Chapter 26

3.9K 248 7
                                    

Bertepatan dengan dokter yang keluar dari ruang UGD setelah menangani Sean, keluarga Asteria juga tiba di rumah sakit.

Sean di nyatakan koma akibat mengalami cedera otak traumatik karna kepalanya yang terbentur sangat keras. Tangan kiri Sean juga mengalami keretakan di bagian sikut tapi untungnya tak terlalu parah. Sean juga sempat membutuhkan donor darah dan untungnya rumah sakit masih memiliki stok darah yang sama dengan Sean.

"Kapan putra saya akan sadar dok?"Tanya Sakha setelah dokter mengakhiri penjelasannya.

"Mungkin sekitar 1 minggu atau lebih. Setelah tuan muda sadar, kami juga masih perlu memastikan tuan muda terkena geger otak atau tidak. Untuk saat ini pasien akan di tempatkan di ruang ICU."Jawab dokter tersebut.

Mereka semua terdiam mendengar penjelasan dokter. Merasa tak percaya dengan hal yang menimpa Sean mereka.

"Kalau begitu saya permisi dulu."Pamit dokter tersebut lalu berlalu dari sana bersama seorang perawat.

"Ada yang bisa jelaskan kenapa cucu saya bisa berada di dalam sana?"Tanya Melisya ibu Sakha.

Semua terdiam tak tau harus menjawab seperti apa. Terlebih Xeina dan Jayyan dkk, mereka bahkan tak tau perihal Sean dan Gempa. Sedangkan Dika dan Rafi terdiam karna kembali teringat adegan sewaktu Sean terjatuh tadi.

"Xeina."Panggil Melisya sembari menatap Xeina meminta penjelasan.

"Xein tak tau Grandma. Sean tiba-tiba saja terjatuh dari atas tepat di depan mata Xein."Jawab Xeina lirih. Samudra mengusap pundak Xeina bermaksud memberikan ketenangan.

"Lalu siapa yang akan menjelaskannya? Kenapa kalian semua diam? Jika tidak ada yang menjelaskannya sekarang juga, maka jangan harap kalian dapat bertemu dengan Sean setelah ini."Ancam Sergio ayah Sakha.

"Saya akan menjelaskannya."Ucap Rafi cepat setelah mendengar ancaman Sergio. Rafi tak rela berpisah dengan sahabat yang sudah ia anggap adik sendiri. Rafi tak bisa membayangkan jika salah satu di antara mereka bertiga terpisah.

"Jelaskan."Titah Sergio.

Rafi kemudian menceritakan segala rangkaian kejadian yang ia ketahui tanpa menambah atau mengurangi. Tapi satu hal yang mereka belum ketahui adalah kebenaran tentang Gempa yang menjadi dalang dari kasus yang menimpa Vanila. Hanya Sean seorang yang mendengar percakapan Gempa saat itu. Namun dapat di pastikan Gempa akan mendapatkan ganjaran berat dari keluarga Asteria karna berani melukai Sean.



°°°°°°°°°°°°°°


Setelah Sean di pindahkan ke ruang ICU. Semua orang kembali ke kediaman mereka masing-masing. Kecuali Sakha yang tinggal menjaga Sean di sana walaupun terhalang pembatas kaca.

Kelima ponakan Hendri berjalan masuk ke dalam rumah dengan lesu di sertai wajah Jeremy dan Nazran yang memerah habis menangis.

"Bang, apa perlu kita kasih tau Bunda soal bang Sean?"Tanya Jeremy yang telah duduk di sofa ruang keluarga.

Mereka semua tak langsung masuk ke kamar mereka. Melainkan singgah di ruang keluarga untuk beristirahat sejenak.

"Memang Bunda akan peduli? Menurutku gak mungkin."Ucap Samudra cuek.

Semenjak kejadian Livia berdebat dengan Hendri, mereka semua langsung menjaga jarak. Mereka belum siap menerima sifat Livia yang bertolak belakang dengan yang mereka ketahui selama ini.

Semenjak kejadian itu juga, Hendri dan Livia menjadi sering berdebat. Hingga Hendri memutuskan untuk menitipkan putri mereka pada ibunya dan membawa putrinya kembali setelah masalah mereka selesai.

"Tapi bang, gak mungkin Bunda kayak gitu. Bang Sean koma loh bang, masa Bunda masih gak peduli di saat keadaan anaknya kayak gitu."Sangkal Nazran dengan suara lirih.

"Tapi kenyataannya memang kayak gitu. Bahkan Bunda dengan hebatnya bersandiwara selama ini di hadapan kita. Berpura-pura peduli dan merasa bersalah pada Sean, namun kenyataannya apa? Kalian pikir aja, Ibu mana yang sayang anaknya tapi tahan gak pulang liat anaknya selama bertahun-tahun. Ibu kita aja yang super sibuk masih meluangkan waktu minimal 2 kali setahun menemui kita."Jelas Samudra dengan menggebu-gebu. Emosinya selalu naik setiap kali mengingat kata-kata Livia tempo hari. Itulah yang menjadi alasan mengapa ia menghindari Livia setelah kejadian itu, agar tak kelepasan memaki Bundanya itu.

"Jadi kita harus bagaimana? Bahkan gue yakin setelah ini kita bakalan susah buat ketemu Sean karna keamanan keluarga Asteria. Mereka tak membiarkan orang asing berkunjung menemui Sean."Tanya Jaden frustasi.

"Kalian enggak ingat gue siapa?"Tanya Jayyan yang membuat mereka langsung menatap ke arahnya.

"Iya ya, Lo kan bagian Asteria anjir. Mami Lo sodara sama papahnya Sean."Ucap Jaden sembari menepuk jidatnya.

"Udah, kita ke kamar masing-masing. Mandi terus ganti baju."Perintah Jayyan yang langsung di turuti oleh mereka semua.

"Sean koma?"Batin Livia.

Ya! Livia mendengar semua percakapan mereka. Saat ingin keluar dari dapur, langkah Livia terhenti setelah mendengar suara Jeremy yang bertanya.

Mendengar perkataan mereka semua membuat Livia merasakan sesuatu yang aneh di hatinya. Ia merasa sakit mendengar mereka berkata demikian tentangnya.

Yang lebih aneh adalah perasaannya menjadi tak karuan mendengar kabar Sean koma. Terlebih saat mendengar nama keluarga Asteria membuat perasaan tak terima timbul di hatinya. Jika di hitung sesuai perjanjian. Maka 1 bulan lagi hal asuh Sean akan berpindah ke keluarga Asteria. Entah kenapa sedari dulu Livia merasa tak ingin melepas Sean, padahal selama ini ia yakin tak peduli dengan anak itu. Tapi selalu ada perasaan aneh yang mendorongnya untuk selalu ingin memiliki Sean. Perjanjian waktu itu juga bersumber dari Livia sendiri yang tak ingin hak asuh Sean jatuh ke tangan Asteria.

Tak ingin pusing memikirkan masa lalu, Livia memilih kembali ke dapur menyiapkan makanan untuk makan malam. Namun sesibuk apapun Livia, fikiran tersebut tetap terus menghantui Livia.


°°°°°°°°°°°°°°°°°

Seminggu berlalu, walaupun masih belum sadar. Namun kondisi Sean sudah lebih baik, bahkan Sean telah di pindahkan ke ruang rawat.

Hari ini yang menemani Sean di ruang rawatnya adalah Xeina. Saat ini semua orang sedang sibuk kecuali Xeina hingga ia yang menjaga Sean. Walaupun banyak bodyguard di depan pintu yang berjaga, mereka tetap tak membiarkan Sean sendirian di ruangannya.

"Kapan bangun sih Sen? Betah banget Lo tidur."Ucap Xeina sembari menatap Sean.

Xeina meneliti setiap inci wajah Sean. Pipi chubby Sean sudah sedikit tirus, tak seperti seminggu yang lalu.

"Bukannya jelek karna makin kurus, malah makin cakep. Itu bulu mata panjang bener terus alisnya bagus. Pake serum apaan sih? Gue kan juga mau biar makin cantik. Biar Mumu makin cinta sama gue."Celoteh Xeina sembari memainkan bulu mata Sean dan satu tangannya memegang tangan Sean.

Saat sedang asik memainkan bulu mata Sean, Xeina di kejutkan dengan tangan Sean yang balas menggenggam tangannya. Sontak Xeina langsung menghentikan aktifitasnya dan menatap ke arah tangannya tak percaya.

"Sean."Ucap Livia mengalihkan tatapannya ke arah Sean. Tak lupa tangannya yang memencet tombol untuk memanggil dokter.

Sedangkan Sean yang baru saja membuka matanya langsung menutupnya kembali saat cahaya langsung membuat matanya silau.

Di rasa membaik, Sean kemudian kembali membuka matanya, berusaha menetralkan cahaya dan penglihatannya yang kabur. Setelah penglihatannya mulai sedikit normal, Sean kemudian memandang sekitar dengan linglung. Setelahnya tatapannya terhenti pada Xeina yang juga menatap ke arahnya dengan mata berkaca-kaca.

"Sean, Lo bener-bener udah sadar? Makasih udah bertahan."Ucap Xeina kemudian memeluk Sean.

"Si- siapa?"
































°°°°°°°°°To be continued°°°°°°°°



FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang