Bab 20 - Penukaran Hadiah Spesial

54 8 5
                                    

Masih dengan Juan yang memimpin barisan, tuntas sudah setiap lapisan anak tangga seluruh siswa kelas XII IPA 4 lalui. Tak ada dialog di sepanjang lorong, mereka bertahan dengan bungkam dalam keputusasaan. Hanya hentakan sepatu yang tertinggal setelah langkah besar membawa mereka melintasi jajaran kelas tanpa penghuni dengan pintunya yang tertutup rapat.

Mengedarkan pandang kini sorot mata Chio menembus dinding kaca tertahan pada gerbang tinggi yang berada di seberang sana, tanpa mempedulikan langkah ia melepaskan tatapan hampa di tengah langit malam. Lelah yang memeluknya menghilangkan ekspresi khas cowok itu, tak ada senyum dan tawa dari mulutnya yang keluh. Di balik punggung, Atta menatap Chio yang tenggelam dalam lara hingga detik berikutnya ia mengguratkan senyum lantas datang untuk merangkul temannya itu.

"Hei... cemberut mulu, lama-lama kayak Pak kepsek lu. Senyum napa senyum...," tukas Atta sembari melingkarkan sebelah lengan pada leher Chio, menyadarkan cowok itu dari lamunannya. "Biasanya juga banyak jokes receh lu, pada ilang kemana, huh?" Atta mengacak-acak rambut Chio seraya meneruskan kalimatnya.

Tak ada banyak yang berubah, Chio hanya mengangkat senyum simpulnya sesaat, kemudian menghilang begitu saja. Kini keduanya melangkah beriringan dengan Atta yang mengeluarkan jurus-jurusnya untuk menghibur Chio. Tak berbeda di balik mereka ada Chalista yang menjadi sandaran Selyn setelah kepergian Freya, ia terus mengelus pangkal kepala gadis pemilik jepit rambut itu.

"Tenang aja gak usah khawatir, kita bakal keluar kok dari sini, setelah kita ambil hadiahnya," ujar Atta dalam senyumnya yang mengembang.

"Emm tapi, omong-omong soal hadiah nih ya," hadir dengan suaranya, Jefir berbalik lantas menyelaraskan langkah dengan Chio dan Atta. "Tadi gue liat kotak putih, terus ada pita merahnya gitu di kelas IPA 1 sama IPA 3, dan... gue baru sadar kalau ternyata cuma kelas mereka yang kotaknya ada pita merahnya," ungkap cowok bertubuh gempal itu.

Kala itu pula seluruh pasang mata tertuju padanya dengan selaras menghentikan langkah, berbalik secara hampir bersamaan. Tak terkecuali Juan yang berada di barisan terdepan turut antusias dengan penuturan cowok itu. Jefier yang tak tahu menahu sebab apa ia menjadi titik sudut pandang hanya tertegun dalam tatapannya yang tak tenang.

"Apa? Ada apa? Kanapa kalian ngeliatin gue kayak gitu?" tanya Jafier yang terjebak dalam canggung. "Ya kan secara, kotak kita sendiri kagak ada pitanya tadi."

"Kenapa lu baru ngomong sih, huh?" hardik Sebastian dengan dagu terangkat.

"Apa?"

"Begok lu!" umpat cowok itu pada Jafier yang termangu dengan ekspresi ketidaktahuannya. "Kalau itu hadiah spesial yang dimaksud, berarti itu potongan puzzle yang lain dong... dan suara pengumuman itu bilang, mereka yang ngumpulin potongan puzzlenya, merekalah yang bisa keluar. Itu artinya kita harus punya semua potongan puzzlenya kan?"

"Bener juga, kenapa gue gak kepikiran ya?" tukas Jafier tanpa rasa bersalah.

"Otak lu aja yang cetek, isinya cuma makanan doang!" sosor Sebastian tanpa berpikir dua kali atas kalimatnya. "Ya udah biar gue yang ngambil. Saka, lu ikut ya bantuin gue," imbuhnya lantas berlalu diiringi sang pemilik nama.

Sembari menatap punggung mereka yang menghilangkan setelah ambang pintu dua ruang kelas berbeda, kepergian keduanya disusul Juan yang melangkah hingga berlabuh tak jauh dari Jefier. Selayaknya yang lain ia turut menanti kemunculan Sebastian dan Saka dalam kecemasan yang beradu dengan deru orasi di lantai utama.

Setiap sorot mata tak dibiarkan lepas untuk menanti kehadiran mereka, hingga detik berikutnya Sebastian dan Saka keluar secara hampir bersamaan dengan apa yang mereka ambil. Kotak putih berpita itu keduanya bawa dengan langkah besar menuju titik serupa, disambut hangat para siswa dengan rasa penasarannya yang tinggi.

Night Of HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang