kecuali pantulan bola kasti yang tengah dimainkan sang empunya. Bersandar di sisi dinding cewek dengan celana olahraga di balik rok selutut itu, ia duduk tanpa melihat pantulan bolanya, tatapan Yuri lurus memandang ketinggian daun pintu yang tertutup di seberang sana. Melodi terdengar berulang, terus berulang hingga tak lagi terhitung berapa kali sisi benda membentur lantai dingin.

"Bisa gak kalau lo gak usah mainin bola jelek lo itu?!" hardik Loly sembari menatap Yuri dengan tajam. "Bikin makin pusing aja!" tambah cewek bercardigan coklat muda itu.

"Ini yang buat gua tetap waras," jawab Yuri tanpa berniat menghentikan aktivitasnya.

"Ahh... terserah lo deh!" bersama ucapannya, Loly mengacak-acak rambut bagian belakangnya.

Tak berselang lama gemuruh langkah kaki dalam hentakan berirama menyadarkan seisi kelas, disusul dengan kehadiran seorang siswa berkacamata bundar yang tengah berlari melintas di luar jendela kelas. Jejaknya tak sendiri, melainkan diikuti siswa-siswi lain yang berlalu menuju tangga dengan tergesa-gesa. Yuri berdiri dari posisinya untuk melihat keluar jendela, serupa Angga, Loly juga yang lain.

"Ada apa lagi ini?" gumam cewek berambut gelombang dengan nama Retta yang menguasai identitas di dadanya.

Erza, cowok berompi itu bergegas membuka pintu yang tak jauh darinya, pemandangan manusia yang berlarian kian jelas ia dapatkan. Retina mata ia operasikan menyusuri lorong dan sejauh ia memandang masih banyak rombongan pelajar yang melaju dari ujung gelap hingga melintasinya yang berdiri di ambang pintu.

"Kenapa? ada apa?!" pekik Erza mengutarakan pertanyaan pada setiap manusia yang berlalu begitu saja. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kalian berlarian seperti ini?!"

"Kita harus secepatnya keluar dari sekolah ini!" tukas salah seorang siswa yang berbalik menghadap Erza. "Kalau kalian semua gak mau mati!" imbuhnya, kemudian pergi dan berlari menuju anak tangga.

Keterkejutan tak Erza rasakan sendiri, akan tetapi pernyataan yang terdengar itu mampu menaikan atensi ketakutan teman sekelasnya. Loly terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengambil langkah besar untuk keluar, ia menghalau Erza yang berdiri di ambang pintu sampai membuat tubuh cowok itu terdorong kebelakang membentur daun pintu, menciptakan gebrakan yang cukup nyaring. Gadis berparas cantik itu menjadi awal untuk yang lain ikut meninggalkan ruang kelas, Retta menyusul, setelah itu Erza pun turut serta berlari menuju lantai dasar.

"Kalau gitu, semuanya ayo cepat keluar!" seru Angga, sang ketua kelas pada anggotanya.

"Tapi hadiah ini?" Yuri bertanya seakan tak terjadi apa-apa.

"Bangkai busuk itu yang lo maksud hadiah? Udah tinggal aja di sini, gak akan ada yang mau ngambil juga," jawab Angga.

"Gak, kalian aja yang keluar. Gua tetep di sini," sahut Yuri.

"Gila lo ya, lo lagi mikirin apa sih?!" geram sudah berada dibatas tertinggi sang ketua kelas. "Terserah lo aja lah!"

Kalimat itu menjadi yang terakhir sebelum ia berlalu dari hadapan Yuri, mengikuti langkah yang lain, sampai ruang kelas kehilangan satu persatu penghuninya.

***

"AYO CEPAT BUKA PINTUNYA!"

"GUA MAU KELUAR DARI SINI!"

Night Of HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang