11. Pamit?

3.5K 181 15
                                    


"Cinta terbaik adalah saat kamu mencintai seseorang yang membuat akhlakmu makin indah, jiwamu makin damai, dan hatimu bijak."
~Habib Hasan bin Ja'far Assegaf~
.
.
.

Setelah menyetorkan hafalannya pada umi, Naya bertekad untuk izin kembali ke asrama, mengingat Mba Aula sudah kembali tadi malam. "Umi, Naya izin kembali ke asrama nggih," pamitnya.

"Padahal di ndalem terus nggak papa loh, Nay. Umi seneng." Jawab umi kemudian melanjutkan ucapannya, "Tapi nggak papa. Kamu fokus selesaikan hafalan mu dulu ya, Nduk. Nanti kalau sudah khatam, tinggal fokus khidmah di ndalem bareng Mba Aula dan Mba Ghina."

"Nggih, Umi. Naya nyuwun pengapunten."

"Ih, ndak, Nay. Umi yang harusnya minta maaf sudah merepotkan kamu. Di ngapunten nggih, Nduk. Umi maturnuwun sanget Mba Naya sudah ngrewangi (bantu) umi pirang-pirang (banyak)." Begitulah umi, tutur katanya selalu penuh kelembutan.

Setelah mendapat izin, Naya segera kembali ke kamar. Mengemasi barang-barangnya untuk kembali ia bawa ke asrama. Mulai nanti malam, ia akan kembali tidur di kamar asrama. Ah, Naya merindukan suasananya.

"Gimana, Nay. Umi udah kasih izin?" tanya Mba Ghina begitu Naya sampai di kamar. Mba Aula yang tadi fokus ke hp, kini mengangkat pandangnya mendengar percakapan mereka. For information, baik kang ndalem maupun mba ndalem diperkenankan membawa HP, mengingat mereka membutuhkannya. Sedangkan santri biasa sudah tentu menjadi larangan keras membawa HP, pengurus pun hanya Kang Miftah dan Mba Liza sebagai ketua yang dipercaya mengelola hp pondok. Jadi, memang lebih enak jadi ndalem kan?

"Alhamdulillah udah, Mba. Ini Naya tinggal ambil barang-barang Naya yang disini."

"Serius mau langsung ke asrama, Nay? Padahal disini aja, sih. Mba Aula jadi ngerasa ngusir kamu," ungkap Mba Aula. Naya memamerkan deretan giginya, "Nggak, Mba. Naya dari kemarin udah nggak betah disini sebenarnya, diganggu Mba Ghina terus," gurau Naya membuat Mba Ghina spontan membulatkan mata. "Enak aja. Padahal aslinya kamu malah keenakan sama Mba Ghina."

Naya tertawa, "Haha, iya, iya, Mba Ghina. Mba Ghina emang the best lah. Makasih ya udah ngeledekin Naya terus selama disini."

"Tenang, nanti pas kita bareng di kelas Mba Ghina bakal lanjut ngeledikinnya kok." Kata Mba Ghina kemudian bangkit memeluk Naya erat, "Makasih ya, adek Naya. Udah bantuin Mba Ghina disini. Mba Ghina bakal kangen deh pasti."

"Lebay, deh. Naya kan hanya pamit kembali ke asrama. Bukan mau boyong dari pondok." ledek Naya membuat Mba Ghina segera melepas pelukannya, "Ih, ngerusak momen romantis aja bisanya, Nay!"

Naya hanya tertawa kemudian beralih menuju Mba Aula, "Mba Aula, Naya pamit, ya." Mba Aula memeluk Naya, "Iya, Nay. Harus sering-sering kesini pokoknya. Mba Aula tunggu."

Setelah drama ciwi-ciwi tersebut dan mengambil barang-barangnya alias perlengkapan mandi dan sorban kesayangannya, Mba Ghina bersikeras mengantar Naya ke asrama. Sekalian mau pinjam kitab katanya.

Saat sudah keluar dari ndalem, mereka malah berpapasan dengan Gus Rayyan yang baru menyelesaikan urusannya di kantor pesantren. "Mau kemana?" tanya Gus Rayyan dengan kernyitan alisnya.

"Mau kembali ke asrama, Gus."

"Ngapain?"

Naya memandang Mba Ghina sebentar sebelum akhirnya menjawab, "Kan Mba Aula sudah berangkat, jadi saya mau kembali ke asrama, Gus."

"Kenapa nggak izin dulu?"

"Saya sudah izin ke umi, Gus."

"Kenapa nggak izin ke saya juga?"

Mahkota Ainayya (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang