Chapter 24

3.7K 214 2
                                    

Sepulang dari rumah sakit, Sean langsung mengajak papahnya bertemu untuk menyampaikan perihal dirinya yang akan menikahi Vanila.
Saat ini mereka telah duduk berdua di ruang tamu rumah Sean dalam ke adaan hening.

"Kenapa mengajak papah bertemu tiba-tiba? Kamu kangen ya sama papah? Makanya ayo tinggal bareng papah aja di mansion papah."Tanya Sakha di iringi tawa kecil.

"Sean kangen sama papah. Tapi ada hal lain yang Sean ingin sampaikan."Ucap Sean pelan.

"Sampaikan lah... Papah akan mendengarkan."Ucap Sakha serius.

Mendengar nada ragu yang di keluarkan putranya, Sakha yakin bahwa hal yang akan putranya sampaikan adalah hal serius.

"Sean mau nikah."Ucap Sean cepat.

"Maksud kamu?"Tanya Sakha ragu. Merasa bahwa pendengarannya mungkin bermasalah.

"Sean mau menikahi Vanila minggu depan pah. Cewek yang selalu Sean ceritakan sama papah."Jawab Sean memperjelas ucapannya.

"Kenapa tiba-tiba? Kamu tidak melakukan hal yang tidak-tidak kan?"Tanya Sakha shok.

Sakha merasa tak percaya, putranya yang ia anggap masih kecil mengatakan ingin menikah. Bahkan putranya belum berumur 17 tahun. Wajahnya saja masih ada imut-imutnya.

"Tidak pah."Jawab Sean sembari menggeleng kecil.

"Lalu kenapa? Kamu masih kecil Sean, masa depanmu masih panjang. Papah tak melarang mu untuk menikah, tapi tidak untuk saat ini. Bahkan kamu belum naik kelas 12. Tidak bisakah menunggu hingga lulus sekolah saja."Tawar Sakha. Hatinya benar-benar tak rela. Ia bahkan belum mendapatkan hak asuh Sean kembali dan membawanya ke keluarga Asteria.

"Tidak bisa pah. Sean tak mau Vanila bersama orang-orang jahat itu. Sean tak rela pah. Sean mencintai Vanila pah."Ucap Sean mulai berkaca-kaca.

Sean mulai menceritakan perihal kejadian yang menimpa Vanila pada Sakha. Sakha hanya dapat terdiam, ia juga kaget mendengar kabar tersebut dan merasa simpati dengan nasib gadis itu.

Setelah Sean selesai bercerita, keadaan menjadi hening. Sean menunduk tak berani menatap wajah papahnya. Sedangkan Sakha terdiam memikirkan segala kemungkinan yang terjadi. Apa tanggapan keluarga Asteria jika tau hal ini. Bagaimana masa depan Sean selanjutnya jika harus menikah di usia dini. Yang terpenting, Sakha belum rela membiarkan putra tunggalnya menjadi milik orang lain.

Sakha beralih menatap wajah putranya, memegang lalu mengelus wajah putranya yang halus. Bahkan di saat menangis pun putranya masih imut. Bagaimana bisa ia melepas putranya yang masih terbilang polos. Hingga ide tiba-tiba terlintas di benak Sakha.

"Papah akan mengizinkanmu menikahi Vanila tapi dengan 1 syarat."Ucap Sakha membuat Sean langsung menatapnya.

"Apa syaratnya? Sean akan melakukan apapun asalkan Sean dapat menikahi Vanila."Tanya Sean serius dengan perasaan senang.

"Setelah kamu menikah, kamu dan Vanila ikut papah ke negara A dan langsung belajar di sana untuk mewarisi seluruh usaha dan properti keluarga Asteria."Jawab Sakha dengan berat hati. Sean langsung mengangguk mengiyakan dan memeluk Sakha erat.

Sakha sebenarnya tak ingin memaksakan Sean untuk memegang tanggung jawab sebesar itu. Karna Sakha tau betul, Sean tak berminat untuk memegang perusahaan. Baru seminggu yang lalu Sakha mengajak Sean untuk pulang ke negara A, agar dapat belajar di sana atas permintaan seluruh anggota keluarga Asteria. Namun Sean langsung menolak hal tersebut dengan alasan ingin tetap berada di negara C dan menjadi seorang guru.

Tapi hanya satu syarat ini saja yang dapat membuat seluruh keluarga Asteria merestui pernikahan Sean dan Vanila. Mereka bahkan memikirkan segala cara agar Sean mau dengan senang hati menerima semua warisan keluarga Asteria. Kenapa tak mengambil keturunan Asteria yang lain? Karna Sean hanya satu-satunya cucu yang menyandang nama Asteria di belakang namanya. Sakha merupakan anak laki-laki satu-satunya di keluarga Asteria dari 5 bersaudara. Semua cucu dari anak perempuan punya marga mereka dari ayah mereka masing-masing.

Mereka tak masalah dengan hal apapun yang berkaitan dengan Sean, asalkan Sean dengan senang hati mau. Mereka juga tak ingin memaksa dan bersikap egois. Mereka menyerahkan segala keputusan pada Sean sendiri.

°°°°°°°°°°°°°°°°

Seminggu berlalu, trauma yang di alami Vanila semakin menjadi. Bahkan saat ini tak ada siapapun yang dapat bertemu dengan Vanila. Setiap Sean menemui Vanila, hanya ada penolakan berujung Vanila yang berteriak histeris sembari melempari Sean barang-barang yang ada di sekitarnya. Bukan hanya Sean yang mendapat perlakuan tersebut, melainkan semua orang yang hendak menemuinya.

Sementara Sean seminggu ini mengurus perihal tentang pernikahannya dengan Vanila. Sean bahkan telah bertemu keluarga besar Asteria dan mulai tinggal di mansion keluarga Asteria. Dan baiknya, mereka menerima Vanila dalam ke adaan apapun bahkan membantu pengobatan Vanila.

Hari ini, tepat Senin subuh Sean mendatangi Vanila di kamar rawat inapnya sebelum berangkat ke sekolah. Sean masuk dengan pelan tanpa menimbulkan suara bising.

Terlihat di sana Vanila yang duduk di sofa dekat jendela memandang kosong ke arah jendela persis seperti pertama kali Sean menemui Vanila waktu itu. Namun bedanya, wajah Vanila saat ini lebih pucat dari sebelumnya. Badannya yang semula kurus menjadi jauh lebih kurus. Rambutnya berantakan tak terurus serta beberapa luka di tangan dan kakinya yang sempat di rantai.

Sean melangkah dengan pelan mendekati Vanila, lalu duduk di samping Vanila. Jika kemarin-kemarin Vanila akan menjauh, namun saat ini Vanila hanya terdiam. Sean bernafas lega dalam hati dan berharap Vanila mulai membaik.

Sean merapikan rambut Vanila dengan sisir yang ada di sana. Membersihkan wajah Vanila dengan tisu basah. Tak lupa juga dengan tangan dan kaki Vanila turut Sean bersihkan dengan tisu basah. Setelahnya Sean mengeluarkan kotak bekal yang ia bawa dari mansion berisikan bubur.

Sekali lagi, Vanila tak menolak perlakuan Sean. Sean menyuapi Vanila hingga bubur di kotak bekal tersebut habis lalu memberinya minum. Sean benar-benar merasa senang, Vanila tak menolak lagi seperti saat kemarin.

Sean kemudian bangkit lalu membereskan semuanya. Setelah itu Sean kembali duduk di samping Vanila yang kembali menatap ke arah jendela. Di luar matahari mulai menampakkan dirinya. Sean mengelus kepala Vanila lembut, kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

"Kamu kan suka menggambar, jadi saat bosan menggambarlah di sini. Aku janji setelah pulang sekolah akan menemanimu di sini agar kamu tak bosan."Ucap Sean sembari meletakkan alat gambar di meja depan Vanila.

"Aku ke sekolah dulu ya. Baik-baik di sini. Aku mencintaimu."Ucap Sean sembari mengusap kepala Vanila.

Setelahnya Sean berlalu keluar dari ruangan Vanila dengan suasana hati yang lebih baik. Tanpa Sean sadari Vanila menatap kepergian Sean dengan air mata yang menetes membasahi pipinya.

Lalu tatapan Vanila beralih ke arah alat gambar yang Sean berikan kemudian tersenyum tipis. Ia mendekati alat tersebut lalu menggambar sembari sesekali melihat ke arah luar jendela.















°°°°°°°To be continued °°°°°°

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang