12. Pilu

3.4K 204 22
                                    

Aku tuh mau cerita sedikit. Jadi kemarin aku tiba-tiba menemukan cerita pesantren, sudah di terbitkan, dan ternyata tokoh utamanya namanya Gus Rayyan. Aku bahkan nemu tokoh Gus Rayyan nggak hanya di satu cerita, tapi aku nemu sampai dua cerita tokoh utamanya namanya Gus Rayyan😭

Ah, sedih banget tau. Kenapa ya, aku buat nama tokoh kok pasaran banget ternyata? Padahal nama Gus Rayyan aku terinspirasi dari nama Gus di kampung ku😥

Jadi, intinya, aku pingin ganti nama panggilannya Gus Rayyan. Gus Rayyan udah terlalu pasaran guys. Kan nama panjangnya Gus Maqil Rayyan Al-Hafidz, kalau semisal panggilannya diganti Gus Maqil aja gimana guys? Tapi jujur aku udah terlanjur nyaman dengan nama Gus Rayyan.😥

Gimana menurut kalian? Kasih saran dong?

Tim tetap Gus Rayyan👉🙋 🙋

Tim ganti menjadi Gus Maqil👉🙋🙋

Nggak mau tau. Harus kasih saran pokoknya
_________________

"Mencari ilmu ada prosesnya, tidak tiba-tiba alim. Makanya harus sabar dalam menghadapi prosesnya mencari ilmu."
~Ning Siti Khurrotin, M.Pd.~
.
.
.

Habis sholat dhuhur berjamaah, Naya memilih mojok di aula. Membuka qur'annya, sekadar murojaah.

"Nay, ke kantin pondok, yuk. Laper banget aku." Kata Lina sebelum Naya membuka qur'annya.

Pesantren memberi jadwal makan setiap pagi dan malam. Jadi tidak ada jam makan siang. Kalau siang lapar, kantin pesantren menjadi solusinya. Jangan bayangkan ada nasi goreng, bakso, mi ayam, atau semisalnya. Faktanya, di kantin pesantren hanya bisa ditemui mi instan, sosis, dan es seribu an. Ini di Pesantren Darul Ilmi, kalau kalian pernah mondok, di pesantren kalian gimana?

Naya memandang Lina. Kebetulan hari ini bukan jadwal puasa Naya. Naya juga merasakan cacing di perutnya sudah memberontak meminta makan. Pagi tadi, Naya belum sempat makan. Selesai setoran hafalan ke umi, Naya langsung bersiap ke asrama setelah menyetrika pakaian Gus Rayyan. Setelahnya Naya langsung ngaji, itupun sudah sedikit terlambat. Beruntung ustadnya  memaklumi dan menerima alasan keterlambatannya. Setelah ngaji, langsung bersiap sholat dhuhur. Jadi dari pagi sampai sekarang,  perutnya sama sekali belum diisi.

Tapi mengingat sampai saat ini dirinya juga belum kiriman, entah sampai kapan, membuat Naya menggeleng menolak ajakan Lina. "Nggak dulu deh, Lin. Aku mau murojaah saja."

"Ini jadwalnya kamu puasa, ya?"

"Enggak. Ini aku mau minum." Jawab Naya kemudian segera meneguk air putih dari botol minum kesayangannya. Sengaja Naya siapkan untuk menemani murojaahnya --- berjaga-jaga jika kantuk menyerang.

"Jangan megang Qur'an terus dong, Nay. Emang kamu nggak mau wisuda tahfidz bareng aku? Masa masuknya bareng, wisudanya nggak bareng? Kan nggak lucu! Pokoknya kalau aku belum mau wisuda, kamu juga jangan wisuda dulu. Tunggu aku!"

"Makanya diseriusin lagi hafalannya!"

"Aku selalu serius hafalan kok! Buat memantaskan diri jadi istrinya Gus Rayyan!" Kekeh Lina. Naya hanya mencebik. Gus Rayyan lagi, Gus Rayyan lagi.

"Yasudah, Nay. Aku ke kantin dulu, ya. Nggak mau nitip juga?" Tawarnya.

"Nggak, Lin."

"Oke. Aku pergi sekarang. Semangat murojaahnya!"

Setelah Lina pergi, Naya segera membuka qur'annya. Menekuri satu demi satu ayat. Memang ya, mempertahankan selalu lebih sulit dari mendapatkan. Menambah hafalan itu mudah, mempertahankannya yang butuh perjuangan lebih banyak.

Mahkota Ainayya (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang