Bab 24 - Dihidupkan Kembali

45 5 2
                                    

[Bunyi Bel]

Tak sama sekali diizinkan untuk sekedar menghela nafas para siswa harus di hadapankan dengan terkaan dalam kepala, perihal ribuan kemungkinan yang akan mereka terima usai melodi dari megafon tuntas diperdengarkan. Setiap sudut mata saling melempar pandang berbalut ketakutan, cemas seakan merangkul tanpa ingin lepas.

Seiring dengan alunan nada yang dimainkan cairan bening perlahan menghilang dari sensor api ketinggian langit-langit ruangan. Namun tidak dengan genangan darah yang mengalir hingga melintasi ambang pintu, menyapu setiap pasang kaki bersepatu yang berdiri kukuh. Sontak Nara mendekap mulut dengan sebelah tangan dikala sudut mata cewek berbando biru langit itu menyaksikan cairan merah tengah mengalir, keterkejutan serupa tanpa penjelasan seolah merayap dalam benak mereka yang baru saja tiba.

Di sisi berbeda, sorot mata tak tenang cowok berselimut darah itu masih ia perlihatkan begitu jelas. Kiki termangu berteman Alex yang bertahan di antara ambang pintu. Bungkam penuh penantian seiring tubuh yang bergidik dengan hebat.

Satu butir terakhir menetes sebelum cairan bening dari sensor api lenyap seutuhnya, meninggal Radit serta tubuh tak bernyawa di dalam sana basah kuyup begitu saja. Kala itu pula tak terdengar lagi melodi yang diaungkan dari puluhan megafon di setiap sudut sekolah. Lorong kembali sunyi tanpa kata dan suara, akan tetapi itu tak bertahan lama.

"Kalian punya semangat yang luar bisa untuk menyelesaikan setiap permainan. Tapi kalian tidak perlu khawatir, karena masih ada permainan yang menanti kalian." Suara wanita itu terdengar mendayu, seakan tersenyum di seberang sana. "Seperti yang sudah saya katakan, kalian harus mengumpulkan kelima potongan puzzle untuk bisa keluar dari gedung sekolah ini."

Setiap siswa hanya bisa mendengarkan dialog satu arah yang dimainkan wanita itu, tanpa bisa menyahuti atau bertukar kata. Bahkan mereka tak tahu di mana sang pemilik suara berada. Dihidupkan oleh sistem hanya untuk ditiadakan dalam permainan.

"Sebelum saya sampaikan instruksi selanjutnya. Saya ingin mengucapkan selamat untuk kelas XII IPA 4 yang telah berhasil mengumpulkan tiga potongan puzzle. Karena dengan begitu kalian memiliki kesempatan besar untuk keluar hanya tinggal dengan mendapatkan dua potongan puzzle yang lain."

Sontak kala itu pula seluruh pasang mata menerjang habis segerombolan siswa yang tengah menjadi topik pembahasan. XII IPA 4 lantas dibuat kikuk tanpa tahu langkah yang harus mereka ambil. Senyum Sebastian sirna beralih raut tanpa ekspresi, serupa Brian yang tetap kukuh dengan kedua tangan lenyap di balik kantong celana. Mereka bawa retina mata kesegala arah, bergerak tak beraturan, bermanuver tak tenang seolah menjadi reaksi serentak dalam keterkejutan.

"Tunggu dulu, tiga? Kenapa tiga?" Dari segerombol siswa yang menghakimi lewat mata, sebuah pertanyaan hadir menyela keheningan. "Kalian baru berhasil nyelesaiin satu permainan kan? Tapi kenapa kalian langsung dapet tiga potongan puzzle, eh maksud gua hadiah spesial itu?" imbuh Loly seraya melangkah dari balik jajaran punggung, mengambil alih atensi seluruh siswa.

Bertahan hanya saling pandang, tak ada suara yang menyahuti pertanyaan gadis bercardigan coklat muda itu. Sebastian membungkam mulut serupa yang lain dikala ketegangan menyita tanpa segan. Sementara tatapan tajam seluruh siswa seakan menuding mereka penuh kecurigaan.

"E-emm itu ... itu sebenarnya, kita-" Belum tuntas kata yang Ilona ucapkan, suara wanita tanpa wujud kembali terdengar.

"Dalam setiap permainan kita tidak akan pernah terlepas dari sebuah persaingan. Begitu pula dalam kehidupan, di mana persaingan menjadi bagian dalam rantai itu sendiri. Tapi semua itu ada di tangan kalian, memilih untuk makan atau dimakan. Karena itu, sekali lagi saya ucapkan selamat untuk kelas XII IPA 4 atas keputusan yang kalian pilih."

Night Of HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang