13. Tanya Jawab di Kelas

3.5K 186 29
                                    

Sudah baca Qur'an hari ini??? Kalau belum, sumonggo nderes riyen mboten ketang 1 juz🤍

Mulai part ini, kita biasakan dengan nama Gus Maqil yaaa. Untuk part sebelumnya, insyaallah Saya akan merevisi secara bertahap.

Dan untuk yang sudah memberi saran Gus Maqil/Gus Rayyan terimakasih banget. Dan maaf sekali, melihat beberapa komentar, aku akhirnya memilih Gus Maqil. Semoga kalian tetap suka yaaa😥🤍

Part ini puanjuang guys. Jadi, kalau kalian lagi sibuk, selesaikan pekerjaan kalian dulu. Baca ini kalau kalian benar-benar lagi luang. Biar bacanya enak, dan sampai ke hati kalian🤍

.
.
.

"Awakmu oleh ngincer sopo wae oleh, tapi sebelum kamu mengincar siapapun yang berkualitas dalam otakmu, tolong pantaskan diri kalian masing-masing untuk mendapatkan semua yang dicita-citakan."
~KH. M. Abdurrahman Al-Kautsar~

Setelah menyalami ibu dan Om Galih, Naya ikut menemani mereka sampai mendapat angkot yang akan mengantarkan mereka ke terminal. Kemudian naik bus lagi menuju rumah.

Cukup lama mereka menunggu, sampai akhirnya setelah seperempat jam lebih, angkot lewat. Sampai angkot yang membawa ibu dan Om nya tak terlihat lagi, Naya masih terdiam disana. Tak terasa, setetes air matanya kembali mengalir. 

"Ehem." Sebuah suara menegurnya. Naya menoleh. Ada Kang Rahman ternyata.

"Kenapa ya, setiap saya melihat kamu, kamu selalu sedang menangis?" Kata Kang Rahman membuat Naya segera mengelap pipinya yang sudah basah. Ah, bahkan Naya baru menyadari kalau ia menangis lagi.

"Jangan melamun sendirian disini. Apalagi menangis gitu. Segeralah kembali ke asrama."

Naya mengangguk, "Terimakasih sudah mengingatkan. Saya duluan, monggo."

Dengan langkah berat, Naya kembali ke asrama. Tangan kanannya membawa kresek berisi rantam makanan, dan tangan kirinya menggenggam uang dari Om Galih.

"Cie ... Yang habis disambangi." Kata Lina ketika Naya sudah sampai di kamar.

"Uhuy, bawa apa tuh, Nay." Mba Raya melirik kresek di tangan Naya sambil menaik turunkan alisnya.

"Ini, ibu nya Naya bawain makanan. Sedikit sih, tapi semoga cukup, ya."

"Ah, nggak nolak!"

Lalu setelahnya, mereka sudah duduk melingkar. Lina, Lala, Mba Raya, Mba Liza, Tia yang baru pulang dari sekolah, dan ada Chika juga. Makan bersama-sama selalu terasa nikmat ya? Tapi entah kenapa, Naya rasa kali ini berbeda dari biasanya. Tenggorokannya tercekat, mau menelan saja rasanya susah.

***
Malam telah larut. Suasana pesantren sudah sepi. Benar saja, jam dinding sudah menunjukkan pukul 01.30. Naya bangkit dari tidurnya. Tadi usai semua kegiatan hari ini selesai, Naya sengaja memilih langsung tidur. Menyetel alarm bawah sadarnya agar dirinya bisa bangun tengah malam.

Dini hari seperti ini memang waktu yang paling indah untuk bermunajat, mendekat kepada Sang Pencipta, mengadu, merayu, memohon ampun, dan menangis dengan menumpahkan segala sesuatu yang telah terjadi hari ini.

Usai empat rakaat tahajud dan ditutup dengan witir, telapak tangannya menengadah berdoa.

Naya mengadu dengan tersedu. Meminta dikuatkan dan diberi kemudahan di setiap langkahnya. Memperbanyak istighfar atas dirinya yang merasa paling berat ujiannya. Padahal diluar sana, masih banyak hamba yang jauh lebih berat ujiannya, namun mereka jauh lebih sabar dan tabah dalam menghadapinya.

Mahkota Ainayya (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang