32. Duo Gus

2.4K 256 117
                                    

Ini masih hari Rabu kan yaaa
Nggak telat berarti dong🥲
Selamat membaca

Bacanya sambil dengarkan syair diatas dulu

Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad 🤍
____________

Malam hari ketika Gus Maqil merebahkan tubuh bersiap tidur setelah menggantikan Abi mengisi pengajian di masjid desa, HP beliau berdering. Sudah jam 12.36, Siapa yang selarut ini dengan tidak sopannya menelepon?

Gus Maqil segera meraih HP nya yang beliau letakkan di atas nakas samping ranjang. Gus Fawwaz ternyata.

"Assalamualaikum." Sapa Gus Maqil.

"Waalaikumsaalam warahmatullah. Saya nganggu njenengan enggak, Gus?" Jawab suara di seberang sana.

"Oh sangat mengganggu sekali, Gus." Jawab jujur Gus Maqil yang disambut tawa oleh lawan bicara.

"Maaf ya, Gus. Tapi ini penting sekali buat masa depan saya maupun njenengan." Kata Gus Fawwaz penuh dramastis.

Gus Maqil tersenyum, "Ada apa sih, Gus?"

"Besok Saya di ajak Ibu untuk ikut ke pesantren njenengan. Disuruh ketemuan sama Naya." Kata Gus Fawwaz yang membuat Gus Maqil terdiam.

"Gus?" Panggil Gus Fawwaz ketika tidak mendapat jawaban dari Gus Maqil.

"Njenengan masih akan memperjuangkan pilihan njenengan sendiri kan, Gus?" Tanya Gus Maqil setelah mengubah posisinya dari tidur terlentang menjadi duduk.

Gus Fawwaz tertawa, "Santai, Gus. Hati saya sudah terlanjur dimasuki oleh dia - pilihan saya sendiri. Tidak akan ada yang bisa masuk lagi menempati hati saya."

Gus Maqil mengangguk walau tahu Gus Fawwaz tidak akan melihatnya.

"Saya juga kaget loh, Gus. Saya baru pulang ke rumah, eh langsung disambut Ibu yang memerintah agar besok ke pesantrennya njenengan." Cerita Gus Fawwaz. Bu Nyai Salamah memang sengaja mengatakannya mendadak, agar Gus Fawwaz tidak ada alasan untuk membantah.

"Saya hanya mau mbombongke ibu dulu, Gus. Kalau saya langsung menolak tanpa mengindahkan dulu keinginan ibu yang mau saya ketemu dengan Naya, ibu pasti akan sangat kecewa." Lanjut Gus Fawwaz.

Gus Maqil membasahi kerongkongannya dengan air putih sebentar kemudian berujar, "Tak masalah, Gus. Njenengan benar. Kalau njenengan langsung menolak, itu seperti njenengan sama sekali tidak menghargai pilihan beliau."

Sementara di tempat lain, di kota yang sama, di desa yang sama, di bangunan yang berbeda, Ainayya tengah duduk sendirian di kamar. Teman-temannya yang lain sudah hanyut dalam mimpi. Mencoba mengulangi hafalannya, namun entah mengapa terasa sulit sekali saat ini. Pikirannya penuh, fokusnya tak dapat tercipta.

Kadang merasa lelah sekali ketika ayat yang sudah di hafalnya mati-matian namun ketika di ulangi lagi, tak ditemukannya dalam ingatannya.

Naya menjatuhkan kepalanya di meja. Ini prosesnya. Ini perjuangannya. Naya hanya ingin menikmatinya dengan penuh syukur, bukan hanya terus mengeluh. Kalau ingat janji Allah, maka hanya bahagialah yang ada. Sebagaimana bait yang disebutkan dalam syair kalamun qodimun

طُوْبَى لِمَنْ يَحْفَظُهُ دُنْيَا وَ اُخْرَی اَبَدًا

"Sungguh beruntung sekali, orang yang menghafal Al Quran selamanya baik di dunia maupun akhirat"

وَ كَيْفَ لَا إِذًا يَمُوْتُ جِسْمُهُ لَنْ يَفْسُدَا
"Bagaimana tidak? ketika ia telah meninggal maka jasadnya tidak akan hancur"

Juga yang disebutkan dalam hadis :

مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ، أُلْبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Mahkota Ainayya (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang