2. First Impression yang buruk

5.2K 197 12
                                    


وما أحب البلاء وتلذذ به إلا من عرف المبلى

“Dan tidak seorang pun suka dengan yang namanya cobaan, apalagi mau menikmatinya, kecuali orang-orang yang telah kenal dengan Tuhan Sang Pemberi cobaan.”
~Syaikh Abdul Qadir al-Jailani~
.
.
.

Sepi, hening, dingin. Begitulah suasana yang tengah dirasakan oleh gadis bernama Ainayya Fathimatuzzahra kala kakinya melangkah menuju ndalem sembari membawa banyak tumpukan pakaian milik keluarga ndalem. Bagaimana tidak sepi, hampir semua santri sedang jamaah maghrib di masjid pesantren.

Benak gadis itu mengingat, tak terasa sudah 21 tahun ia hidup, terbiasa dengan pahit manisnya kehidupan.

Dulu saat kecil, ia begitu menginginkan agar cepat tumbuh dewasa. Namun sekarang, saat benar benar sudah dewasa, rasanya ia ingin kembali ke masa kanak kanak, dimana kita hanya tinggal bermain atau menangis saat dijahili.

Ah, tiba tiba saja ia teringat abah. Sosok yang sudah pamit lebih dulu 12 tahun lalu. Sejatinya ia tak pernah kehilangan abah. Beliau tak pernah pergi, karena nama dan kenangan - kenangan indahnya akan selalu ada di hati mereka - keluarga kecilnya.

Naya begitu mencintainya. Sosok yang selalu mencurahkan kasih sayangnya. Baginya, abah bukan hanya sosok orang tua, namun juga sosok guru. Tindak tanduknya adalah teladan, tutur katanya adalah nasihat. Dan beliau salah satu alasannya masih berdiri saat ini, alasannya tak menyerah, dan alasanya mau berjuang sampai titik ini.

Dulu, awal Naya mondok di Semarang, hampir setiap hari ia sakit. Sampai setelah enam bulan kondisinya masih sama saja, lebih sering sakit, sangat jarang mengikuti kegiatan dan pelajaran, sampai akhirnya ibunya memutuskan agar ia boyong atau keluar pondok. Enam bulan ia di rumah, hanya membantu ibu bekerja dan mengurus rumah. Dan di tahun ajaran selanjutnya, Naya kembali mondok, tentu di tempat yang berbeda, berharap ia tidak akan sakit sakitan lagi. Empat tahun berjalan dengan indah sesuai harapan tanpa Naya yang sakit sakitan. Hanya sesekali ketika benar benar tubuhnya lelah. Dan memasuki tahun ke lima, ia kembali sakit. Terkena penyakit TBC. Penyakit menular itu membuatnya mau tak mau harus menjalani pengobatan selama setengah tahun di rumah. Setelah enam bulan berhasil Naya lalui dengan obat obatan, akhirnya Naya sembuh. Namun ibu menyuruhnya agar tidak ke pondok dulu. Akhirnya satu tahun itu Naya habiskan dirumah. Lagi.

Tahun pelajaran berikutnya, tahun ke enam Naya di pesantren Darul Ilmi tersebut. Semua baik. Masalah lagi di tahun ke tujuh. Kali ini bukan karena sakit, namun perihal ekonomi. Waktu itu Mba Zahra yang sudah menikah sedang fokus dengan pengobatan putrinya. Mba Hanum yang sudah berkeluarga juga memiliki sedikit kendala dalam ekonominya. Mas Farhan masih fokus dengan kuliahnya, sesekali membiayai sekolah Ara hasil kerja parttime. Naya tak bisa mengeluh, tak mau juga jadi beban. Naya sudah besar saat itu, malu jika masih meminta uang saku pada mereka. Apalagi semuanya sudah memiliki kebutuhan masing masing. Akhirnya, tahun ke tujuh tersebut kembali Naya habiskan dirumah - sembari bekerja mengumpulkan uang saku agar tahun depannya ia bisa mondok kembali. Bukan apa apa, ia hanya sudah berjanji pada abah dan ibu. Selagi belum ada laki laki baik yang datang ke rumah, ia masih harus mondok. Menghabiskan masa muda dengan menuntut ilmu. Intinya, mondok nganti rabi. Ngaji nganti mati.

Dan ya, ini tahun ke delapan Naya mondok di Darul Ilmi. Dengan umurnya yang sudah menginjak angka 21 tahun. Ia berharap, Semoga kedepannya benar benar lancar dan dimudahkan segalanya.

Setelah memasuki ndalem lewat pintu samping dengan sedikit kesusahan karena menahan pakaian agar tidak sampai jatuh, ia segera menata pakaian abi dan umi kedalam lemari yang terletak diruang tengah.

"Naya?!" Panggilan itu sontak membuatnya menoleh. Ada Mba Gina yang berdiri sembari membawa beberapa gelas kotor dari ruang tamu.

"Eh, mba Gina. Baru ada tamu ya, Mbak?" Mba Gina itu angkatan satu tahun sebelum Naya. Baru menjadi mba ndalem satu tahun yang lalu.

Mahkota Ainayya (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang