14. Pacaran?

3.4K 194 13
                                    

Maaf sekali baru bisa update🙏 Dari kemarin-kemarin tak usahain update tapi jatuhnya baru sekarang bisa update😤 Maaf yaaa🫰

Happy reading
_________________

Usai Gus Maqil keluar, kelas seketika berisik bak suara kereta ketika hendak melaju.

"Siapa A menurut kalian, guys?" Lala yang paling membuat kegaduhan itu.

"Abjad A itu siapa lagi? Kayaknya hanya Mba Aula yang huruf awalnya A." Kata Mba Raya, lesu.

"Ah, aku juga gitu ngerasanya. Mba Aula, gimana perasaan Mba Aula sekarang? Aman?" Tanya Lina ikut-ikutan.

Mba Aula terlihat sedikit salah tingkah, "Apaan sih. Nggak juga. Yang abjad depan A itu bukan cuma Mba Aula, ya."

"Kalau nama panggilan yang awalnya huruf A itu cuma Mba Aula doang. Kalau nama lengkapnya, di kelas ini yang nama lengkapnya berawal huruf A itu ada 3. Aula Hadziqoh, Alina Mazaya, dan satu lagi." Mba Liza sengaja menghentikan ucapannya sambil melihat ke arah Naya.

"Ainayya Fathimatuzzahra." Jawab Mba Ghina membuat seisi kelas melihat ke arah tempat duduk mereka.

"Kenapa?" Tanya Naya setelah seluruh penghuni kelas memandang penuh ke arah Naya.

Beruntung atensi mereka berpindah ke Lina yang mendadak histeris, "Ah, aku sampai lupa kalau namaku juga berawal dengan huruf A. Apa mungkin yang dimaksud Gus Maqil itu aku, ya?"

Sebagian penghuni kelas langsung protes. "Nggak ada, ya. Lagian Gus Maqil juga cuma bilang kalau nama depannya inisialnya A. Tapi kita juga kan belum tau kalau dia santri sini atau bukan."

"Iya. Bisa aja sih yang dimaksud Gus Maqil seorang Ning dari pondok lain."

"Tapi menurutku Mba Aula tau. Secara Mba Aula itu pinter banget. Kita yang perempuan aja deg-degan. Apalagi Gus Maqil."

"Iya. Aku tadi sempet liat Gus Maqil waktu jawab tipenya beliau seperti apa itu matanya kaya natap ke arah Mba Aula. Ada yang ngeh juga, nggak?"

"Ah masa? Aku nggak tau loh. Mba Aula jangan pinter-pinter gitu lah. Beri kita kesempatan cari muka juga di depan Gus Maqil."

Ditengah suara berisik mereka, Mba Ghina berbisik ke arah Naya. "Mereka nggak tau aja. Padahal waktu Gus Maqil bilang gitu, mata Beliau bukan melihat ke arah Mba Aula. Tapi sosok dibelakang Mba Aula."

Naya mengernyit, "Siapa?"

"Ya kamu, Ainayya! Liat tuh Mba Aula duduk di depanmu kan?" Naya melihat depannya. Memang benar, saat ini Naya duduk tepat di belakang Mba Aula yang memilih barisan paling depan. Naya memilih tak meladeni Mba Ghina dan bersiap merapikan kitabnya dan kembali ke asrama secepatnya.

"Tapi jujur aku sedih banget. Kaya nggak ada harapan lagi. Ternyata Gus Maqil sudah menemukan cintanya." Kata Mba Raya.

"Nggak papa. Selagi janur kuning belum melengkung, kita masih bisa berjuang."

"Berjuang apaan, La? Gaya banget." Kata Mba Liza meremehkan.

"Ya berjuang. Hafalan lebih rajin, belajar lebih giat. Gitu kan?"

"Mending nggak usah, La. Kamu sudah dipastikan kalah sebelum berjuang." Semua yang disana tertawa. Enak sekali menjahili Lala.

***
Hari ini jadwalnya Naya piket ndalem. Usai menuntaskan sarapan paginya, Naya segera beranjak menuju ndalem. Keadaan ndalem terlihat sepi. Abi dan umi mungkin sedang tindak, Ning Dila jelas sedang sekolah, dan Gus Maqil? Entahlah.

Naya mulai menyapu ruang tamu ndalem. Ah, Naya jadi teringat abahnya. Dulu ketika Naya kecil mulai belajar menyapu, abahnya selalu mengingatkannya. "Jangan lupa bismillah dulu, Nduk." Abah selalu mengingatkannya, apapun yang hendak kita lakukan, jangan lupa diawali basmalah. Karena kebaikan yang tidak diawali dengan basmalah itu kurang barokah.

Mahkota Ainayya (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang