Bab 21 - Butiran Manik-Manik

52 8 5
                                    

Dukk!

Pintu sisi kiri paling depan dari mobil bercat hitam ditutup, diikuti dengan suara serupa yang menyusulnya hampir bersamaan. Dari bagian bawah mobil tepat di seberang sana, nampak dua pasang kaki lengkap dengan sepatu hitam tengah berdiri sejajar. Sedetik kemudian kendaraan beroda empat itu berlalu, meninggalkan mereka yang saling menatap area dalam gedung perbelanjaan, menembus material transparan yang bergeser seiring datangnya pelanggan.

"Let's go girl!" seru Seinna, mengangkat sebelah tangannya yang mengepal tinggi sembari melempar pandang pada yang lain.

"Seinna lo bisa biasa aja gak? Gak usah bikin malu kita sekali aja!" hardik Ellen seolah berbisik dengan bibirnya yang tak terbuka sempurna, namun penuh penekanan. "Kalau gua sama Lucia sih udah bodoh amatlah ya sama tingkah random lo itu, tapi ini ada Zara bego, santai dikit napa," imbuh kesal.

Berpayung semesta yang kian kehilangan rona merah, keempat gadis dengan masih melekat seragam dan atribut sekolahnya itu tengah berdiri di depan gedung dengan belasan lantai. Ribuan cahaya menyapa kedatangan mereka, serupa petugas keamanan yang tersenyum ramah.

"Iya, iya sorry...." Seinna menurunkan tangannya diiringi dengan senyuman yang memudar. "Lagian kalian, pergi ke mall malah pada lemes semua, kenapa? Lagi pada jaga image, huh?" tanyanya agresif.

"Diem lo!" sahut Ellen lantas berpaling.

"Udah-udah, malah pada berantem," sela Lucia di tengah keributan. "Masuk gak nih? Kalau gak jadi biar gua telpon lagi ni sopir gua, pulang aja kita sekalian," sosor gadis berpita itu seraya mengambil gerak cepat merogoh saku rompi seragamnya.

"E-eh iya jadi, masuk... masuk kita," tangkas Seinna yang segera menghentikan gerak tangan Lucia. "Yok masuk!"

Tak memandang siapa yang ia raih Seinna pun menarik pergelangan tangan Zara tanpa aba-aba, membuat gadis itu tersentak dalam beberapa saat, hingga kini harus menyeimbangkan langkah cepat Seinna. Mereka lantas pergi tanpa menghiraukan dua sahabatnya.

"Astaga nih bocah yah, punya temen kenapa gini amat sih," keluh Ellen dengan lemah. "Seinna tunggu, jangan lari entar lo berdua pada jatoh!"

Bersamaan dengan kalimat itu Ellen menyusul keduanya dengan buru-buru, berbeda dengan Lucia yang tersenyum manis sembari mengikuti langkah mereka dengan tenang. Sejengkal Seinna melewati pintu mall, bola mata gadis itu telah berkeliaran menyisir setiap area dalam gedung, ia terbelalak hebat dengan tetap menggenggam erat pergelangan tangan Zara.

"Seinna, lo bisa jalan aja gak?" tukas Ellen ketika mendekap pundak Zara dalam nafasnya yang tersengal-sengal. "Gak usah lari-"

Tanpa menghiraukan Ellen yang berucap, Seinna melanjutkan langkah dengan eskalator yang berjalan naik sebagai tujuan. Sembari memperhatikan pijakan Seinna kini berada di satu anak tangga dengan Zara, begitu pula dengan dua sahabatnya yang hanya berjarak satu tingkat dari mereka. Bersama eskalator yang perlahan mulai meninggi, pandangan gadis itu tak sedikitpun lepas dari berbagai dekorasi dan segala benda yang terpajang di rak maupun etalase dengan warnanya yang begitu cantik dipandang.

Tanpa jeda Seinna mengambil langkah liar penuh semangat dikala ia sampai diujung eskalator lantai dua. Masih menggenggam lengan Zara, gadis itu masuk ke dalam sebuah stand dengan pakaian-pakaian yang berjajar.

"Arrggg...," erangan kesal itu datang dari Ellen yang menyusul kepergian keduanya.

Seinna menyusuri setiap koridor. Pakaian yang tertata pada beberapa gantungan tampak menggoda untuk dibeli maupun hanya sekedar dipandang. Tanpa sadar ia melepas genggamannya pada Zara lantas beralih meraih croptop berhiaskan motif bunga yang ia angkat sejajar dengan badannya.

Night Of HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang