Chapter 16

3.8K 252 13
                                    

Sepulang sekolah, Rafi dan Dika ikut Sean pulang ke rumah Sean. Mereka berencana untuk mengintrogasi Sean perihal semalam dan sekalian menginap di rumah Sean.

Saat ini Sean terduduk di hadapan ke dua sahabatnya dengan gugup. Suasana menjadi sangat hening sejak Rafi menyuruhnya duduk di ruang keluarga berhadapan dengannya.

Hampir 1 jam mereka hanya diam dalam keheningan dengan Rafi yang menatap Sean menunggu penjelasan. Sedangkan Sean sudah gugup setengah mati.

"Lo gak ada niatan mau ngejelasin perihal semalam Sen? Kita nungguin loh dari tadi."Tanya Dika memecah keheningan.

"Gue gak tau harus mulai darimana."Jawab Sean lirih dengan suara kecil. Ingatan tentang kejadian semalam kembali terputar di pikirannya membuat perasaan sakit kembali hadir di dadanya bersamaan dengan kedua mata indahnya yang berkaca-kaca.

"Harus berapa kali kita kasih tau sama Lo, kalo ada masalah cerita ke kita. Bukan malah minum-minum kayak gitu yang bisa ngerusak tubuh Lo."Ucap Dika.

"Tengah malam pun kita bakalan datang kalo Lo butuh tempat cerita Sen. Sama seperti Lo yang bakal selalu datang buat kita kalo kita butuh tempat cerita."Tambah Dika membuat air mata lolos begitu saja dari mata Sean.

"Gue gak mau kalian ikut terbebani dengan masalah gue dan berakhir ninggalin gue juga kayak mereka.*Ungkap Sean sembari menunduk dengan air mata yang senantiasa berjatuhan membasahi kedua tangannya yang ia letakkan di atas paha.

"Buang fikiran Lo itu jauh-jauh Sen. Kita gak pernah merasa terbebani dengan masalah Lo. Kita udah sama-sama dari masih TK. Kita udah banyak berbagi Kesedihan dan kebahagiaan. Dan Lo masih berfikir kayak gitu? Selama ini Lo nganggep kita apa Sean?"Tanya Rafi frustasi.

"Kalian adalah sahabat sekaligus keluarga buat gue."Jawab Sean lirih dengan suara seraknya.

"Kalo Lo anggap kita kayak gitu, kenapa Lo gak mau terbuka sama kita? Sedangkan kita sangat terbuka sama Lo, setiap ada masalah kita selalu cerita sama Lo, ngadu sama Lo, dan Lo selalu ada buat kita. Seharusnya Lo juga ngelakuin hal yang sama kayak kita." Ucap Rafi sedikit keras sembari memegang kedua pundak Sean.

"Pendengar juga butuh di dengar Sean. Jangan mendem semua kesakitan Lo sendiri.  Kalo sakit katakan sakit. Tapi jangan rusak tubuh Lo dengan minum-minum kayak kemarin." Ucap Dika sembari menatap Sean sendu.

"Kalaupun takdir seakan gak mau buat Lo bahagia. Setidaknya Lo jangan ngerusak tubuh Lo sendiri."Ucap Rafi sembari mengusap wajah Sean menghapus jejak air mata Sean walaupun kembali basah.

"Maaf."Sean hanya mampu berucap demikian. Sean benar-benar merasa bersyukur memiliki sahabat seperti mereka.

"Mau cerita sekarang?"Tanya Rafi yang di angguki Sean.

Sean akhirnya menceritakan kejadian semalam, mulai dari kedatangan Livia hingga berakhir minum tanpa ada yang Sean tutupi secuil pun.

Rafi dan Dika mendengar cerita Sean hingga berakhir tanpa menyela sedikitpun. Setelah Sean selesai bercerita. Barulah Rafi dan Dika memeluk Sean menenangkan. Sean membalas pelukan tersebut dan menangis sejadi-jadinya.

"Nangis sepuasnya Sean. Keluarin semua yang Lo pendem selama ini."Ucap Dika.

"Jika kita gak bisa jadi penyembuh, kita bakalan jadi obat penenang buat Lo. Kita akan selalu ada buat Lo Sean."Ucap Rafi sembari mengusap punggung Sean.

"Terimakasih."Ucap Sean tulus mengeratkan pelukannya.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Cukup lama menangis, akhirnya Sean tertidur. Rafi dan Dika membaringkan Sean di atas kasur di kamar Sean.

Rafi memasangkan plester penurun panas di dahi Sean, karna anak itu tiba-tiba demam usai menangis. Awalnya Rafi dan Dika hendak membawa Sean ke rumah sakit namun Sean menolak berakhir Rafi menuruti ucapan Sean.

"Kalo panasnya gak turun, kita bawa paksa aja ke rumah sakit."Ucap Dika sembari mengusap puncak kepala Sean lembut. Rafi mengangguk lalu mengambil tempat duduk di samping kanan Sean bersandar pada kepala kasur.

"Gue gak bakalan biarin Sean maafin mereka kembali terutama mamahnya."Ucap Rafi datar.

"Iya, mentang-mentang Sean orangnya sangat pemaaf, mereka memanfaatkannya hingga membuat Sean terlihat naif."Tambah Dika.

Rafi dan Dika begitu marah pada Livia. Terlebih saat melihat rekaman Cctv di ruang tamu Sean. Membuat Rafi dan Dika bertambah benci.

Soal Cctv, Sean tak tau jika di rumahnya terdapat Cctv. Rafi dan Dika meletakkan di tempat yang tersembunyi tanpa Sean ketahui. Berlebihan memang, tapi itu cara satu-satunya untuk memantau kegiatan dan menjaga Sean dari jauh karna Sean hanya tinggal sendiri.

Rafi dan Dika dari awal memang tak menyukai Livia. Mereka sudah benar-benar hafal tabiat Livia. Sejak kecil Rafi dan Dika tak pernah melihat Sean di gendong mamahnya dan tak pernah muncul saat Rafi dan Dika main ke rumah Sean. Hanya papah Sean yang sesekali bergabung dengan mereka dan menemani mereka bermain. Setiap Sean lupa pulang saat bermain di taman hanya papahnya yang selalu datang menjemput dan menyuruh Sean makan siang. Livia hanya bersikap peduli jika mertuanya datang berkunjung. Pernah juga Rafi dan Dika mendapati Sean yang di bentak oleh mamahnya karna nilainya turun. Saat itu Rafi dan Dika hendak mengajak Sean bermain tapi tak jadi.

Dan pemandangan itu hampir setiap hari Rafi dan Dika saksikan karna kebetulan saat itu rumah mereka berdekatan. Namun Rafi dan Dika harus pindah rumah saat umur 12 tahun. Tapi bersyukur tak terlalu jauh, jadi mereka tetap dapat bertemu.

Mereka juga kecewa akan sikap papah Sean dan juga membenci istri baru papah Sean. Tapi di bandingkan Mamah Sean, Rafi dan Dika tidak terlalu membenci papah Sean. Mereka hanya membenci ibu tiri Sean beserta anaknya yang tak lain adalah Gempa.

Terlarut dalam fikiran mereka, Rafi dan Dika tanpa sadar tertidur di sebelah Sean sembari memeluk tubuh hangat Sean.







°°°°°°°°°To be continued°°°°°°°°°

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang