Dua hari berlalu semenjak Sean kembali drop. Kini kondisi Sean mulai stabil dan sudah dapat bergerak bebas. Namun kendati demikian, ia belum di perbolehkan pulang karna masih harus menjalani perawatan.
Kini di ruangan Sean ada Jayyan dan para sepupunya. Mereka di izinkan masuk karna Jayyan yang meminta. Karna kebetulan juga semuanya sedang sibuk dan sebagian keluarga Asteria telah kembali ke negara A, jadilah mereka di izinkan sekalian untuk menjaga Sean sementara waktu.
Jeremy dan Nazran jelas senang akan hal itu. Mereka bahkan terus menempeli Sean setelah berkenalan. Sean yang tidak ingat apa-apa tentu saja juga sangat senang karna ada yang menemaninya bermain.
Sean bahkan banyak tersenyum dan tertawa bersama mereka. Sekarang Sean, Jeremy dan Nazran sedang bermain permainan ular tangga yang di bawa oleh Jeremy.
"Yes enam lagi."Seru Nazran yang kembali mendapatkan enam setelah mengocok dadu.
"Yah, kenapa kamu enam terus sih? Kenapa bukan aku aja? Aku belum masuk loh dari tadi."protes Sean yang bahkan pionnya belum masuk sama sekali untuk bermain.
"Karna aku pintar dan tampan jadinya beruntung terus."Ucap Nazran berbangga diri.
"Apa hubungannya coba tampan sama ular tangga?"Tanya Jeremy sembari mengocok dadu karna sudah gilirannya.
"Iya, aku juga tampan dan pintar. Jadi biarkan aku masuk walaupun belum dapat 6."Pinta Sean dengan muka memelas.
"Eh, gak boleh. Abang harus dapat enam dulu baru boleh masukin pion."Ujar Jeremy membuat Sean mengerucutkan bibirnya.
"Udahlah. Kalian aja yang main, aku udahan aja."Ucap Sean lalu meletakkan pion yang sedari tadi ia pegang.
"Eh bang, yaudah abang masuk aja gak usah nunggu dapet enam dulu."ajak Nazran agar Sean mau kembali bermain.
"Gak mau. Udah gak tertarik main itu lagi."tolak Sean lalu kembali ke ranjangnya.
Sean menatap ke arah langit-langit kamarnya inapnya. Mengabaikan celotehan Nazran dan Jeremy yang sibuk melanjutkan acara bermainnya.
Menerawang kembali ingatan-ingatan yang muncul dua hari lalu. Perlahan selama dua hari ingatan-ingatan yang masih samar-samar terus masuk di kepala Sean. Tapi tak seperti sebelumnya, saat ingatan itu muncul Sean hanya mengalami sedikit pusing.
Sean kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Jayyan, Samudra, Jaden, Nazran dan Jeremy. Ia kemudian mencoba menggali ingatan tentang mereka. Namun semakin Sean berusaha tak ada satupun yang ia dapatkan.
Samudra yang melihat Sean melamun sedari tadi, kemudian menghampiri anak itu lalu duduk di kursi samping ranjang Sean.
"Kenapa melamun? Ada yang sakit? Atau Lo butuh sesuatu?"Tanya Samudra setelah mengusap wajah Sean.
"Gakpapa. Lain kali jangan usap wajahku seperti itu, tanganmu bau."Jawab Sean di sertai tatapan anehnya.
"Bau darimana sih? Orang gue dari cuci tangan kok tadi, pake sabun juga."Ucap Samudra tak terima.
"Kamu cuci tangan dimana?"Tanya Sean sambil menatap kedua tangan Samudra.
"Di kamar mandi situ."Jawab Samudra sembari menunjuk kamar mandi yang ada diruangan Sean.
"Astaga, kan sabun di sana udah kadaluarsa. Kenapa kamu pake lagi? Pantes bau. Seharusnya kamu pake itu, yang papah ku beli kemarin."Ujar Sean sembari telunjuknya menunjuk ke arah meja dekat pintu kamar mandi.
"Lo kok gak bilang sih Cil? Lagian ngapain sabun kadaluarsa di taro di sana coba?"Kesal Samudra kemudian berlalu untuk mencuci tangannya kembali.
"Emang sabun ada kadaluarsa nya?"Nazran.
"Gak tau. Emang ada?"Tanya Jeremy juga sembari menatap para abangnya.
"Gak tau gue. Gak pernah tuh gue liat sabun kadaluarsa."Jawab Jaden.
"Sama, gue juga gak pernah liat."Tambah Jayyan.
Nazran dan Jeremy beralih menatap Sean begitupun Jayyan dan Jaden. Sean memandang mereka polos dengan mata yang berkedip sesekali.
"Ada, yang di pake bang Samudra udah kadaluarsa. Kan bau berarti udah kadaluarsa."Tutur Sean.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Malam hari di rumah sakit, Sean saat ini sedang berjalan di koridor rumah sakit di tengah sunyinya malam. Melangkah dengan perlahan meneliti setiap pintu ruangan yang ia lewati.
Sean keluar dari ruangannya saat Sakha masuk ke dalam kamar mandi. Sean begitu penasaran dengan orang-orang yang berlari di hadapan ruangannya.
Setelah Sean menyusuri koridor selama beberapa menit, tiba-tiba sekitar 5 meter dari hadapan Sean terdapat seorang perempuan sedang berjalan sendirian sembari membelakangi Sean. Postur perempuan tersebut nampak tak asing bagi Sean. Posturnya begitu mirip dengan siluet seseorang yang selalu masuk dalam ingatan Sean dua hari terakhir.
Karna penasaran, Sean terus mengikuti perempuan itu dengan perasaan campur aduk. Sean ingin memanggil, namun mulutnya seakan tak bisa terbuka dan mengeluarkan suara. Hanya kakinya yang terus melangkah mengikuti ke mana perempuan itu melangkah.
Hingga mereka tiba di sebuah ruangan yang telah di kerumuni oleh banyak orang. Sejenak Sean mengalihkan pandangannya ke arah kerumunan tersebut, namun saat melihat kembali ke arah perempuan itu, perempuan itu telah menghilang entah kemana.
"Nak Sean."Panggil seorang wanita tua yang tiba-tiba datang menghampiri Sean dan memeluknya sambil menangis.
Sean yang bingung hanya memandang wanita yang memeluknya tanpa membalas pelukan wanita itu. Sean terus bertanya dalam hati, Siapa wanita ini? Kenapa wanita ini mengenalnya?
"Nak Sean, selama ini kamu kemana nak? Kenapa tak pernah berkunjung lagi? Vanila selalu mencari mu."Lirih wanita tersebut sembari terus menangis.
"Va- Vanila?"Sean berucap terbata dengan tubuh yang mendadak kaku.
Dalam ingatannya kembali terputar beberapa adegan. Tak seperti sebelumnya yang hanya sebuah siluet, kali ini semuanya nampak jelas. Momen ia bersama Vanila terus mengalir di ingatannya membuat Sean merasakan sakit yang teramat di kepalanya.
"Vanila bunuh diri nak. Cucu nenek sudah tiada. Cucu nenek sudah meninggal nak Sean."Ucap wanita itu lagi dengan histeris.
Sean memegang kepalanya yang terasa semakin sakit di sertai pusing. Di saat setengah sadar, Sean kembali melihat perempuan yang ia ikuti tadi di koridor. Wajahnya sangat mirip dengan Vanila, Sean berusaha mempertahankan kesadarannya agar dapat terus menatap wajah itu, wajah yang sangat ia rindukan agar tak hilang lagi di ingatannya.
Namun, saat beberapa perawat mendorong sebuah brankar keluar. Perhatian Sean kembali teralihkan sekaligus membuat Sean menjadi mematung di tempat. Di sana Vanila terbujur kaku dengan wajah yang pucat pasi.
Sean kembali mengalihkan pandangannya ke arah sosok yang begitu mirip dengan Vanila. Namun lagi-lagi sosok itu menghilang.
Sean menatap ke brankar yang membawa Vanila hingga tak terlihat lagi, digantikan dengan Sakha yang berlari menghampiri Sean yang masih berdiri, mematung di tempatnya. Sedangkan wanita tua tadi yang adalah nenek Vanila telah berlalu menyusul Vanila. Meninggalkan Sean sendirian di sana karna kerumunan tadi telah bubar.
"Sean, kenapa di sini? Kenapa keluar dari ruangan hm? Papah khawatir karna tak mendapatimu saat keluar kamar mandi."Tanya Sakha sembari memeluk putranya itu.
Tiba-tiba Sean tak sadarkan diri di pelukan Sakha, membuat Sakha menjadi panik bukan main.
"Sean? Sayang? Nak, hey kamu kenapa? Sean?"Panggil Sakha berusaha membangunkan Sean.
°°°°°°°°°Continued°°°°°°°°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE
RandomSean, seorang anak yang di tinggal mamahnya merantau ke luar negri selama 6 tahun tanpa pernah pulang menemuinya. Sean yang di tinggal saat berumur 10 tahun tanpa satupun keluarga yang menemani. Papahnya? Setelah bercerai, Papah Sean memblokir semua...