Seperti biasa, vote dulu sebelum baca 😌
Enjoy! Oh, dan waspada typo.
-•||•||•||•-
Masih di tempat dan waktu yang sama, kini lima pemuda itu sedang berkutat dengan kegiatan mereka masing-masing. Sagara konsen dengan ponselnya, tangannya yang satu membawa garpu bermuatan siomay berlapiskan saus kacang ke dalam mulutnya, sementara tangan yang lain bergerak men-scroll layar ponselnya.
Di seberangnya, ada Graville yang memberikan semua perhatiannya pada sepiring nasi goreng di depannya. Dia makan dengan sedikit tergesa-gesa hingga pipinya mengembung seperti tupai, bergerak memantul seiring mulutnya mengunyah.
Ugh, baik Patra maupun Indra, mereka meringis karena terlampau gemas. Bola-bola lemak itu ... beberapa tangan sudah gatal ingin mencubit.
Tahan, woy! Kena gampar Graville tau rasa.
"Pelan, hei. Nanti tersedak, sesak napas terus metong, lho." Graville sudah mencapai porsi terakhirnya ketika Indra-ya, bukan Saga-memuntahkan omong kosong itu. Hm, padahal jika ditelisik lagi, tidak ada yang salah dengan ucapan Indra.
Tidak berniat membalas, Graville hanya menembakkan lirikan sinis nya singkat sebelum menyedot satu cup es kopi Asian Dolce Latte ukuran medium miliknya.
Manis pahit kopi bercampur susu sungguh memanjakan dahaga Graville, tanpa sadar, karena terlalu tenggelam dalam kenikmatan, kaki gagak kecil itu menendang-nendang udara.
Ckrik
Ckrik
Ekspresi terlena Graville sangat amat menggemaskan, disaksikan oleh Sagara dan lainnya, serta beberapa orang yang masih menunjukkan minatnya pada mereka, Graville tidak menyadari kamera ponsel milik seseorang tertentu yang mengabadikan setiap tingkahnya.
Kalaupun Graville tau, dia pasti akan langsung merebut ponsel itu kemudian membuangnya ke selokan.
"Eh, El. Cerita dong, soal kejadian kemaren. Penasaran banget nih, gue. Lo kan juga udah janji bakal ngasih penjelasan." Indra tidak bisa menahannya lagi, serangakaian peristiwa di senja menuju malam itu membayangi pikirannya, sangat mengganggu ketika Indra memejamkan matanya untuk tidur, sekelebat zombie yang hendak menerkamnya datang membawa teror di sekujur tubuhnya.
Malam itu terasa lambat bagi Indra, dia ingin tidur, namun zombie imajiner di kepalanya tidak mengizinkannya. Dia baru bisa tidur sekitar jam tiga pagi, dan sekarang, dia ingin tidur lagi.
Tapi kesampingkan itu dulu, rasa penasarannya lebih mendominasi untuk saat ini. Indra akan memuaskannya terlebih dulu.
Di sebelahnya, tepat di antara dirinya dan Patra, manik almond Graville dan hazel cerah Indra terkunci satu sama lain.
"Lo ... gak inget janji lo kemaren? Serius?"
Graville, sejujurnya, tidak ingat akan janji yang pernah dibuatnya itu. Bahkan jika perkataan Indra benar, dia sangat berharap mereka akan melupakannya.
"Siapa bilang, gue inget, kok." Jawabnya santai, sangat berbeda dengan gejolak batinnya.
Namun sepertinya, kebohongan yang dilempar Graville terlihat jelas, karena Indra, sejurus kemudian tanpa peringatan mencubit pipinya,
"Bohongnya natural banget," Indra gemas, tidak hanya satu, tapi dua tangannya bergerak menarik pipi Graville, membuat si empu meringis.
Meski Indra menikmati sensasi pipi Graville, hal itu tidak berlangsung lama ketika Patra menampar tangannya,
"Lepas, gak?!"
"Aw! Iya, iya ... galak banget, heran." Indra mengelus punggung tangannya lalu memelototi Sagara yang hanya tertawa di kursi penonton.

KAMU SEDANG MEMBACA
Take My Hand
TerrorGraville bisa melihat apa yang semesta sembunyikan. Itu bukan keinginannya. Graville merupakan anak tengah dari tiga bersaudara. namun semua saudaranya membencinya atas peristiwa di masa lalu. itu juga bukan keinginannya. tapi, hei, siapa bilang Gra...